Alam semesta adalah fana. Ada penciptaan, proses dari ketia-daan menjadi ada, dan akhirnya hancur. Di antaranya ada pen-ciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di sana berlang-sung pula ribuan, bahkan jutaan proses fisika, kimia, biologi dan proses-proses lain yang tak diketahui.
Dalam buku Penciptaan Alam Raya karya Harun Yahya ini penulis memperkokoh keyakinan akan terintegrasinya pemahaman Islam dan pemahaman manusia (ilmuwan) tentang asal muasal alam semesta. Adapun pertemuan pemahaman ayat Al Quran dan sains astronomi adalah bahwa alam semesta ini berawal dan berakhir; dan Al Quran lebih jauh memberi petunjuk bahwa alam semesta mempunyai Dzat Pencipta (Rabbul alamin). Fenomena ini diharapkan menjadi pembuka jalan dan pemicu integrasi Islam dalam kehidupan manusia.
Seperti buku-buku Harun Yahya lainnya, penulis mengungkapkan renik-renik kehebatan, kemegahan, keindahan, keserasian, dan kecang-gihan sebuah sistem di alam semesta, dan mengakhiri dengan per-tanyaan: Apakah sistem yang demikian serasi terjadi dengan sendirinya, tanpa Yang Maha Perencana dan Yang Maha Pencipta? Eksplorasi semacam ini menggugah kecerdasan spiritual manusia, mendekatkan seorang muslim dengan khalik-Nya.
Mari kita berbincang sedikit mengenai alam semesta ini.
Bumi dan Planet-Planet Lainnya
Dimulai dari planet Bumi: sebuah wahana yang ditumpangi oleh ber-miliar manusia. Kecerdasan spiritual manusialah yang akan memberi makna perjalanan di alam semesta ini; perjalanan antargenerasi selama bermiliar tahun tanpa tujuan akhir yang diketahui pasti, yang gratis dan tak berujung, hingga waktu kehancurannya tiba.
Namun Bumi masih terlalu kecil dibandingkan Matahari, sebuah bola gas pijar raksasa, lebih dari 1.250.000 kali ukuran Bumi dan bermassa 100.000 kali lebih besar. Bumi yang tak berdaya, tertambat oleh gravitasi, terseret Matahari mengelilingi pusat Galaksi lebih dari 200 juta tahun untuk sekali edar penuh. (Lalu apa rencana secercah kehidupan kita dalam pengembaraan panjang ini? Sangat sayang bila kita tidak sempat melihat kosmos hari ini. Sangat sayang kita tidak berencana sujud dan berserah kepada Tuhan Yang Mahakuasa.)
Pengiring Matahari lainnya adalah planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, asteroid, komet dan sebagai-nya. Ragam wahana dalam tata surya itu berupa sosok bola gas, bola beku, karang tandus yang sangat panas; semuanya tak terpilih seperti planet Bumi. (Lalu, mengapa wahana yang tersebar di alam semesta yang sangat luas itu tak semuanya mudah atau layak dihuni oleh kehidupan?)
Putaran demi putaran waktu berlalu, kehancuran wahana bermiliar manusia akan menghampiri perlahan tapi pasti. Namun, berbagai perta-nyaan manusia tentang misteri alam semesta masih belum atau tak ber-jawab. Berbagai upaya rasionalitas manusia telah dikerahkan dan penge-tahuan bertambah, namun misteri alam semesta itu terus menjadi warisan bagi generasi berikutnya.
Penjelajahan akal manusia mendapatkan fakta-fakta penyusun alam semesta, mulai dari dunia atom, planet, tata surya, hingga galaksi dan ruang alam semesta yang berbatas galaksi-galaksi muda. Dengan itu, pengetahuan manusia merentang dalam dimensi panjang 10-13 hingga 1026 meter, yang merupakan batas fakta-fakta yang dapat diperoleh dalam dunia sains. Pada abad ke-21 manusia masih berambisi untuk menyelami dunia 10-35 meter (skala panjang Planck) atau 10-20 kali lebih kecil dari pe-nemuan skala atom pada dekade pertama abad ke-20. Begitu pula dimen-si lainnya seperti waktu, energi, massa, rentangnya meluas dari yang le-bih kecil dan lebih besar.
Tentang rentang waktu alam semesta, manusia mendefinisikan berba-gai zaman (dan zaman transisi di antaranya): Zaman Primordial, ketika usia alam semesta antara 10-50 hingga 105 tahun, Zaman Bintang, (106 - 1014 tahun), Zaman Materi Terdegenerasi, (1015 - 1039 tahun), Zaman Black Hole, (1040 - 10100tahun), Zaman Gelap ketika alam semesta menghampiri kehan-curannya (10101 - 10??? tahun) dan Zaman Kehancuran Alam Semesta (10200???? tahun), ketika materi meluruh. Tanpa fakta-fakta dan ilmu yang diketahui manusia (atas izin Allah), akhirnya manusia hanya bisa berspekulasi dan tak bisa mendefenisikan berbagai keadaan, misalnya sebelum kelahiran alam semesta dan setelah kehancuran.
Penjelajahan akal manusia bisa menggapai penaksiran hal-hal berikut: jumlah partikel (di Matahari 1060 atau di Bumi 1050), energi ikat (antara Bumi dan Matahari sebesar 1033 Joule), energi radiasi matahari sebesar 1026 watt, energi Matahari yang diterima Bumi sebesar 1022 Joule, energi yang diperlukan manusia per tahun sebesar 1020 Joule, energi penggabungan inti atom, fissi 1 mol Uranium sebesar 1013 Joule, energi yang dihasilkan 1 kg bensin sebesar 108 Joule. Sebuah anugerah yang besar bagi manusia, walaupun melalui proses yang panjang.
Deskripsi dan Model Alam Semesta
Kesan umum luas dan megahnya alam semesta diperoleh penghuni Bumi dengan memandang langit malam yang cerah tanpa cahaya Bulan. Langit tampak penuh taburan bintang yang seolah tak terhitung jumlah-nya. Struktur dan luas alam semesta sangat sukar dibayangkan manusia, dan progres persepsi dan rasionalitas manusia tentang itu memerlukan waktu berabad-abad.
Deskripsi pemandangan alam semesta pun beragam. Dulu alam se-mesta dimodelkan sebagai ruang berukuran jauh lebih kecil dari realitas seharusnya. Ukuran diameter Bumi (12.500 km) baru diketahui pada abad ke- 3 (oleh Eratosthenes), jarak ke Bulan (384.400 km) abad ke-16 ( Tycho Brahe, 1588), jarak ke Matahari (sekitar 150 juta km) abad ke-17 (Cassini, 1672), jarak bintang 61 Cygni abad ke-19 , jarak ke pusat Galaksi abad ke-20 (Shapley, 1918), jarak ke galaksi-luar (1929), Quasar dan Big Bang (1965). Perjalanan panjang ini terus berlanjut antargenerasi.
Benda langit yang terdekat dengan bumi adalah bulan. Gaya gravitasi bulan menggerakkan pasang surut air laut di bumi, tak henti-hentinya selama bermiliar tahun. Karena periode orbit dan rotasi Bulan sama, manusia di Bumi tak pernah bisa melihat salah satu sisi permukaan Bulan tanpa bantuan teknologi untuk mengorbit Bulan. Rahasia sisi Bulan lainnya, baru didapat dengan penerbangan Luna 3 pada tahun 1959.
Pada siang hari, pemandangan langit sebatas langit biru dan matahari atau bulan kesiangan; sedang di saat fajar dan senja, langit merah di kaki langit timur dan barat. Interaksi cahaya matahari dengan angkasa Bumi melukiskan suasana langit yang berwarna warni.
Matahari sendiri adalah satu di antara beragam bintang di Galaksi. Ada bintang yang lebih panas dari Matahari (suhu permukaan Matahari 5.800o K), seperti bintang panas (bisa mencapai 50.000oK) yang memancarkan lebih banyak cahaya ultraviolet—cahaya yang berbahaya bagi kehidupan. Ada bintang yang lebih dingin, lebih banyak memancar-kan cahaya merah dan inframerah dibandingkan cahaya tampak yang banyak dipergunakan manusia.
Manusia bisa mencapai batas-batas pengetahuan alam semesta yang luas, mengenal ciptaan Allah yang tidak pernah dikenali di muka bumi seperti Black Hole, bintang Netron, Pulsar, bintang mati, ledakan bintang Nova atau Supernova, ledakan inti galaksi dan sebagainya. Akan tetapi, berbagai fenomena yang sangat dahsyat itu tak mungkin didekatkan dengan mahluk hidup yang rentan terhadap kerusakan. Walau demi-kian, ada jalan bagi yang ingin bersungguh-sungguh menekuninya.
Dengan Sains Menangkap Realitas Alam Semesta
Pemahaman manusia tentang alam semesta mempergunakan seluruh pengetahuan di bumi, berbagai prinsip-prinsip, kepercayaan umum da-lam sains (seperti ketidakpastian Heisenberg tentang pengukuran simul-tan dimensi ruang dan waktu), serta berbagai aturan untuk keperluan praktis. Melalui sebuah kerangka besar gagasan yang menghubungkan berbagai fenomena (teori relativitas umum, teori kinetik materi, teori relativitas khusus) coba dikemukakan satu penjelasan. Berbagai hipotesa, gagasan awal atau tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena. Tentu gagasan tersebut masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat dikatakan sebuah hukum.
Dunia fisika membahas konsep energi, hukum konservasi, konsep gerak gelombang, dan konsep medan. Pembahasan Mekanika pun sangat luas, dari Mekanika klasik ke Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum Relativistik mengakomodasi pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika kuantum melayani persoalan mekanika untuk semua massa yang kecepatannya kurang dari kecepatan cahaya. Mekani-ka Relativistik memecahkan persoalan mekanika massa yang lebih besar dari 10-27 kg dan bagi semua kecepatan. Mekanika Newton (disebut juga mekanika klasik) menjelaskan fenomena benda yang relatif besar, dengan kecepatan relatif rendah, tapi juga bisa dipergunakan sebagai pendekatan fenomena benda mikroskopik.
Mekanika statistik (kuantum klasik) adalah suatu teknik statistik untuk interaksi benda dalam jumlah besar untuk menjelaskan fenomena yang besar, teori kinetik dan termodinamik. Dalam penjelajahan akal ma-nusia di dunia elektromagnet dikenal persamaan Maxwell untuk mendes-kripsikan kelakuan medan elektromagnet, juga teori tentang hubungan cahaya dan elektromagnet. Dalam pembahasan interaksi partikel, ada prinsip larangan Pauli, interaksi gravitasi, dan interaksi elektromagnet. Medan menyebabkan gaya; medan-gravitasi menyebabkan gaya gravita-si, medan-listrik menyebabkan gaya listrik dan sebagainya. Demikianlah, metode sains mencoba dengan lebih cermat menerangkan realitas alam semesta yang berisi banyak sekali benda langit (dan lebih banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan tentang luas alam semesta dibatasi oleh keberadaan ob-jek berdaya besar, seperti Quasar atau inti galaksi, sebagai penuntun tepi alam semesta yang bisa diamati; selain itu juga dibatasi oleh kecepatan cahaya dan usia alam semesta (15 miliar tahun). Itulah sebabnya ruang alam semesta yang pernah diamati manusia berdimensi 15-20 miliar tahun cahaya. Namun, banyak benda langit yang tak memancarkan caha-ya dan tak bisa dideteksi keberadaannya, protoplanet misalnya. Menurut taksiran, sekitar 90% objek di alam semesta belum atau tak akan terdeteksi secara langsung. Keberadaannya objek gelap ini diyakini karena secara dinamika mengganggu orbit objek-objek yang teramati, lewat gravitasi.
Berbicara tentang daya objek, dalam kehidupan sehari-hari ada lampu penerangan berdaya 10 watt, 75 watt dan sebagainya; sedangkan Ma-tahari berdaya 1026 watt dan berjarak satu sa* dari Bumi, menghangatinya. Jika kita lihat, lampu-lampu kota dengan daya lebih besarlah yang tam-pak terang. Menurut hukum cahaya, terang lampu akan melemah seban-ding dengan jarak kuadrat, jadi sebuah lampu pada jarak 1 meter tampak 4 kali lebih terang dibandingkan pada jarak 2 meter, dan apabila dilihat pada jarak 5 meter tampak 25 kali lebih redup.
Maka, kemampuan mata manusia mengamati bintang lemah terbatas. Ukuran kolektor cahaya juga akan membatasi skala terang objek yang bisa diamati. Untuk pengamatan objek langit yang lebih lemah dipergu-nakan kolektor atau teleskop yang lebih besar. Teleskop yang besar pun mempunyai keterbatasan dalam mengamati obyek langit yang lemah, walaupun berhasil mendeteksi obyek langit yang berjuta atau bermiliar kali lebih lemah dari bintang terlemah yang bisa dideteksi manusia. Pertanyaan lain muncul: Apakah semua objek langit bisa diamati melalui teleskop? Berapa banyak yang mungkin diamati dan dihadirkan sebagai pengetahuan?
Makin jauh jarak galaksi, berarti pengamatan kita juga merupakan pengamatan masa silam galaksi tersebut. Cahaya merupakan fosil infor-masi pembentukan alam semesta yang berguna, dan manusia berupaya menangkapnya untuk mengetahui prosesnya hingga takdir di masa de-pan yang sangat jauh, yang akan dilalui melalui hukum-hukum alam ciptaan-Nya. Pengetahuan kita tentang hal tersebut sangat bergantung pada pengetahuan kita tentang hukum alam ciptaan-Nya; sudah lengkap dan sudah sempurnakah, ataukah baru sebagian kecil, sehingga mungkin bisa membentuk ekstrapolasi persepsi yang salah?
Sampai di batas mana manusia bisa membayangkan dan menjangkau-nya? Bagaimana kondisi awal, bagaimana kondisi sebelumnya, bagai-mana kondisi 5 miliar tahun ke depan, bagaimana kondisi 50 miliar tahun ke depan dan seterusnya? Apakah pengetahuan agama akan memberi jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut? Alam semesta yang megah akan runtuh, akan hancur, tapi entah bagaimana prosesnya, dan ada apa setelah kehancuran itu? Kita kembali kepada Allah untuk mencari jawaban-Nya, karena Dia adalah zat Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya, dan manusia hanya diberi pengetahuan-Nya sedikit.
Khatimah
Begitulah, melalui sains manusia mencoba dideskripsikan apa dan bagaimana proses fenomena alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen dan pengamatan, dengan parameter yang bisa diamati dan diukur. Aga-ma memperluas spektrum makna alam semesta bagi manusia tentang kehadiran benda-benda alam semesta, kehidupan dan manusia. Jawaban singkat tentang pertanyaan Siapa pencipta alam semesta beserta hukum-hukum alamnya: Allah adalah zat yang Maha Pencipta. Agama memper-luas pengetahuan yang dicakup oleh metodologi sains dan rasionalitas manusia seperti berkenalan dengan alam gaib, akhirat dan sebagainya. Namun begitu, rupanya berbagai pertanyaan manusia tentang misteri alam semesta di sekitar planet Bumi masih banyak yang belum terjawab atau mungkin tak berjawab hingga kehancuran Bumi.
Wallahu a’lam bishawwab
PENDAHULUAN
Keruntuhan Ilmiah Materialisme
Materialisme tidak dapat lagi dinyatakan sebagai filsafat ilmiah.
Arthur Koestler, Filsuf Sosial terkenal1
Bagaimanakah alam semesta tak berbatas tempat kita tinggal ini terbentuk? Bagaimanakah keseimbangan, keselarasan, dan ke-teraturan jagat raya ini berkembang? Bagaimanakah bumi ini menjadi tempat tinggal yang tepat dan terlindung bagi kita?
Aneka pertanyaan seperti ini telah menarik perhatian sejak ras ma-nusia bermula. Para ilmuwan dan filsuf yang mencari jawaban dengan kecerdasan dan akal sehat mereka sampai pada kesimpulan bahwa rancangan dan keteraturan alam semesta merupakan bukti keberadaan Pencipta Mahatinggi yang menguasai seluruh jagat raya.
Ini adalah kebenaran tak terbantahkan yang dapat kita capai dengan menggunakan kecerdasan kita. Allah mengungkapkan kenyataan ini dalam kitab suci-Nya, Al Quran, yang telah diwahyukan empat belas abad yang lalu sebagai penerang jalan bagi kemanusiaan. Allah menya-takan bahwa Dia telah menciptakan alam semesta dari ketiadaan, untuk suatu tujuan khusus, serta dilengkapi dengan semua sistem dan keseimbangannya yang dirancang khusus untuk kehidupan manusia.
Allah mengajak manusia untuk mempertimbangkan kebenaran ini dalam ayat berikut:
“Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya. Dia meninggikan bangunannya lalu me-nyempurnakannya. Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.” (QS. An-Naazi’aat, 79: 27-30) !
Pada ayat lain dalam Al Quran dinyatakan pula bahwa manusia harus melihat dan mempertimbangkan semua sistem dan keseimbangan di alam semesta yang telah diciptakan Allah untuknya, serta memetik pelajaran dari pengamatannya:
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).” (QS. An-Nahl, 16: 12) !
Dalam ayat Al Quran lainnya , ditunjukkan:
“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, dan masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mem-punyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (QS. Faathir, 35: 13) !
Kebenaran nyata yang dipaparkan Al Quran juga ditegaskan oleh se-jumlah penemu penting ilmu astronomi modern, Galileo, Kepler, dan Newton. Semua menyadari bahwa struktur alam semesta, rancangan tata surya, hukum-hukum fisika, dan keadaan seimbang, semuanya dicipta-kan Tuhan, dan para ilmuwan itu sampai pada kesimpulan dari pene-litian dan pengamatan mereka sendiri.
Materialisme: Kesalahan Abad ke-19
Realitas penciptaan yang kita bicarakan telah diabaikan atau diing-kari sejak dahulu oleh sebuah pandangan filosofis tertentu. Pandangan itu disebut “materialisme”. Filsafat ini, yang semula dirumuskan di kalangan bangsa Yunani kuno, juga telah muncul dari waktu ke waktu dalam budaya lain, dan dikembangkan pula secara perorangan. Menurut materialisme, hanya materi yang ada, dan begitu-lah adanya sepanjang waktu yang tak terbatas. Dari pendirian itu, diklaim bahwa alam semesta juga “selalu” ada dan tidak diciptakan.
Sebagai tambahan bagi klaim mereka; bahwa alam semesta ada dalam waktu yang tidak terbatas, penganut materialisme juga menge-mukakan bahwa tidak ada tujuan atau sasaran di dalam alam semesta. Mereka menyatakan bahwa semua keseimbangan, keselarasan, dan keteraturan yang tampak di sekitar kita hanyalah peristiwa kebetulan. “Peristiwa kebetulan” juga diajukan ketika muncul pertanyaan tentang bagaimana manusia terjadi. Teori evolusi, dikenal luas sebagai Darwin-isme, adalah aplikasi lain materialisme pada dunia alam.
Baru saja disebutkan bahwa sebagian pendiri sains modern adalah orang yang beriman, yang sepakat bahwa alam semesta diciptakan dan diatur oleh Tuhan. Pada abad ke-19, terjadi perubahan penting dalam sikap dunia ilmiah mengenai masalah ini. Materialisme dengan sengaja dimasukkan dalam agenda ilmu alam modern oleh pelbagai kelompok. Karena keadaan politik dan sosial abad ke-19 membentuk basis kuat bagi materialisme, filsafat tersebut diterima luas dan tersebar ke seluruh dunia ilmiah.
Akan tetapi, temuan sains modern secara tak terbantahkan menun-jukkan betapa kelirunya pernyataan materialisme.
Temuan-Temuan Sains Abad ke-20
Mari kita tinjau lagi dua pandangan materialisme tentang alam semesta:
1. Alam semesta telah ada sejak waktu yang tak terbatas, dan karena tidak mempunyai awal atau akhir, alam semesta tidak diciptakan.
2. Segala sesuatu dalam alam semesta hanyalah hasil peristiwa kebe-tulan dan bukan produk rancangan, rencana, atau visi yang di-sengaja.
Kedua pandangan ini dikemukakan dengan berani dan dibela mati-matian oleh materialis abad ke-19, yang tentu saja tidak punya jalan lain kecuali bergantung kepada pengetahuan ilmiah zaman mereka yang terbatas dan tidak canggih. Kedua pendapat itu telah dibantah sepe-nuhnya dengan penemuan-penemuan sains abad ke-20.
Yang terkubur pertama kali adalah pendapat bahwa alam semesta sudah ada sejak waktu yang tak terbatas. Sejak tahun 1920-an, telah mun-cul bukti tegas bahwa pendapat ini tidak mungkin benar. Para ilmuwan sekarang merasa pasti bahwa jagat raya tercipta dari ketiadaan, sebagai hasil suatu ledakan besar yang tak terbayangkan, yang dikenal sebagai “Dentuman Besar (Big Bang)”. Dengan kata lain, alam semesta terbentuk, atau tepatnya, diciptakan oleh Allah.
Abad ke-20 juga menyaksikan kehancuran klaim materialis yang kedua: bahwa segala sesuatu di jagat raya adalah hasil dari kebetulan dan bukan rancangan. Riset yang diadakan sejak tahun 1960-an dengan konsisten menunjukkan bahwa semua keseimbangan fisik alam semesta umumnya dan bumi kita khususnya dirancang dengan rumit untuk memungkinkan kehidupan. Ketika penelitian ini diperdalam, di-temukan bahwa setiap hukum fisika, kimia, dan biologi, setiap gaya-gaya fundamental seperti gravitasi dan elektromagnetik, dan setiap detail struktur atom dan unsur-unsur alam semesta sudah diatur dengan tepat sehingga manusia dapat hidup. Ilmuwan masa kini menyebut de-sain luar biasa ini “prinsip antropis”. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap detail alam semesta telah dirancang dengan cermat untuk me-mungkinkan manusia hidup.
Kesimpulannya, filsafat yang disebut materialisme telah ditolak oleh sains modern. Dari posisinya sebagai pandangan ilmiah yang dominan pada abad ke-19, materialisme telah jatuh menjadi cerita fiksi pada abad ke-20.
Bagaimana tidak? Seperti yang ditunjukkan Allah:
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada atara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena me-reka akan masuk neraka.” (QS. Shaad, 38: 27) !
Adalah keliru untuk menganggap alam semesta diciptakan dengan sia-sia. Filsafat yang benar-benar keliru seperti materialisme dan sistem-sistem yang berdasarkan pada paham itu telah ditakdirkan untuk gagal sejak awal sekali.
Penciptaan adalah sebuah fakta. Dalam buku ini kita akan mengkaji bukti kenyataan tersebut. Kita akan melihat bagaimana materialisme telah runtuh di hadapan sains modern dan juga menyaksikan betapa menakjubkan dan sempurna alam semesta dirancang dan diciptakan oleh Allah.
Picture Text
Sains modern membuktikan kenyataan penciptaan alam semesta oleh Allah, yang bertentangan dengan filsafat usang materialis. Newsweek memuat kisah sampul “Science Finds God” pada edisi
27 Juli, 1989.
BAB 1
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
DARI KETIADAAN
Dalam bentuk standarnya, teori Dentuman Besar (Big Bang) mengasumsikan bahwa semua bagian jagat raya mulai mengembang secara serentak. Namun bagaimana semua bagian jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan mereka? Siapa yang memberikan perintah?
Andre Linde, Profesor Kosmologi 2
Seabad yang lalu, penciptaan alam semesta adalah sebuah konsep yang diabaikan para ahli astronomi. Alasannya adalah peneri-maan umum atas gagasan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu tak terbatas. Dalam mengkaji alam semesta, ilmuwan berang-gapan bahwa jagat raya hanyalah akumulasi materi dan tidak mem-punyai awal. Tidak ada momen “penciptaan”, yakni momen ketika alam semesta dan segala isinya muncul.
Gagasan “keberadaan abadi” ini sesuai dengan pandangan orang Eropa yang berasal dari filsafat materialisme. Filsafat ini, yang awalnya dikembangkan di dunia Yunani kuno, menyatakan bahwa materi adalah satu-satunya yang ada di jagat raya dan jagat raya ada sejak waktu tak terbatas dan akan ada selamanya. Filsafat ini bertahan dalam bentuk-bentuk berbeda selama zaman Romawi, namun pada akhir kekaisaran Romawi dan Abad Pertengahan, materialisme mulai mengalami kemun-duran karena pengaruh filsafat gereja Katolik dan Kristen. Setelah Renaisans, materialisme kembali mendapatkan penerimaan luas di antara pelajar dan ilmuwan Eropa, sebagian besar karena kesetiaan mereka terhadap filsafat Yunani kuno.
Immanuel Kant-lah yang pada masa Pencerahan Eropa, menyatakan dan mendukung kembali materialisme. Kant menyatakan bahwa alam semesta ada selamanya dan bahwa setiap probabilitas, betapapun mus-tahil, harus dianggap mungkin. Pengikut Kant terus mempertahan-kan gagasannya tentang alam semesta tanpa batas beserta materialisme. Pada awal abad ke-19, gagasan bahwa alam semesta tidak mempunyai awal— bahwa tidak pernah ada momen ketika jagat raya di-ciptakan—secara luas diterima. Pandangan ini diba-wa ke abad ke-20 melalui karya-karya materialis dia-lektik seperti Karl Marx dan Friedrich Engels.
Pandangan tentang alam semesta tanpa batas sa-ngat sesuai dengan ateisme. Tidak sulit melihat alas-annya. Untuk meyakini bahwa alam semesta mem-punyai permulaan, bisa berarti bahwa ia di-ciptakan dan itu berarti, tentu saja, memerlukan pencipta, yaitu Tuhan. Jauh lebih mudah dan aman untuk menghin-dari isu ini dengan mengajukan gagasan bahwa “alam semesta ada selamanya”, meskipun tidak ada dasar ilmiah sekecil apa pun untuk membuat klaim seperti itu. Georges Politzer, yang mendukung dan memper-tahankan gagasan ini dalam buku-bukunya yang di-terbitkan pada awal abad ke-20, adalah pendukung setia Marxisme dan Materialisme.
Dengan mempercayai kebenaran model “jagat raya tanpa batas”, Politzer menolak gagasan penciptaan dalam bukunya Principes Fonda-mentaux de Philosophie ketika dia menulis:
Alam semesta bukanlah objek yang diciptakan, jika memang demikian, maka jagat raya harus diciptakan secara seketika oleh Tuhan dan muncul dari ketiadaan. Untuk mengakui penciptaan, orang harus mengakui, sejak awal, keberadaan momen ketika alam semesta tidak ada, dan bahwa sesuatu muncul dari ketiadaan. Ini pandangan yang tidak bisa diterima sains.3
Politzer menganggap sains berada di pihaknya dalam pem-belaan-nya terhadap gagasan alam semesta tanpa batas. Kenyataannya, sains merupakan bukti bahwa jagat raya sungguh-sungguh mempunyai per-mulaan. Dan seperti yang dinyatakan Politzer sendiri, jika ada penciptaan maka harus ada penciptanya.
Pengembangan Alam Semesta
dan Penemuan Dentuman Besar
Tahun 1920-an adalah tahun yang penting dalam perkembangan as-tronomi modern. Pada tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman, menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta tidaklah statis dan bahwa impuls kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan struktur keseluruhan mengembang atau mengerut menurut Teori Relativitas Einstein. George Lemaitre adalah orang pertama yang menyadari apa arti perhitungan Friedman. Berdasarkan perhitungan ini, astronomer Belgia, Lemaitre, menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan bahwa ia mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate of radiation) dapat digunakan sebagai ukuran akibat (aftermath) dari “sesuatu” itu.
Pemikiran teoretis kedua ilmuwan ini tidak menarik banyak per-hatian dan barangkali akan terabaikan kalau saja tidak ditemukan bukti pengamatan baru yang mengguncangkan dunia ilmiah pada tahun 1929. Pada tahun itu, astronomer Amerika, Edwin Hubble, yang bekerja di Observatorium Mount Wilson California, membuat penemuan paling penting dalam sejarah astronomi. Ketika mengamati sejumlah bintang melalui teleskop raksasanya, dia menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum, dan bahwa per-geseran itu berkaitan langsung dengan jarak bintang-bintang dari bumi. Penemuan ini mengguncangkan landasan model alam semesta yang dipercaya saat itu.
Menurut aturan fisika yang diketahui, spektrum berkas cahaya yang mendekati titik observasi cenderung ke arah ungu, sementara spektrum berkas cahaya yang menjauhi titik observasi cenderung ke arah merah. (Seperti suara peluit kereta yang semakin samar ketika kereta semakin jauh dari pengamat). Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa menurut hukum ini, benda-benda luar angkasa menjauh dari kita. Tidak lama kemudian, Hubble membuat penemuan penting lagi; bintang-bintang tidak hanya menjauh dari bumi; mereka juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya kesimpulan yang bisa diturunkan dari alam semesta di mana segala sesuatunya saling menjauh adalah bahwa alam semesta dengan konstan “mengembang”.
Hubble menemukan bukti pengamatan untuk sesuatu yang telah “diramalkan” George Lamaitre sebelumnya, dan salah satu pemikir terbesar zaman kita telah menyadari ini hampir lima belas tahun lebih awal. Pada tahun 1915, Albert Einstein telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis dengan perhitungan-perhitungan ber-dasarkan teori relativitas yang baru ditemukannya (yang mengantisipasi kesimpulan Friedman dan Lemaitre). Terkejut oleh temuannya, Einstein menambahkan “konstanta kosmologis” pada persamaannya agar muncul “jawaban yang benar”, karena para ahli astronomi meyakinkan dia bah-wa alam semesta itu statis dan tidak ada cara lain untuk membuat persa-maannya sesuai dengan model seperti itu. Beberapa tahun kemudian, Einstein mengakui bahwa konstanta kosmologis ini adalah kesalahan terbesar dalam karirnya.
Penemuan Hubble bahwa alam semesta mengembang memuncul-kan model lain yang tidak membutuhkan tipuan untuk menghasilkan persamaan sesuai dengan keinginan. Jika alam semesta semakin besar sejalan dengan waktu, mundur ke masa lalu berarti alam semesta semakin kecil; dan jika seseorang bisa mundur cukup jauh, segala sesuatunya akan mengerut dan bertemu pada satu titik. Kesimpulan yang harus diturun-kan dari model ini adalah bahwa pada suatu saat, semua materi di alam semesta ini terpadatkan dalam massa satu titik yang mempunyai “volume nol” karena gaya gravitasinya yang sangat besar. Alam semesta kita muncul dari hasil ledakan massa yang mempunyai volume nol ini. Ledakan ini mendapat sebutan “Dentuman Besar” dan keberadaannya telah berulang-ulang ditegaskan dengan bukti pengamatan.
Ada kebenaran lain yang ditunjukkan Dentuman Besar ini. Untuk mengatakan bahwa sesuatu mempunyai volume nol adalah sama saja dengan mengatakan sesuatu itu “tidak ada”. Seluruh alam semesta dicip-takan dari “ketidakadaan” ini. Dan lebih jauh, alam semesta mempunyai permulaan, berlawanan dengan pendapat materialisme, yang mengata-kan bahwa “alam semesta sudah ada selamanya”.
Hipotesis “Keadaan-Stabil”
Teori Dentuman Besar dengan cepat diterima luas oleh dunia ilmiah karena bukti-bukti yang jelas. Namun, para ahli astronomi yang memihak materialisme dan setia pada gagasan alam semesta tanpa batas yang dituntut paham ini menentang Dentuman Besar dalam usaha mereka mempertahankan doktrin fundamental ideologi mereka. Alasan mereka dijelaskan oleh ahli astronomi Inggris, Arthur Eddington, yang berkata, “Secara filosofis, pendapat tentang permulaan yang tiba-tiba dari keter-aturan alam sekarang ini bertentangan denganku.”4
Ahli astronomi lain yang menentang teori Dentuman Besar adalah Fred Hoyle. Sekitar pertengahan abad ke-20 dia mengemukakan sebuah model baru yang disebutnya “keadaan-stabil”, yang tak lebih suatu per-panjangan gagasan abad ke-19 tentang alam semesta tanpa batas. Dengan menerima bukti-bukti yang tidak bisa disangkal bahwa jagat raya mengembang, dia berpendapat bahwa alam semesta tak terbatas, baik dalam dimensi maupun waktu. Menurut model ini, ketika jagat raya mengembang, materi baru terus-menerus muncul dengan sendirinya dalam jumlah yang tepat sehingga alam semesta tetap berada dalam “keadaan-stabil”. Dengan satu tujuan jelas mendukung dogma “materi sudah ada sejak waktu tak terbatas”, yang merupakan basis filsafat mate-rialis, teori ini mutlak bertentangan dengan “teori Dentuman Besar”, yang menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan. Pendukung teori keadaan-stabil Hoyle tetap berkeras menentang Dentuman Besar selama bertahun-tahun. Namun, sains menyangkal mereka.
Kemenangan Dentuman Besar
Pada tahun 1948, George Gamov mengembangkan perhitungan George Lemaitre lebih jauh dan menghasilkan gagasan baru mengenai Dentuman Besar. Jika alam semesta terbentuk dalam sebuah ledakan be-sar yang tiba-tiba, maka harus ada sejumlah tertentu radiasi yang ditinggalkan dari ledakan tersebut. Radiasi ini harus bisa dideteksi, dan lebih jauh, harus sama di selu-ruh alam semesta.
Dalam dua dekade, bukti pengamatan dugaan Gamov diperoleh. Pada tahun 1965, dua peneliti ber-nama Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan sebentuk radiasi yang selama ini tidak teramati. Dise-but “radiasi latar belakang kosmik”, radiasi ini tidak seperti apa pun yang berasal dari seluruh alam semesta karena luar biasa seragam. Radiasi ini tidak dibatasi, juga tidak mempunyai sumber tertentu; alih-alih, radiasi ini tersebar merata di seluruh jagat raya. Segera disadari bahwa radiasi ini adalah gema Dentuman Besar, yang masih menggema balik sejak momen pertama ledakan besar tersebut. Gamov telah mengamati bahwa frekuen-si radiasi hampir mempu-nyai nilai yang sama dengan yang telah di-perkirakan oleh para ilmu-wan sebelumnya. Penzias dan Wilson dianugerahi hadi-ah Nobel untuk penemuan mereka.
Pada tahun 1989, George Smoot dan tim NASA-nya meluncurkan sebuah satelit ke luar angkasa. Sebuah in-strumen sensitif yang disebut “Cosmic Background Emission Explorer” (COBE) di dalam satelit itu hanya memerlukan delapan menit untuk mendeteksi dan menegaskan tingkat radiasi yang dilaporkan Penzias dan Wilson. Hasil ini secara pasti menun-jukkan keberadaan bentuk rapat dan panas sisa dari ledakan yang menghasilkan alam semesta. Kebanyakan ilmuwan mengakui bahwa COBE telah berhasil menangkap sisa-sisa Dentuman Besar.
Ada lagi bukti-bukti yang muncul untuk Dentuman Besar. Salah satunya berhubungan dengan jumlah relatif hidrogen dan helium di alam semesta. Pengamatan menunjukkan bahwa campuran kedua unsur ini di alam semesta sesuai dengan perhitungan teoretis dari apa yang seharus-nya tersisa setelah Dentuman Besar. Bukti itu memberikan tusukan lagi ke jantung teori keadaan-stabil karena jika jagat raya sudah ada selamanya dan tidak mempunyai permulaan, semua hidrogennya telah terbakar menjadi helium.
Dihadapkan pada bukti seperti itu, Dentuman Besar memperoleh persetujuan dunia ilmiah nyaris sepenuhnya. Dalam sebuah artikel edisi Oktober 1994, Scientific American menyatakan bahwa model Dentuman Besar adalah satu-satunya yang dapat menjelaskan pengembangan terus menerus alam semesta dan hasil-hasil pengamatan lainnya.
Setelah mempertahankan teori Keadaan-Stabil bersama Fred Hoyle, Dennis Sciama menggambarkan dilema mereka di hadapan bukti Den-tuman Besar. Dia berkata bahwa semula dia mendukung Hoyle, namun setelah bukti mulai menumpuk, dia harus mengakui bahwa pertempuran telah usai dan bahwa teori keadaan-stabil harus ditinggalkan.5
Siapa yang Menciptakan Alam Semesta dari Ketiadaan?
Dengan kemenangan Dentuman Besar, tesis “alam semesta tanpa batas”, yang membentuk basis bagi dogma materialis, dibuang ke tum-pukan sampah sejarah. Namun bagi materialis, muncul pula dua perta-nyaan yang tidak mengenakkan: Apa yang sudah ada sebelum Dentuman Besar? Dan kekuatan apa yang telah menyebabkan Dentuman Besar sehingga memunculkan alam semesta yang tidak ada sebelumnya?
Materialis seperti Arthur Eddington menyadari bahwa jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini dapat mengarah pada keberadaan pencipta agung dan itu tidak mereka sukai. Filsuf ateis, Anthony Flew, mengomentari masalah ini:
Jelas sekali, pengakuan itu baik bagi jiwa. Oleh karena itu, saya akan mulai dengan mengakui bahwa penganut ateis Stratonis harus merasa malu dengan konsensus kosmologis dewasa ini. Karena tampaknya para ahli kos-mologi menyediakan bukti ilmiah untuk apa yang dianggap St. Thomas tidak terbukti secara filosofis; yaitu, bahwa alam semesta mempunyai permulaan. Selama alam semesta dapat dengan mudah dianggap tidak hanya tanpa akhir, namun juga tanpa permulaan, akan tetap mudah untuk mendesak bahwa keberadaannya yang tiba-tiba, dan apa pun yang ditemukan menjadi ciri-cirinya yang paling mendasar, harus diterima sebagai penjelasan akhir. Meskipun saya mempercayai bahwa teori itu (alam semesta tanpa batas) masih benar, tentu saja tidak mudah atau nyaman untuk mempertahankan posisi ini di hadapan kisah Dentuman Besar.6
Banyak ilmuwan yang tidak mau memaksakan diri menjadi ateis menerima dan mendukung keberadaan pencipta yang mempunyai kekuatan tak terbatas. Misalnya, ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross, menyatakan Pencipta jagat raya, yang berada di atas segala dimensi fisik, sebagai:
Secara definisi, waktu adalah dimensi di mana fenomena sebab-dan-akibat terjadi. Tidak ada waktu, tidak ada sebab dan akibat. Jika permulaan waktu sama dengan permulaan alam semesta, seperti yang dikatakan teorema ru-ang-waktu, maka sebab alam semesta haruslah entitas yang bekerja dalam dimensi waktu yang sepenuhnya mandiri dan hadir lebih dulu daripada di-mensi waktu kosmos... ini berarti bahwa Pencipta itu transenden, bekerja di luar batasan-batasan dimensi alam semesta. Ini berarti bahwa Tuhan bukan alam semesta itu sendiri, dan Tuhan juga tidak berada di dalam alam semesta.7
Penolakan terhadap Penciptaan dan
Mengapa Teori-Teori Itu Bercacat
Sangat jelas bahwa Dentuman Besar berarti penciptaan alam semesta dari ketiadaan dan ini pasti bukti keberadaan pencipta yang berke-hendak. Mengenai fakta ini, beberapa ahli astronomi dan fisika materialis telah mencoba mengemukakan penjelasan alternatif untuk membantah kenyataan ini. Rujukan sudah dibuat dari teori keadaan-stabil dan ditunjukkan ke mana kaitannya, oleh mereka yang tidak merasa nyaman dengan pendapat “penciptaan dari ketiadaan” meskipun bukti berbicara lain, sebagai usaha mempertahankan filsafat mereka.
Ada pula sejumlah model yang telah dikemukakan oleh materialis yang menerima teori Dentuman Besar namun mencoba melepaskannya dari gagasan penciptaan. Salah satunya adalah model alam semesta “ber-osilasi”; dan yang lainnya adalah “model alam semesta kuantum”. Mari kita kaji teori-teori ini dan melihat mengapa keduanya tidak berdasar.
Model alam semesta berosilasi dikemukakan oleh para ahli astro-nomi yang tidak menyukai gagasan bahwa Dentuman Besar adalah per-mulaan alam semesta. Dalam model ini, dinyatakan bahwa pengem-bangan alam semesta sekarang ini pada akhirnya akan membalik pada suatu waktu dan mulai mengerut. Pengerutan ini akan menyebab-kan segala sesuatu runtuh ke dalam satu titik tunggal yang kemudian akan meledak lagi, memulai pengembangan babak baru. Proses ini, kata mereka, berulang dalam waktu tak terbatas. Model ini juga menyatakan bahwa alam semesta sudah mengalami transformasi ini tak terhingga kali dan akan terus demikian selamanya. Dengan kata lain, alam semesta ada selamanya namun mengembang dan runtuh pada interval berbeda dengan ledakan besar menandai setiap siklusnya. Alam semesta tempat kita tinggal merupakan salah satu alam semesta tanpa batas itu yang sedang melalui siklus yang sama.
Ini tak lebih dari usaha lemah untuk menyelaraskan fakta Dentuman Besar terhadap pandangan tentang alam semesta tanpa batas. Skenario tersebut tidak didukung oleh hasil-hasil riset ilmiah selama 15-20 tahun terakhir, yang menunjukkan bahwa alam semesta yang berosilasi seperti itu tidak mungkin terjadi. Lebih jauh, hukum-hukum fisika tidak bisa me-nerangkan mengapa alam semesta yang mengerut harus meledak lagi setelah runtuh ke dalam satu titik tunggal: ia harus tetap seperti apa ada-nya. Hukum-hukum fisika juga tidak bisa menerangkan mengapa alam semesta yang mengembang harus mulai mengerut lagi.8
Bahkan kalaupun kita menerima bahwa mekanisme yang mem-buat siklus mengerut-meledak-mengembang ini benar-benar ada, satu hal penting adalah bahwa siklus ini tidak bisa berlanjut selamanya, seperti anggapan mereka. Perhitungan untuk model ini menunjukkan bahwa setiap alam semesta akan mentransfer sejumlah entropi kepada alam semesta berikutnya. Dengan kata lain, jumlah energi berguna yang ter-sedia menjadi berkurang setiap kali, dan setiap alam semesta akan ter-buka lebih lambat dan mempunyai diameter lebih besar. Ini akan me-nyebabkan alam semesta yang terbentuk pada babak berikutnya menjadi lebih kecil dan begitulah seterusnya, sampai pada akhirnya menghilang menjadi ketiadaan. Bahkan jika alam semesta “buka dan tutup” ini dapat terjadi, mereka tidak bertahan selamanya. Pada satu titik, akan diperlu-kan “sesuatu” untuk diciptakan dari “ketiadaan”.9
Singkatnya, model alam semesta “berosilasi” merupakan fantasi tanpa harapan yang realitas fisiknya tidak mungkin.
“Model alam semesta kuantum” adalah usaha lain untuk member-sihkan teori Dentuman Besar dari implikasi penciptaannya. Pendukung model ini mendasarkannya pada observasi fisika kuantum (subatomik). Dalam fisika kuantum, diamati bahwa partikel-partikel subatomik mun-cul dan menghilang secara spontan dalam ruang hampa. Menginterpre-tasikan pengamatan ini sebagai “materi dapat muncul pada tingkat kuantum, ini merupakan sebuah sifat yang berkenaan dengan materi”, beberapa ahli fisika mencoba menjelaskan asal materi dari ketiadaan selama penciptaan alam semesta sebagai “sifat yang berkenaan dengan materi” dan menyatakannya sebagai bagian dari hukum-hukum alam. Dalam model ini, alam semesta kita diinterpretasikan sebagai partikel subatomik di dalam partikel yang lebih besar.
Akan tetapi, silogisme ini sama sekali tidak mungkin dan bagai-manapun tidak bisa menjelaskan bagaimana alam semesta terjadi. William Lane Craig, penulis The Big Bang: Theism and Atheism, menjelas-kan alasannya:
Ruang hampa mekanis kuantum yang menghasilkan partikel materi adalah jauh dari gagasan umum tentang “ruang hampa” (yang berarti tidak ada apa-apa). Melainkan, ruang hampa kuantum adalah lautan partikel yang terus-menerus terbentuk dan menghilang, yang meminjam energi dari ruang hampa untuk keberadaan mereka yang singkat. Ini bukan “ketiadaan”, sehingga partikel materi tidak muncul dari “ketiadaan”.10
Jadi, dalam fisika kuantum, materi “tidak ada kalau sebelumnya tidak ada.” Yang terjadi adalah bahwa energi lingkungan tiba-tiba men-jadi materi dan tiba-tiba pula menghilang menjadi energi lagi. Singkatnya, tidak ada kondisi “keberadaan dari ketiadaan” seperti klaim mereka.
Dalam fisika, tidak lebih sedikit daripada yang terdapat dalam ca-bang-cabang ilmu alam lain, terdapat ilmuwan-ilmuwan ateis yang tidak ragu menyamarkan kebenaran dengan mengabaikan titik-titik kritis dan detail-detail dalam usaha mereka mendukung pandangan materialis dan mencapai tujuan mereka. Bagi mereka, jauh lebih penting mempertahan-kan materialisme dan ateisme daripada mengungkapkan fakta-fakta dan kenyataan ilmiah.
Dihadapkan pada realitas yang disebutkan di atas, kebanyakan ilmu-wan membuang model alam semesta kuantum. C.J Isham menjelas-kan bahwa “model ini tidak diterima secara luas karena kesulitan-kesulitan yang dibawanya.” 11 Bahkan sebagian pencetus gagasan ini, seperti Brout dan Spindel, telah meninggalkannya.12
Sebuah versi terbaru yang dipublikasikan lebih luas dari model alam semesta kuantum diajukan oleh ahli fisika, Stephen Hawking. Dalam bukunya, A Brief History of Time, Hawking menyatakan bahwa Dentuman Besar tidak harus berarti keberadaan dari ketiadaan. Alih-alih “tiada waktu” sebelum Dentuman Besar, Hawking mengajukan konsep “waktu imajiner”. Menurut Haw-king, hanya ada selang waktu imajiner 1043 detik sebelum Dentuman Besar terjadi dan waktu “nyata” terbentuk setelah itu. Harapan Hawking ha- nyalah untuk mengabai-kan kenyataan “ketiada-an waktu” (timelessness) sebelum Dentuman Besar dengan gagasan waktu “imajiner” ini.
Sebagai sebuah konsep, “waktu imajiner” sama saja dengan nol atau se-perti “tidak ada”nya jumlah imajiner orang dalam ruangan atau jumlah imajiner mobil di jalan. Di sini Hawking hanya bermain dengan kata-kata. Dia menyatakan bahwa persamaan itu benar kalau mereka dihubungkan dengan waktu imajiner, namun kenyataannya ini tidak ada artinya. Ahli matematika, Sir Herbert Dingle, menyebut kemungkinan memalsukan hal-hal imajiner sebagai hal nyata dalam matematika sebagai:
Dalam bahasa matematika, kita bisa mengatakan kebohongan di samping kebenaran, dan dalam cakupan matematika sendiri, tidak ada cara yang mungkin untuk membedakan satu dengan lainnya. Kita dapat membedakan keduanya hanya dengan pengalaman atau dengan penalaran di luar matematika, yang diterapkan pada hubungan yang mungkin antara solusi matematika dan korelasi fisiknya.13
Singkatnya, solusi imajiner atau teoretis matematika tidak perlu mengandung konsekuensi benar atau nyata. Menggunakan sifat yang hanya dimiliki matematika, Hawking menghasilkan hipotesis yang tidak berkaitan dengan kenyataan. Namun apa alasan yang mendorongnya melakukan ini? Hawking mengakui bahwa dia lebih menyukai model alam semesta selain dari Dentuman Besar karena yang terakhir ini “mengisyaratkan penciptaan ilahiah”, dan model-model seperti itu dirancang untuk ditentang.14
Semua ini menunjukkan bahwa model alternatif dari Dentuman Besar, seperti keadaan-stabil, model alam semesta berosilasi, dan model alam semesta kuantum, kenyataannya timbul dari prasangka filosofis materialis. Penemuan-penemuan ilmiah telah menunjukkan realitas Dentuman Besar dan bahkan dapat menjelaskan “keberadaan dari ketia-daan”. Dan ini merupakan bukti sangat kuat bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah, satu hal yang mentah-mentah ditolak materialis.
Sebuah contoh penolakan Dentuman Besar bisa ditemukan dalam esai oleh John Maddox, editor majalah Nature (majalah materialis), yang muncul pada tahun 1989. Dalam “Down with the Big Bang”, Maddox menyatakan Dentuman Besar tidak dapat diterima secara filosofis karena teori ini membantu teologis dengan menyediakan dukungan kuat untuk gagasan-gagasan mereka. Penulis itu juga meramalkan bahwa Dentuman Besar akan runtuh dan bahwa dukungan untuknya akan menghilang dalam satu dekade.15 Maddox hanya bisa merasa semakin resah karena penemuan-penemuan selama sepuluh tahun berikutnya memberikan bukti semakin kuat akan keberadaan Dentuman Besar.
Sebagian materialis bertindak dengan lebih menggunakan akal sehat mengenai hal ini. Materialis Inggris, H.P. Lipson menerima kebenaran penciptaan, meskipun “tidak dengan senang hati”, ketika dia berkata:
Jika materi hidup bukan disebabkan oleh interaksi atom-atom, kekuatan alam, dan radiasi, bagaimana dia muncul?.... Namun saya pikir, kita ha-rus... mengakui bahwa satu-satunya penjelasan yang bisa diterima adalah penciptaan. Saya tahu bahwa ini sangat dibenci para ahli fisika, demikian pula saya, namun kita tidak boleh menolak apa yang tidak kita sukai jika bukti eksperimental mendukungnya.16
Sebagai kesimpulan, kebenaran yang terungkap oleh ilmu alam adalah: Materi dan waktu telah dimunculkan menjadi ada oleh pemilik kekuatan besar yang mandiri, oleh Pencipta. Allah, Pemilik kekuatan, pengetahuan, dan kecerdasan mutlak, telah menciptakan alam semesta tempat tinggal kita.
Tanda-Tanda Al Quran
Selain menjelaskan alam semesta, model Dentuman Besar mempu-nyai implikasi penting lain. Seperti yang ditunjukkan dalam kutipan dari Anthony Flew di atas, ilmu alam telah membuktikan pandangan yang selama ini hanya didukung oleh sumber-sumber agama.
Kebenaran yang dipertahankan oleh sumber-sumber agama adalah realitas penciptaan dari ketiadaan. Ini telah dinyatakan dalam kitab-kitab suci yang telah berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi manusia selama ribuan tahun. Dalam semua kitab suci seperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan Al Quran, dinyatakan bahwa alam semesta dan segala isinya diciptakan dari ketiadaan oleh Allah.
Dalam satu-satunya kitab yang diturunkan Allah yang telah bertahan sepenuhnya utuh, Al Quran, ada pernyataan tentang penciptaan alam semesta dari ketiadaan, di samping bagaimana kemunculannya sesuai dengan ilmu pengetahuan abad ke-20, meskipun diungkapkan 14 abad yang lalu.
Pertama, penciptaan alam semesta dari ketiadaan diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut:
“Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al An’aam, 6: 101) !
Aspek penting lain yang diungkapkan dalam Al Quran empat belas abad sebelum penemuan modern Dentuman Besar dan temuan-temuan yang berkaitan dengannya adalah bahwa ketika diciptakan, alam semes-ta menempati volume yang sangat kecil:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al Anbiyaa’, 21: 30) !
Terjemahan ayat di atas mengandung pemilihan kata yang sangat penting dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Kata ratk diterjemahkan sebagai “suatu yang padu” yang berarti “bercampur, bersatu” dalam kamus bahasa Arab. Kata itu digunakan untuk merujuk dua zat berbeda yang menjadi satu. Frasa “Kami pisahkan” diterjemahkan dari kata kerja bahasa Arab, fatk yang mengandung makna bahwa sesuatu terjadi de-ngan memisahkan atau menghancurkan struktur ratk. Tumbuhnya biji dari tanah adalah salah satu tindakan yang meng-gunakan kata kerja ini.
Mari kita tinjau lagi ayat tersebut dengan pengetahuan ini di benak kita. Dalam ayat itu, langit dan bumi pada mulanya berstatus ratk. Me-reka dipisahkan (fatk) dengan satu muncul dari yang lainnya. Mena-riknya, para ahli kosmologi berbicara tentang “telur kosmik” yang me-ngandung semua materi di alam semesta sebelum Dentuman Besar. De-ngan kata lain, semua langit dan bumi terkandung dalam telur ini dalam kondisi ratk. Telur kosmik ini meledak dengan dahsyat menyebabkan materinya menjadi fatk dan dalam proses itu terciptalah struktur keseluruhan alam semesta.
Kebenaran lain yang terungkap dalam Al Quran adalah pengem-bangan jagat raya yang ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan Hubble tentang pergeseran merah dalam spektrum cahaya bintang diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesung-guhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz-Dzaariyat, 51: 47) !
Singkatnya, temuan-temuan ilmu alam modern mendukung kebe-naran yang dinyatakan dalam Al Quran dan bukan dogma materialis. Materialis boleh saja menyatakan bahwa semua itu “kebetulan”, namun fakta yang jelas adalah bahwa alam semesta terjadi sebagai hasil penciptaan dari pihak Allah dan satu-satunya pengetahuan yang benar tentang asal mula alam semesta ditemukan dalam firman Allah yang diturunkan kepada kita.
Picture Text
Filsuf Jerman, Immanuel Kant adalah orang pertama yang mengajukan pernyataan “alam semesta tanpa batas” pada Zaman Baru. Tetapi penemuan ilmiah menggugurkan pernyataan Kant.
Edwin Hubble menemukan bahwa alam semesta mengembang. Pada akhirnya dia menemukan bukti “Ledakan Besar”, peristiwa besar yang penemuannya memaksa ilmuwan meninggalkan anggapan alam semesta tanpa batas dan abadi.
Pernyataan Sir Arthur Eddington bahwa “pendapat tentang permulaan yang tiba-tiba dari keteraturan alam sekarang ini bertentangan denganku,” adalah pengakuan bahwa Ledakan Besar telah menimbulkan keresahan di kalangan materialis.
Radiasi Latar Belakang Kosmik yang ditemukan oleh Penzias dan Wilson dianggap sebagai bukti Ledakan Besar yang tak terbantahkan oleh dunia ilmiah.
Stephen Hawking juga mencoba mengajukan penjelasan berbeda untuk Ledakan Besar selain Penciptaan seperti yang dilakukan ilmuwan materialis lainnya dengan mengandalkan kontradiksi dan konsep keliru.
BAB 2
KESEIMBANGAN DALAM LEDAKAN
Energi ledakan alam semesta mengimbangi gaya gravitasinya dengan ketepatan yang nyaris tak dapat dipercaya. Dentuman Besar jelas bukanlah sembarang ledakan di masa lalu, namun ledakan dengan kekuatan yang dirancang begitu indah.
Paul Davies, Profesor Fisika Teoretis.17
Dalam bab pertama, kita mempelajari penciptaan alam semesta dari ketiadaan sebagai hasil ledakan dahsyat. Mari kita kaji implikasi dari kenyataan ini. Para ilmuwan memperkirakan di seluruh alam semesta terdapat 300 miliar galaksi. Galaksi-galaksi ini me-miliki beberapa bentuk berbeda (spiral, elips, dan lain-lain) dan masing-masing memiliki bintang kira-kira sebanyak jumlah galaksi di alam se-mesta. Salah satu bintang ini, Matahari, memiliki sembilan planet utama yang mengitarinya dalam keserasian yang luar biasa. Seluruh manusia hidup di planet ketiga dihitung dari matahari.
Perhatikan sekitar Anda: Apakah yang Anda lihat tampak seperti sebaran materi yang berserakan tidak karuan? Tentu saja tidak. Namun, bagaimana materi membentuk galaksi-galaksi yang teratur seandainya materi itu tersebar secara acak? Mengapa materi berkumpul di satu titik dan membentuk bintang? Bagaimana keseimbangan yang begitu indah pada tata surya dapat muncul dari ledakan yang dahsyat? Ini adalah per-tanyaan-pertanyaan penting dan menuntun kita pada pertanyaan yang sesungguhnya yaitu bagaimana alam semesta tersusun setelah Dentuman Besar.
Jika Dentuman Besar benar-benar ledakan yang maha menghancur-kan, maka masuk akal untuk memperkirakan bahwa materi akan tersebar ke segala penjuru secara acak. Namun ternyata tidak demikian. Materi hasil Dentuman Besar tersusun menjadi planet, bintang, galaksi, kluster, dan superkluster. Seolah-olah sebuah bom meledak dalam lumbung dan menjadikan seluruh gandum terisikan ke dalam karung, dan tersusun rapi di atas truk, siap untuk dikirimkan, bukannya tersebar acak-acakan ke seluruh penjuru. Fred Hoyle, penentang setia teori Den-tuman Besar, mengemukakan keterkejutannya sendiri akan keteraturan ini:
Teori Dentuman Besar menyatakan alam semesta dimulai dengan ledakan tunggal. Namun seperti terlihat pada bagian berikut, sebuah ledakan hanya akan membuat materi terlontar secara acak, namun Dentuman Besar secara misterius memberikan hasil berlawanan dengan materi terkumpul dalam bentuk galaksi-galaksi.18
Bahwa materi yang dihasilkan Dentuman Besar membentuk susun-an yang begitu rapi dan teratur memang suatu hal yang luar biasa. Terbe-ntuknya keserasian yang luar biasa tersebut menuntun kita kepada kenyataan bahwa alam semesta merupakan ciptaan sempurna Allah.
Pada bab ini kita akan mengkaji dan merenungkan kesempurnaan luar biasa ini.
Kecepatan Ledakan
Orang yang mendengar teori Dentuman Besar namun tidak memi-kirkan masalah ini dengan saksama, tidak akan menyadari rencana yang luar biasa di balik ledakan tersebut. Karena bagi kebanyakan orang, ledakan tidak mengimplikasikan keserasian, rencana, atau keteraturan. Kenyataannya terdapat sejumlah aspek yang sangat membingungkan pada keteraturan yang rumit dalam Dentuman Besar.
Salah satu teka-teki berhubungan dengan percepatan yang ditimbul-kan oleh ledakan. Ketika ledakan terjadi, materi pasti mulai bergerak dengan kecepatan luar biasa tinggi ke segala arah. Namun ada hal lain yang harus diperhatikan dalam hal ini. Pasti ada gaya tarik yang begitu besar di awal ledakan: gaya tarik yang cukup kuat untuk mengumpulkan seluruh alam semesta pada satu titik.
Dua kekuatan berbeda dan saling berlawanan bekerja di sini. Keku-atan dari ledakan, melontar-kan materi ke luar dan men-jauh, serta kekuatan dari gaya tarik, mencoba menahan kekuatan dari ledakan dan menarik semua materi untuk kembali menyatu. Alam se-mesta terbentuk karena dua kekuatan ini dalam keseim-bangan. Jika kekuatan gaya tarik lebih besar daripada kekuatan ledakan, alam se-mesta hancur bertubrukan. Jika terjadi sebaliknya, materi akan berpencar ke segala penjuru dan tidak mungkin menyatu kembali.
Lantas, seberapa peka keseimbangan ini? Berapa banyak “selisih” yang mungkin ada di antara dua kekuatan ini?
Ahli fisika matematis, Paul Davies, Profesor dari Universitas Adelai-de di Australia, melakukan perhitungan panjang terhadap keadaan yang harus ada pada saat Dentuman Besar terjadi dan meng-hasilkan angka yang hanya dapat digambarkan sebagai mencengang-kan. Menurut Davies, jika laju pengembangan hanya berbeda lebih dari 10-18 detik saja (satu detik dibagi satu miliar kemudian dibagi satu miliar lagi), alam semesta tidak akan terbentuk. Davies menjelaskan kesimpulannya:
Pengukuran yang teliti menempatkan laju pengembangan sangat dekat pada nilai kritis sehingga alam semesta dapat bebas dari gaya gravitasi dirinya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih lambat maka alam semesta akan hancur bertubrukan, sedikit lebih cepat maka materi kosmik sudah menyebar secara acak sejak dulu. Sangat menarik untuk menanya-kan dengan pasti seberapa rumit laju pengembangan ini telah disesuaikan dengan tepat untuk berada pada batas tipis dua kehancuran dahsyat. Jika pada waktu I S (pada saat pola waktu pengembangan telah terbentuk) laju pengembangan berbeda lebih dari 10-18 detik dari semestinya, maka sudah cukup untuk memorak-porandakan keseimbangan yang rumit tersebut. Energi ledakan alam semesta mengimbangi gaya gravitasinya dengan ketepatan yang nyaris tak dapat dipercaya. Dentuman Besar jelas bukanlah sembarang ledakan di masa lalu, namun ledakan dengan kekuatan yang dirancang begitu indah.19
Bilim ve Teknik (majalah ilmiah Turki) mengutip sebuah artikel yang muncul dalam majalah Science. Dalam artikel tersebut, keseimbangan fenomenal yang dicapai dalam fase awal alam semesta dinyatakan:
Jika kekerapan alam semesta hanya sedikit lebih tinggi, dalam hal ini, menurut teori relativitas Einstein, alam semesta tidak akan mengembang akibat gaya-gaya tarik partikel-partikel atom, namun mengerut, dan pada akhirnya lenyap pada satu titik. Jika kekerapan awal sedikit lebih kecil, maka alam semesta akan dengan cepat mengembang, namun dalam hal ini, partikel-partikel atom tidak akan tertarik satu sama lain dan tidak ada bintang dan tidak ada galaksi akan pernah terbentuk. Akibatnya, manusia tidak akan pernah muncul! Menurut perhitungan, perbedaan antara kera-patan awal alam semesta yang sesungguhnya dan kerapatan kritisnya, yang tidak mungkin terjadi, adalah kurang dari 10-17. Ini sama saja dengan memberdirikan pensil pada ujung tajamnya bahkan selama miliaran tahun… lebih jauh, ketika alam semesta mengembang, keseimbangan ini menjadi lebih rumit.20
Bahkan Stephen Hawking, yang berusaha keras menjelaskan pencip-taan alam semesta sebagai rangkaian kebetulan dalam A Brief History of Time, mengakui keseimbangan luar biasa dalam laju pengembangan:
Jika laju pengembangan satu detik setelah Dentuman Besar lebih kecil bahkan dari satu bagian per seratus ribu juta juta, alam semesta akan hancur sebelum pernah mencapai ukurannya sekarang.21
Lalu, apa yang diindikasikan keseimbangan yang begitu luar biasa ini? Satu-satunya jawaban rasional untuk pertanyaan itu adalah bahwa keseimbangan itu merupakan bukti rancangan sadar dan tidak mungkin ketidaksengajaan. Dr. Davies mengakui sendiri hal ini, meskipun kecen-derungannya tetap mengarah pada materialisme:
Sulit untuk menolak bahwa struktur alam semesta sekarang ini, yang tam-pak begitu sensitif terhadap perubahan kecil dalam angka, telah dipikirkan dengan saksama.... nilai-nilai numerik ajaib yang disuguhkan alam untuk konstanta-konstanta dasarnya tetap merupakan bukti yang paling kuat bagi unsur rancangan kosmik.22
Empat Gaya
Kecepatan Dentuman Besar merupakan salah satu keadaan keseim-bangan yang luar biasa pada momen awal penciptaan. Segera setelah Dentuman Besar, gaya-gaya yang menopang dan mengatur alam seme-sta tempat kita tinggal harus “tepat benar” secara numerik, karena kalau tidak, alam semesta tidak akan terbentuk.
Ada “empat gaya dasar” yang dikenali fisika modern. Semua struk-tur dan gerakan dalam alam semesta diatur dengan keempat gaya ini, yang dikenal sebagai gaya gravitasi, gaya elektromagnetik, gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah. Gaya nuklir kuat dan lemah bekerja hanya pada skala atom. Kedua gaya lainnya—gaya gravitasi dan gaya elektro-magnetik—mengatur kumpulan atom, dengan kata lain “materi”. Keem-pat gaya dasar ini langsung bekerja setelah Dentuman Besar terjadi dan menghasilkan pembentukan atom-atom dan materi.
Perbandingan keempat gaya yang menunjukkan nilai-nilai mereka saling berbeda. Di bawah ini keempat gaya tersebut dinyatakan dalam satuan standar internasional:
Gaya nuklir kuat : 15
Gaya nuklir lemah : 7,03 x 10-3
Gaya elektromagnetik : 3,05 x 10-12
Gaya gravitasi : 5.90 x 10-39
Perhatikan betapa besar perbedaan kekuatan keempat gaya dasar ini. Selisih antara yang terkuat (gaya nuklir kuat) dan yang terlemah (gaya gravitasi) adalah sekitar 25 diikuti dengan 38 nol! Mengapa bisa demi-kian?
Ahli biologi molekuler, Michael Denton menanggapi pertanyaan ini dalam bukunya, Nature's Density:
Jika, misalnya, gaya gravitasi satu triliun kali lebih kuat, maka alam semesta akan jauh lebih kecil dan sejarah hidupnya jauh lebih pendek. Sebuah bintang rata-rata akan mempunyai massa satu triliun lebih kecil dari matahari dan masa hidup sekitar satu tahun. Di lain pihak, jika gravitasi kurang kuat, tidak ada bintang atau galaksi yang akan pernah terbentuk. Hubungan dan nilai-nilai lain tidak kurang kritisnya. Jika gaya nuklir kuat sedikit lebih lemah saja, satu-satunya unsur yang akan stabil hanya hidrogen. Tidak ada atom lain yang bisa terbentuk. Jika gaya nuklir kuat tersebut sedikit lebih kuat dalam kaitannya dengan elektromagnetisme, maka inti atom yang terdiri dari dua proton menjadi yang paling stabil di alam semesta, yang berarti tidak akan ada hidrogen, dan jika ada bintang atau galaksi yang terbentuk, mereka akan sangat berbeda dari bentuknya sekarang. Jelas sekali, jika semua gaya dan konstanta ini tidak mempunyai nilai tepat demikian, tidak akan ada bintang, supernova, planet-planet, atom, dan kehidupan.23
Paul Davies berkomentar tentang bagaimana hukum-hukum fisika menyediakan kondisi ideal untuk kehidupan manusia:
Kalau saja alam memilih serangkaian angka yang sedikit berbeda, dunia akan menjadi tempat yang sangat berbeda. Barangkali kita tidak akan ada untuk melihatnya…. Penemuan baru tentang kosmos primitif mewajibkan kita me-nerima bahwa alam semesta yang mengembang telah diatur dalam geraknya dengan suatu ketelitian yang menakjubkan. 24
Arno Penzias, yang pertama mendeteksi radiasi latar belakang kosmik bersama Robert Wilson, (keduanya menerima hadiah Nobel tahun 1965 untuk penemuan ini), mengomentari rancangan indah alam semesta:
Astronomi mengarahkan kita pada sebuah peristiwa unik, alam semesta yang diciptakan dari ketiadaan, alam semesta dengan keseimbangan sangat rumit yang diperlukan untuk menyediakan kondisi tepat bagi kehidupan, dan alam semesta yang mempunyai rencana dasar (bisa dikatakan “super-nasional”).25
Ilmuwan-ilmuwan yang baru saja dikutip telah menarik kesimpulan penting dari pengamatan mereka. Mengkaji dan memikirkan keseimbangan luar biasa dan keteraturan yang indah dalam ran-cangan alam semesta tak pelak lagi mengarahkan seseorang pada kebenaran: Di alam semesta, ada rancangan unggul dan keselarasan sempurna. Tidak diragukan lagi, Pembuat rancangan dan keselarasan ini adalah Allah, yang telah mencipta-kan segalanya tanpa cacat. Dalam salah satu ayat-Nya, Allah menarik perhatian kita pada keteraturan penciptaan alam semesta, yang direnca-nakan, dan diperhi-tungkan dalam setiap detail:
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi dan Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya) dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al Furqan, 25: 2) !
Matematika Probabilitas
Meruntuhkan Teori “Kebetulan”
Penjelasan sejauh ini menunjukkan keseimbangan luar biasa antara gaya-gaya yang memungkinkan manusia hidup di alam semesta ini. Ke-cepatan ledakan Dentuman Besar, nilai gaya-gaya dasar, dan semua variabel lain yang akan kita bahas dalam bab-bab selanjutnya, yang kesemuanya vital untuk keberadaan alam semesta, telah diatur dengan ketepatan luar biasa.
Mari kita menyimpang sebentar dari pokok bahasan dan mem-pertimbangkan teori kebetulan materialisme. Kebetulan adalah sebuah istilah matematika dan peluang terjadinya sebuah peristiwa dapat dihitung menggunakan matematika probabilitas. Mari kita lakukan.
Dengan mempertimbangkan variabel-variabel fisik, bagaimana peluang alam semesta yang memberi kita kehidupan terbentuk secara kebetulan? Satu dalam miliar miliar? Atau triliun triliun triliun? Atau lebih?
Roger Penrose, seorang ahli matematika Inggris terkenal dan teman dekat Stephen Hawking, memikirkan pertanyaan ini dan mencoba mem-perhitungkan kemungkinannya. Dengan memasukkan semua variabel yang dianggapnya perlu bagi manusia untuk muncul dan hidup di planet bumi, dia menghitung probabilitas untuk lingkungan ini muncul di antara semua hasil yang mungkin dari Dentuman Besar.
Menurut Penrose, peluang untuk kejadian seperti itu adalah 1 banding 1010123 .
Membayangkan arti angka itu saja sudah sulit. Dalam matematika, nilai 10123 berarti 1 diikuti dengan 123 nol (angka ini jauh lebih besar dari jumlah total atom yang diyakini ada di seluruh alam semesta, 1078). Namun jawaban Penrose jauh lebih besar lagi: yaitu 1 diikuti 10123 angka nol.
Atau pikirkan ini: 103 berarti 1.000, seribu. 10103 adalah angka 1 yang diikuti 1.000 nol. Jika ada enam nol, disebut satu juta; jika sembilan, satu miliar; jika dua belas, satu triliun dan seterusnya. Bahkan tidak ada nama untuk angka 1 diikuti 10123 nol.
Untuk praktisnya, dalam matematika, probabilitas 1 dalam 1050 berarti “probabilitas nol”. Angka Penrose lebih besar daripada triliun triliun triliun kali angka tersebut. Dengan kata lain, angka Penrose menyatakan bahwa pembentukan alam semesta kita merupakan “kebe-tulan” atau “ketidaksengajaan” adalah tidak mungkin.
Mengenai angka yang membingungkan ini, Roger Penrose berko-mentar:
Angka ini menunjukkan betapa tepatnya maksud Pencipta, yaitu ketelitian satu dalam 1010123. Angka ini sangat luar biasa. Orang bahkan tidak mungkin menuliskan angka itu dalam bentuk penuhnya: yang berarti satu diikuti 10123 nol. Bahkan jika kita menuliskan sebuah nol pada setiap proton dan setiap neutron di seluruh jagat raya—dan kita bisa menggunakan partikel-partikel lain selebihnya—kita tetap saja kekurangan tempat untuk menuliskan semua nol yang diperlukan. 26
Angka-angka yang menentukan rancangan dan rencana keseim-bangan alam semesta memainkan peranan penting dan melampaui pemahaman manusia. Mereka membuktikan bahwa alam semesta bukan hasil peristiwa kebetulan, dan menunjukkan “betapa tepatnya maksud Pencipta” seperti yang dinyatakan Penrose.
Bahkan, untuk menyadari bahwa alam semesta bukan “hasil peristiwa kebetulan”, seseorang tidak benar-benar membutuhkan per-hitungan ini sama sekali. Hanya dengan melihat sekelilingnya, manusia dapat dengan mudah menang-kap fakta penciptaan bahkan dalam suatu detail terkecil. Bagaimana mungkin alam semesta seperti ini, sempurna dalam sistemnya, matahari, bumi, manusia, ru-mah, mobil, pohon, bunga, se-rangga, dan segala hal lain di dalamnya, dapat terbentuk ka-rena atom-atom secara kebetul-an bertemu setelah sebuah ledakan? Setiap detail yang kita lihat menunjukkan bukti keber-adaan Allah dan kekuatan Ma-habesar-Nya. Hanya orang yang merenungkannya yang dapat melihat tanda-tanda tersebut.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al Baqarah, 2:164) !
Melihat Kebenaran Nyata
Sains abad ke-20 telah menunjukkan bukti mutlak bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah. Prinsip antropi yang telah disebutkan sebelumnya mengungkapkan bahwa setiap detail alam semesta telah dirancang bagi manusia untuk hidup di dalamnya dan bahwa tidak mungkin itu terjadi secara kebetulan.
Yang menarik adalah bahwa orang-orang yang menemukan semua ini dan sampai pada kesimpulan bahwa alam semesta tidak mungkin terbentuk tanpa sengaja adalah orang-orang yang sama dengan yang mempertahankan filsafat materialisme. Ilmuwan seperti Paul Davies, Arno Penzias, Fred Hoyle, dan Roger Penrose bukanlah orang-orang yang taat beragama dan mereka tentu saja tidak bertujuan membuktikan keberadaan Allah ketika mereka melakukan pekerjaan mereka. Orang dapat membayangkan bahwa mereka mencapai kesimpulan tentang rancangan alam semesta karena kehendak Mahakuasa yang tidak mereka sadari.
Ahli astronomi Amerika, George Greenstein, mengakui ini dalam bukunya The Symbiotic Universe:
Bagaimana ini bisa terjadi (bahwa hukum-hukum fisika menyesuaikan diri dengan kehidupan)?... Setelah kami meninjau semua bukti, suatu pemikiran berkeras muncul bahwa suatu kekuatan supranatural—atau tepatnya, Keku-atan—pasti terlibat. Mungkinkah bahwa tiba-tiba, tanpa diniatkan, kami mendapatkan bukti ilmiah akan kehadiran Zat Mahaagung? Apakah itu Tuhan yang turun tangan dan berkenan menciptakan kosmos untuk keun-tungan kita?27
Sebagai seorang ateis, Greenstein mengabaikan kebenaran nyata; wa-laupun dia tidak bisa mencegah dirinya bertanya-tanya. Di lain pihak, ilmuwan lain yang tidak begitu berprasangka, langsung mengakui bahwa alam semesta pasti telah dirancang khusus untuk umat manusia agar hidup di dalamnya. Ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross mengakhiri artikelnya “Design and the Anthropic Principle” dengan kata-kata ini:
Pencipta yang transenden dan cerdas pasti telah menciptakan alam semesta. Pencipta yang transenden dan cerdas pasti telah merancang alam semesta. Pencipta yang transenden dan cerdas pasti telah merancang planet bumi. Pencipta yang transenden dan cerdas pasti telah merancang kehidupan.28
Jadi, ilmu pengetahuan membuktikan penciptaan. Tentu saja ada Allah dan Dia menciptakan segalanya di sekeliling kita, terlihat maupun tidak. Dia adalah Pencipta tunggal keseimbangan yang luar biasa men-cengangkan dan rancangan langit dan bumi.
Telah sampai pada satu waktu bahwa sekarang materialisme tak lebih dari sistem kepercayaan takhyul, tidak ilmiah. Ahli genetik Amerika Robert Griffiths dengan bercanda menyatakan “Jika kita me-merlukan seorang ateis untuk berdebat, saya akan pergi ke jurusan filsafat. Jurusan fisika tidak berguna sedikit pun.” 29
Sebagai ringkasan: Setiap hukum fisika dan setiap konstanta fisik dalam alam semesta telah secara spesifik dirancang untuk memungkin-kan manusia ada dan hidup. Dalam bukunya The Cosmic Blueprint, Davies menyatakan kebenaran ini di paragraf terakhir, “Kesan adanya Rancang-an sangat mendalam.”30
Tak diragukan lagi, rancangan alam semesta adalah bukti perwujud-an kekuatan Allah. Keseimbangan tepat dan semua manusia dan makhluk lainnya adalah bukti kekuatan agung Allah dan penciptaan. Hasil yang ditemukan oleh ilmu modern hanyalah pengerjaan ulang dari kebenaran yang telah diungkapkan empat belas abad lalu dalam Al Quran:
“Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha-suci Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Al A’raaf, 7:54) !
Picture Text
Paul Davies: "Bukti ini cukup kuat untuk mengakui keberadaan suatu desain kosmik yang sadar"
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 47)
Ahli biologi molekuler, Michael Denton, membahas topik penting dalam bukunya, Nature's Destiny: How the Laws of Biology Reveal Purpose in the Universe. Menurut Denton alam semesta diciptakan dan dirancang khusus untuk memungkinkan kehidupan manusia.
PROBABILITAS TERJADINYA ALAM SEMESTA YANG
MEMUNGKINKAN KEHIDUPAN TERBENTUK
Perhitungan ahli matematika Inggris, Roger Penrose, menunjukkan bahwa probabilitas bagi terbentuknya alam semesta yang kondusif untuk kehidupan secara kebetulan adalah 1 dalam 1010123. Frase “sangat mustahil” tidak cukup untuk menggambarkan peluang ini.
101000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
Roger Penrose: Angka ini menunjukkan betapa tepatnya maksud Pencipta.
BAB 3
IRAMA ATOM
Jika pemikiran paling cemerlang di dunia hanya dapat dengan susah payah menguraikan kerja alam yang misterius, bagaimana mungkin kerja alam itu hanya merupakan suatu kebetulan tanpa pemikiran, atau sebuah produk peristiwa acak?
Paul Davies, profesor Fisika Teoretis 31
Ilmuwan sepenuhnya sepakat bahwa, berdasarkan perhitungan, Dentuman Besar terjadi sekitar 17 ribu miliar yang lalu. Semua mate-ri yang membentuk alam semesta diciptakan dari ketiadaan, namun dengan rancangan luar biasa, seperti yang kita bicarakan pada dua bab pertama. Akan tetapi, alam semesta yang muncul dari Dentuman Besar bisa saja berbeda dengan alam semesta yang sudah terbentuk alam semesta kita.
Misalnya, andaikan nilai keempat gaya dasar berbeda, alam semesta akan hanya terdiri dari radiasi dan menjadi jaringan cahaya tanpa bin-tang, galaksi, manusia, atau lain-lainnya. Berkat keseimbangan sempurna ke-empat gaya tersebut, “atom-atom” bahan pembangun untuk apa yang disebut “materi” terbentuk.
Para ilmuwan juga bersepakat bahwa dua unsur pertama yang paling sederhana—hidrogen dan helium—mulai terbentuk dalam empat belas detik pertama setelah Dentuman Besar. Kedua unsur itu terbentuk seba-gai hasil reduksi/pengurangan dalam entropi alam semesta yang menye-babkan materi tersebar ke mana-mana. Dengan kata lain, pada awalnya alam semesta hanya sebuah kumpulan atom hidrogen dan helium. Jika tetap seperti itu, lagi-lagi tidak akan ada bintang, planet, batu, tanah, pohon, atau manusia. Alam semesta akan menjadi jagat raya tanpa kehidupan, yang terdiri hanya dari kedua unsur itu.
Karbon, unsur dasar kehidupan, adalah unsur yang jauh lebih berat daripada hidrogen dan helium. Bagaimana unsur tersebut terbentuk?
Ketika mencari jawaban untuk pertanyaan itu, para ilmuwan ter-sandung pada sebuah penemuan paling mengejutkan di abad ini.
Struktur Unsur-Unsur
Kimia adalah ilmu alam yang mempelajari senyawa, struktur, dan sifat-sifat zat dan perubahan yang mereka alami. Dasar kimia modern adalah tabel periodik unsur. Pertama kali diperkenalkan oleh ahli kimia Rusia, Dmitry Ivanovich Mendeleyev, unsur-unsur dalam tabel periodik disusun menurut struktur atom mereka. Hidrogen menempati posisi pertama dalam tabel karena hidrogen adalah unsur paling sederhana, yang terdiri dari hanya satu proton dalam nukleus/intinya dan satu elek-tron yang mengitarinya.
Proton adalah partikel subatomik yang membawa muatan listrik po-sitif dalam nukleus atom. Helium, dengan dua proton, menempati posisi kedua dalam tabel periodik. Karbon mempunyai enam proton dan oksi-gen mempunyai delapan proton. Semua unsur mengandung jumlah pro-ton berbeda-beda.
Partikel lain yang terdapat di dalam inti atom adalah neutron. Tidak seperti proton, neutron tidak membawa muatan listrik: dengan kata lain mereka bermuatan netral, sehingga diberi nama neutron.
Partikel dasar ketiga yang membangun atom adalah elektron, yang bermuatan negatif. Dalam setiap atom, jumlah proton sama dengan jumlah elektron. Namun, tidak seperti proton dan neutron, elektron tidak berlokasi dalam nukleus. Alih-alih, mereka bergerak mengelilingi nukle-us dengan kecepatan tinggi sehingga muatan positif dan negatif atom tetap terpisah.
Perbedaan dalam struktur atom (jumlah proton/elektron) adalah yang membuat unsur-unsur berbeda satu sama lain.
Aturan penting dalam kimia (klasik) adalah bahwa unsur-unsur tidak bisa berubah menjadi unsur lain. Mengubah besi (dengan 26 proton) menjadi perak (18 proton) akan mengharuskan penyingkiran delapan proton dari nukleus. Namun proton terikat jadi satu oleh gaya inti/nuklir yang kuat dan jumlah proton dalam nukleus hanya bisa diubah dengan reaksi nuklir. Tetapi reaksi yang terjadi pada kondisi bumi adalah reaksi kimia yang hanya bergantung pada pertukaran elektron dan tidak mempengaruhi nukleus.
Pada Abad Pertengahan muncul “sains” yang disebut alkimia (alche-my)—cikal bakal kimia modern. Ahli alkimia, yang tidak mengetahui tabel periodik atau struktur atom unsur-unsur, mengira bahwa mengu-bah satu unsur menjadi unsur lain bisa saja dilakukan. (Tujuan yang pa-ling disukai, untuk alasan yang jelas, adalah mencoba mengubah besi menjadi emas.) Kita tahu sekarang bahwa yang dilakukan para ahli alki-mia tidak mungkin tercapai di bawah kondisi normal seperti kondisi di bumi: Suhu dan tekanan yang diperlukan agar perubahan seperti itu terja-di terlalu besar untuk dicapai di laboratorium bumi. Namun perubahan itu mungkin jika Anda punya tempat yang tepat untuk melakukannya.
Dan tempat yang tepat, ternyata, di jantung bintang-bintang.
Laboratorium Alkimia di Alam Semesta:
Raksasa Merah
Suhu yang diperlukan untuk melawan keengganan inti atom ber-ubah adalah mendekati 10 juta derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan alkimia hanya mungkin terjadi di bintang. Dalam bintang berukuran sedang seperti Matahari, energi luar biasa banyaknya yang dipancarkan berasal dari hidrogen yang bergabung menjadi helium.
Dengan mengingat ulasan singkat ilmu kimia unsur ini, mari kita kaji kembali efek yang terjadi sesaat setelah Dentuman Besar. Telah disebut-kan bahwa hanya atom hidrogen dan helium yang ada di alam semesta setelah Dentuman Besar. Para ahli astronomi percaya bahwa bintang seje-nis matahari terbentuk dari nebula (awan kosmis) yang terdiri dari hidro-gen dan helium yang dimampatkan sampai reaksi termonuklir hidrogen-menjadi-helium terjadi. Jadi, sekarang kita memiliki bintang-bintang. Namun alam semesta masih tanpa kehidupan. Untuk kehidupan, unsur yang lebih berat—khususnya, oksigen dan karbon—diperlukan. Diper-lukan proses lain untuk mengubah hidrogen dan helium menjadi unsur lain lagi.
“Pabrik pengolahan” unsur-unsur berat ini ternyata adalah raksasa-raksasa merah jenis bintang yang lima puluh kali lebih besar daripada matahari.
Raksasa merah jauh lebih panas daripada bintang jenis matahari dan sifat ini menjadikan mereka berkemampuan melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan bintang lain: mengubah helium menjadi karbon. Bahkan, ini juga tidak mudah bagi raksasa merah. Seperti diungkapkan oleh ahli astronomi Greenstein: “Bahkan sekarang, setelah jawaban (se-perti untuk pertanyaan bagaimana mereka melakukannya) diketahui, metode yang diperlukan begitu mencengangkan.”32
Nomor atom helium adalah 2: yaitu memiliki dua proton dalam inti-nya. Nomor atom karbon adalah 6. Dalam suhu yang begitu tinggi pada raksasa merah, tiga atom helium bergabung menjadi atom karbon. Inilah “alkimia” yang menyediakan unsur lebih berat bagi alam semesta setelah Dentuman Besar.
Namun seperti kami sebutkan, ini tidaklah mudah. Hampir tidak mungkin untuk menggabungkan dua atom helium, dan sangat tidak mungkin menggabungkan tiga atom. Lantas, bagaimana enam proton yang diperlukan karbon dapat bergabung?
Ini adalah proses dua langkah. Pertama, dua atom helium berfusi menjadi unsur antara yang memiliki empat proton dan empat neutron. Selanjutnya, helium ketiga berfusi dengan unsur antara ini untuk mem-bentuk karbon dengan enam proton dan enam neutron.
Unsur antara tersebut adalah berilium. Berilium biasa ditemukan di bumi, namun berilium yang ada di raksasa merah berbeda dalam hal yang sangat penting: terdiri dari empat proton dan empat neutron, sementara berilium di bumi memiliki lima neutron. “Berilium raksasa-merah” merupakan jenis yang berbeda. Inilah yang disebut “isotop” dalam ilmu kimia.
Sekarang muncullah kejutan sesungguhnya. Isotop tersebut rupa-nya sama sekali tidak stabil. Para ilmuwan telah meneliti isotop ini bertahun-tahun dan mendapati bahwa setelah terbentuk, isotop ini akan meluruh dalam waktu 0,000000000000001 (satu per-juta-miliar) detik.
Bagaimana isotop berilium yang begitu tidak stabil, yang terbentuk dan meluruh dalam waktu sangat singkat, mampu bergabung dengan helium menjadi atom karbon? Ini seperti meletakkan batu bata ketiga di atas dua lainnya yang akan berpencar dalam waktu satu per-juta-miliar detik jika mereka sempat saling bertumpuk dalam susunan tertentu. Bagaimana proses ini berlangsung di raksasa merah? Para ahli fisika telah berusaha memecahkan teka-teki ini selama beberapa dekade tanpa jawab-an. Ahli astrofisika Amerika, Edwin Salpeter, akhirnya menemu-kan petunjuk untuk misteri ini dalam konsep “resonansi atomik”.
Resonansi dan Resonansi Ganda
Resonansi didefinisikan sebagai frekuensi (getaran) selaras dari dua materi yang berbeda.
Contoh sederhana dari pengalaman sehari-hari akan menjelaskan apa yang disebut para ahli fisika sebagai “resonansi atomik”. Bayangkan, Anda bermain ayunan bersama anak Anda di taman bermain. Si kecil duduk di atas ayunan dan Anda mendorongnya untuk memulai ayunan. Untuk menjaga ayunan terus mengayun, Anda harus mendorongnya dari belakang. Namun, waktu memberikan dorongan ini sangat penting. Se-tiap kali ayunan mendekat, Anda harus memberikan dorongan tepat pada waktunya: ketika ayunan berada pada titik tertinggi dari gerakan-nya menuju Anda. Jika Anda mendorong terlalu awal, hasilnya adalah tabrakan yang mengganggu irama ayunan; jika Anda terlambat mendo-rong, usaha tersebut akan sia-sia karena ayunan telah bergerak menjauh. Dengan kata lain, frekuensi dorongan harus selaras dengan frekuensi ayunan menuju Anda.
Para ahli fisika menyebut “keselarasan frekuensi” seperti itu sebagai “resonansi”. Ayunan memiliki frekuensi: misalnya mendekati Anda setiap 1,7 detik. Anda mendorong ayunan setiap 1,7 detik juga. Tentu saja jika Anda menghendaki, Anda dapat mengubah frekuensi gerakan ayunan, namun jika demikian, Anda harus mengubah frekuensi dorongan juga, jika tidak, ayunan tidak akan berayun dengan nyaman.33
Seperti halnya dua benda atau lebih yang bergerak dapat beresonan-si, resonansi juga dapat terjadi ketika satu benda bergerak menyebabkan gerakan pada benda lain. Resonansi jenis ini sering terlihat pada alat musik dan disebut “resonansi akustik”. Ini dapat terjadi, misalnya, di antara dua biola yang telah disetel selaras. Jika salah satu dari biola ini dimainkan di dalam satu ruangan dengan biola yang lain, senar biola kedua akan bergetar walaupun tidak ada seorang pun yang menyen-tuhnya. Karena kedua alat musik telah disesuaikan dengan teliti sampai pada frekuensi yang sama, getaran pada satu biola menyebabkan getaran pada biola yang lain. 34
Resonansi dalam kedua contoh di atas adalah bentuk resonansi yang sederhana dan mudah untuk dipahami. Ada bentuk resonansi lain dalam ilmu fisika yang tidak sederhana, dan dalam kasus inti atom, resonansi dapat begitu rumit dan peka.
Setiap inti atom memiliki tingkat energi alamiah yang telah berhasil diketahui setelah penelitian panjang para ahli fisika. Tingkat energi ini sangat berbeda antara satu atom dan atom yang lain, namun dalam beberapa kejadian yang sangat jarang dapat di-amati adanya resonansi di antara bebe-rapa inti atom. Ketika resonansi tersebut terjadi, gerakan inti atom saling selaras seperti halnya pada contoh ayunan dan biola. Hal yang penting dari kejadian ini adalah resonansi mendorong reaksi nuklir yang mempengaruhi inti atom. 35
Ketika menyelidiki bagaimana kar-bon dibuat oleh raksasa merah, Edwin Salpeter menyarankan adanya resonansi antara inti atom helium dan berilium yang mendorong reaksi tersebut. Reso-nansi ini, menurutnya, membuat atom-atom helium lebih mudah berfusi menja-di berilium, dan ini menyebabkan reaksi di raksasa merah. Namun, penelitian se-lanjutnya gagal untuk mendukung gagasan ini.
Fred Hoyle adalah ahli astronomi kedua yang menjawab pertanyaan ini. Hoyle mengembangkan gagasan Salpeter lebih lanjut, dengan memper-kenalkan gagasan “resonansi ganda”. Hoyle menyebutkan harus terdapat dua resonansi: satu yang menyebabkan dua helium berfusi menjadi berilium, dan satu lagi menyebabkan helium ketiga bergabung dengan formasi yang tidak stabil ini. Tak seorang pun percaya kepada Hoyle. Gagasan resonansi selaras yang terjadi sekali saja sudah sulit untuk diterima; apalagi resonansi tersebut terjadi dua kali, sama sekali tidak terpikirkan. Hoyle menekuni penelitiannya selama ber-tahun-tahun, dan pada akhirnya dia membuktikan bahwa gagasannya benar: Sungguh-sungguh terjadi resonansi ganda pada raksasa merah. Tepat pada saat dua atom helium beresonansi untuk bergabung, atom berilium muncul dalam satu per-juta-miliar detik yang diperlukan untuk menghasilkan karbon. George Greenstein menjelaskan mengapa resonansi ganda meru-pakan mekanisme yang luar biasa:
Terdapat tiga struktur yang sama sekali terpisah dalam cerita ini—helium, berilium dan karbon—dan dua resonansi yang sama sekali terpisah. Sulit untuk melihat mengapa inti-inti atom ini harus bekerja sama dengan mu-lus... Reaktor nuklir lain tidak berlangsung dengan serangkaian kebetulan yang luar biasa... Ini seperti menemukan resonansi yang dalam dan rumit antara mobil, sepeda, dan truk. Mengapa struktur yang sama sekali berbeda dapat bersatu dengan begitu sempurna? Keberadaan kita, dan seluruh ben-tuk kehidupan di alam semesta, bergantung pada proses ini. 36
Pada tahun-tahun berikutnya, ditemukan bahwa unsur lain seperti oksigen juga terbentuk dari resonansi yang begitu mengagumkan. Temu-an penganut materialis tulen Fred Hoyle atas “transaksi luar biasa” ini memaksanya untuk mengakui dalam bukunya Galaxies, Nuclei and Quasar, bahwa resonansi ganda seperti itu pastilah hasil rancangan dan bukan kebetulan.37 Dalam makalah lain, dia menulis:
Jika Anda ingin menghasilkan karbon dan oksigen dalam jumlah yang hampir sama dengan cara sintesis-inti bintang, ini adalah dua tingkat yang harus Anda tetapkan, dan penetapan Anda harus tepat pada tingkat di mana tingkat ini ditemukan.... Penafsiran yang masuk akal atas fakta ini menyarankan bahwa kecerdasan super telah mempermalukan para ahli fisi-ka, juga ahli kimia dan biologi, dan bahwa tidak ada kekuatan buta yang layak disebutkan di alam. Angka yang dihitung dari fakta itu begitu menyesakkan saya sehingga hampir tidak mungkin mengeluarkan kesimpulan ini. 38
Hoyle menyatakan bahwa kesimpulan yang tak terpungkiri dari kebenaran nyata ini jangan sampai diabaikan oleh ilmuwan lain.
Saya tidak percaya ilmuwan yang mempelajari kenyataan ini akan gagal menarik kesimpulan bahwa hukum fisika nuklir telah dirancang dengan sengaja dengan memperhatikan konsekuensi-konsekuensi yang mereka hasilkan di dalam bintang.39
Kebenaran nyata ini telah disebutkan dalam Al Quran 1400 tahun yang lalu. Allah menunjukkan keserasian dalam penciptaan langit dalam ayat:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan langit bertingkat-tingkat?” (QS. Nuh, 71: 15) !
Laboratorium Alkimia yang Lebih Kecil: Matahari
Perubahan helium menjadi karbon yang telah dijelaskan merupakan alkimia raksasa merah. Di dalam bintang yang lebih kecil seperti matahari kita, bentuk alkimia yang lebih sederhana terjadi. Matahari mengubah hidrogen menjadi helium dan reaksi ini merupakan sumber energinya.
Reaksi ini tidak kurang penting bagi keberadaan kita dibandingkan dengan reaksi di raksasa merah. Lebih lanjut, reaksi nuklir di matahari juga merupakan proses yang dirancang, seperti halnya di raksasa merah.
Hidrogen, unsur masukan reaksi ini, adalah unsur paling sederhana di alam semesta dengan hanya memiliki proton tunggal dalam intinya. Inti helium memiliki dua proton dan dua neutron. Proses yang terjadi di matahari adalah penggabungan empat atom hidrogen menjadi satu atom helium.
Sejumlah besar energi dilepaskan dari proses ini. Hampir semua energi panas dan cahaya yang mencapai bumi merupakan hasil dari reaksi nuklir matahari ini.
Seperti reaksi yang terjadi di raksasa merah, reaksi nuklir matahari ternyata melibatkan sejumlah aspek yang mengejutkan yang tanpanya re-aksi tersebut tidak akan berjalan. Anda tidak dapat begitu saja mencam-pur empat atom hidrogen menjadi sebuah atom helium. Agar hal ini terjadi, diperlukan proses dua tahap, seperti yang terjadi di raksasa me-rah. Pada langkah pertama, dua atom hidrogen bergabung membentuk inti antara yang disebut deuteron terdiri dari sebuah proton dan sebuah neutron.
Gaya apa yang cukup besar untuk menghasilkan deuteron dengan mencampurkan dua inti bersama? Gaya ini disebut “gaya nuklir kuat”, salah satu dari empat gaya dasar alam semesta yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Ini adalah gaya fisik yang paling kuat di seluruh alam semesta dan besarnya bermiliar-miliar-miliar-miliar kali lebih besar daripada gaya gravitasi. Hanya gaya ini, bukan lainnya, yang mampu menyatukan dua inti seperti ini.
Sekarang, hal paling aneh dari peristiwa ini adalah penelitian telah menunjukkan bahwa, sebegitu kuatnya gaya nuklir kuat ini, namun ha-nya cukup kuat untuk melakukan tepat apa yang selama ini telah dila-kukannya. Jika hanya sedikit lebih lemah, maka gaya ini tidak mampu menyatukan dua inti. Sebaliknya, dua proton yang saling berdekatan akan segera saling menjauh, dan reaksi di matahari akan berhenti sebe-lum dimulai. Dengan kata lain, matahari tidak akan ada sebagai bintang yang memancarkan energi. Tentang hal ini, Greenstein menyatakan “An-dai saja gaya nuklir kuat sedikit lebih lemah, cahaya bagi dunia tidak akan pernah menyala.” 40
Bagaimana jika sebaliknya, gaya nuklir kuat sedikit lebih kuat? Un-tuk menjawabnya, mula-mula kita harus mempelajari proses perubahan dua inti hidrogen menjadi inti deuteron dengan lebih terperinci. Pertama, salah satu proton membuang muatannya untuk menjadi neutron. Neu-tron ini bergabung dengan proton menjadi deuteron. Gaya yang menye-babkan penyatuan ini disebut “gaya nuklir kuat”; gaya yang mengubah proton menjadi neutron adalah gaya yang berbeda yang disebut “gaya nuklir lemah”. Tetapi lemah hanya dalam perbandingan, dan memer-lukan sepuluh menit untuk melakukan pengubahan. Pada tingkat atom, ini adalah waktu yang begitu lama dan berakibat memperlambat laju reaksi di matahari.
Mari kita kembali ke pertanyaan kita: Apa yang akan terjadi jika gaya nuklir kuat sedikit lebih kuat? Jawabannya adalah reaksi di matahari akan jauh berubah sebab gaya nuklir lemah akan lenyap dari reaksi.
Jika gaya nuklir kuat lebih kuat dari yang ada, ini akan mampu meng-gabungkan dua proton seketika tanpa menunggu sepuluh menit yang diperlukan bagi proton untuk berubah menjadi neutron. Hasilnya akan terbentuk sebuah inti dengan dua proton bukannya deuteron. Ilmuwan menyebut inti seperti itu sebagai diproton. Sejauh ini, diproton adalah unsur teoretis sebab belum pernah teramati terjadi secara alamiah. Namun jika gaya nuklir kuat lebih kuat daripada sesungguhnya, maka akan terbentuk diproton nyata di matahari. Lantas apa? Dengan meng-hilangkan perubahan proton menjadi neutron, kita akan menghilangkan “penyumbatan” yang menjaga “mesin” matahari bekerja selambat seka-rang. George Greenstein menjelaskan apa yang akan terjadi:
Matahari akan berubah, sebab tahap pertama dalam pembentukan helium bukan lagi pembentukan deuteron. Ini akan menjadi pembentukan di-proton. Dan reaksi ini sama sekali tidak memerlukan pengubahan proton menjadi neutron. Peran gaya nuklir lemah akan berakhir, dan hanya gaya nuklir kuat yang terlibat... dan sebagai hasilnya, bahan bakar matahari tiba-tiba akan menjadi sangat ampuh. Matahari dalam keadaan ini akan begitu kuat, begitu reaktif sehingga matahari dan setiap bintang yang lain akan meledak seketika. 41
Ledakan matahari akan menyebabkan dunia dan isinya terbakar, membuat planet biru kita beserta isinya hangus dalam beberapa detik. Disebabkan gaya nuklir kuat yang telah disesuaikan dengan tepat untuk tidak lebih kuat atau lebih lemah, laju reaksi nuklir matahari melambat dan matahari mampu memancarkan energi untuk bermiliar-miliar tahun. Penyesuaian yang teliti ini memungkinkan manusia untuk hidup. Jika terdapat sedikit saja penyimpangan dalam pengaturan ini, bintang-bintang (termasuk matahari) tidak akan terbentuk, kalaupun terbentuk akan segera meledak.
Dengan kata lain, struktur matahari bukanlah kebetulan atau ketidaksengajaan. Sungguh kebalikannya: Matahari telah diciptakan bagi kehidupan manusia, sebagaimana dinyatakan dalam ayat:
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (QS. Ar-Rahmaan, 55: 5) !
Proton dan Elektron
Sejauh ini kita telah mengkaji hal-hal yang terkait dengan gaya yang mempengaruhi inti atom. Terdapat keseimbangan lain dalam atom yang harus diperhatikan: keseimbangan antara inti dan elektron.
Dalam bahasa paling sederhana, elektron mengitari inti. Penyebab-nya adalah muatan listrik. Elektron memiliki muatan negatif dan proton memiliki muatan positif. Muatan yang berlawanan saling tarik, sehingga elektron sebuah atom akan tertarik ke inti. Namun elektron juga berputar dengan kecepatan sangat tinggi yang dalam keadaan normal akan melontarkannya dari inti atom. Dua gaya ini (saling tarik dan daya lontar) seimbang sehingga elektron bergerak pada orbit mengitari inti.
Atom juga seimbang dalam hal muatan listrik: Jumlah elektron yang mengorbit sama dengan jumlah proton dalam inti (misalnya, oksigen memiliki delapan proton dan delapan elektron.). Dengan cara ini gaya listrik dalam atom seimbang, dan dari sisi listrik, atom bermuatan netral.
Sejauh ini, begitu banyak perihal kimia dasar. Namun terdapat satu hal dalam struktur yang kelihatan sederhana ini yang diabaikan banyak orang. Proton jauh lebih besar daripada elektron dari sisi ukuran dan berat. Seandainya elektron adalah biji kacang, maka proton akan sebesar manusia. Secara fisik mereka jauh berbeda.
Namun muatan listrik mereka besarnya sama!
Meskipun muatan mereka (elektron negatif, proton positif) berla-wanan, besarnya sama. Tidak ada alasan jelas kenapa hal ini terjadi. Lebih meyakinkan (dan “masuk akal”) jika sebuah elektron memiliki muatan yang jauh lebih kecil.
Jika hal ini benar, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apa yang akan terjadi adalah setiap atom dalam alam semesta akan bermuatan positif bukannya netral. Dan karena muatan yang sama saling tolak, setiap atom di alam semesta akan mencoba dan menolak setiap atom yang lain. Alam seperti yang kita ketahui tidak akan ada.
Apa yang akan terjadi jika hal itu tiba-tiba terjadi sekarang? Apa yang akan terjadi jika setiap atom mulai saling tolak?
Hal yang sangat luar biasa akan terjadi. Mari kita mulai dari per-ubahan tubuh kita sendiri. Begitu hal ini terjadi, tangan dan lengan yang memegang buku ini akan seketika berantakan. Dan tidak hanya tangan, melainkan juga kaki, mata, gigi, dan setiap bagian tubuh akan meledak dalam kurang dari satu detik.
Ruangan tempat Anda duduk dan dunia sekitar akan meledak dalam sesaat. Seluruh lautan, gunung, planet dalam tata surya, bintang serta galaksi di alam semesta akan berantakan menjadi debu atom. Dan tidak akan ada sesuatu pun di alam semesta yang dapat diamati. Alam semesta akan menjadi sekumpulan atom tak beraturan yang saling tolak.
Seberapa besar perbedaan muatan listrik antara proton dan elektron untuk menjadikan hal mengerikan tersebut terjadi? Satu persen? Seper-sepuluh persen? George Greenstein menjawab pertanyaan ini dalam buku The Symbiotic Universe:
Benda kecil seperti batu, manusia, dan sebagainya akan terbang berantakan jika kedua muatan berbeda sekecil satu bagian dalam 100 miliar. Struktur lebih besar seperti bumi dan matahari memerlukan keseimbangan yang lebih sempurna untuk keberadaan mereka sampai satu bagian dari semiliar-miliar. 42
Ini adalah keseimbangan lain yang dengan tepat disesuaikan, yang membuktikan bahwa alam semesta dengan sengaja dirancang dan dicip-takan untuk tujuan tertentu. Seperti diungkapkan John D. Barrow dan Frank J. Tipler dalam buku “The Anthropic Cosmological Principle”, “terda-pat rancangan besar dalam alam semesta yang memungkinkan per-kembangan makhluk hidup berkecerdasan”. 43
Tentu saja setiap rancangan membuktikan keberadaan “perancang” dengan kesadaran. Dialah Allah, “Penguasa seluruh alam”, dijelaskan dalam Al Quran sebagai satu-satunya Kekuatan yang menciptakan alam semesta dari kehampaan, merancang, dan membentuknya atas kehen-dak-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:
“Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia meninggikan bangunannya lalu me-nyempurnakannya.” (QS. An-Naazi’aat, 79: 27-28) !
Berkat keseimbangan luar biasa yang kita pelajari dalam bab ini, materi mampu bertahan dengan stabil, dan kestabilan ini merupakan bukti kesempurnaan ciptaan Allah sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:
“Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.” (QS. Ar-Rum, 30: 26) !
Picture Text
Raksasa merah adalah bintang-bintangyang sangat besar, sekitar lima puluh kali lebih besar daripada matahari. Jauh di tengah raksasa-raksasa ini berlangsung proses yang luar biasa.
Fred Hoyle adalah orang pertama yang menemukan keseimbangan luar biasa pada reaksi nuklir yang terjadi di raksasa merah. Meskipun ateis, Hoyle mengakui bahwa keseimbangan ini tidak dapat dijelaskan sebagai kebetulan dan merupakan sebuah pengaturan yang disengaja.
Matahari adalah reaktor nuklir raksasa yang terus-menerus mengubah atom hidrogen menjadi atom helium dan menghasilkan panas dari proses tersebut. Namun yang penting untuk proses ini adalah ketepatan luar biasa yang membuat reaksi-reaksi ini seimbang di dalam matahari. Perubahan sedikit saja pada salah satu gaya yang mengatur reaksi ini akan menyebabkan kegagalan reaksi atau ledakan berkelanjutan yang menghancurkan.
REAKSI KRITIS DI MATAHARI
1. Atas: Empat atom hidrogen di matahari bergabung menjadi sebuah atom helium.
2. Bawah: Ini adalah proses dengan dua langkah. Mula-mula dua atom hidrogen berfusi mem-bentuk sebuah deuteron. Perubahan ini sangat pelan dan yang membuat matahari terbakar terus-menerus.
Jika gaya nuklir sedikit lebih kuat, sebuah di-proton akan terbentuk bukannya sebuah deuteron. Tetapi, reaksi seperti itu tidak dapat dipertahankan untuk waktu lama: Ledakan berkelanjutan yang menghancurkan akan terjadi hanya dalam beberapa detik.
Baik massa maupun volume sebuah proton jauh lebih besar daripada elektron, namun anehnya, kedua partikel ini memiliki muatan listrik yang besarnya sama (meskipun berlawanan). Karena kenyataan ini, atom bermuatan listrik netral.
BAB 4
KETERATURAN DI LANGIT
....Sesuatu yang lain pasti berada di belakang segalanya, mengarahkan. Dan itu, bisa disebut, semacam bukti matematika atas ketuhanan.
Guy Murchie, Penulis Sains dari Amerika44
Pada malam tanggal 4 Juli 1054, para ahli astronomi Cina menyak-sikan kejadian luar biasa: Sebuah bintang yang sangat terang muncul secara tiba-tiba di sekitar gugusan Taurus. Begitu terang sehingga dapat disaksikan bahkan pada siang hari. Pada malam hari, bintang tersebut lebih terang daripada bulan.
Apa yang diamati para ahli astronomi Cina adalah salah satu fenome-na astronomis yang paling menarik dan bencana paling besar di alam se-mesta. Itulah supernova.
Supernova adalah sebuah bintang yang hancur oleh ledakan. Sebuah bintang raksasa menghancurkan diri dalam ledakan dahsyat, dan materi intinya bertebaran ke seluruh penjuru. Cahaya yang dihasilkan dalam peristiwa ini ribuan kali lebih terang daripada keadaan normal.
Para ilmuwan masa kini menganggap bahwa supernova memainkan peran penting dalam penciptaan alam semesta. Ledakan ini menyebab-kan unsur-unsur berbeda berpindah ke bagian lain alam semesta. Diasumsikan bahwa materi yang dilontarkan ledakan ini kemudian ber-gabung untuk membentuk galaksi atau bintang baru di bagian lain alam semesta. Menurut hipotesis ini, tata surya kita, matahari dan planetnya termasuk bumi, merupakan produk supernova yang terjadi dahulu kala.
Meskipun supernova tampak seperti ledakan biasa, pada kenyataan-nya sangat terstruktur dalam setiap detailnya. Dalam Nature's Destiny, Michael Denton menulis:
Jarak antarsupernova dan bahkan antar semua bintang sangat penting untuk alasan yang lain. Jarak antarbintang dalam galaksi kita adalah sekitar 30 juta tahun cahaya. Jika jarak ini lebih dekat, orbit planet-planet akan tidak stabil. Jika lebih jauh, maka debu hasil supernova akan tersebar begitu acak sehingga sistem planet seperti tata surya kita tidak mungkin pernah terben-tuk. Jika alam semesta menjadi rumah bagi kehidupan, maka kedipan super-nova harus terjadi pada laju yang sangat tepat dan jarak rata-rata di antara-nya, dan bahkan antarseluruh bintang, harus sangat dekat dengan jarak yang teramati sekarang. 45
Perbandingan antara supernova dan jarak antarbintang hanyalah dua detail lain yang sangat selaras pada alam semesta yang penuh keaja-iban. Mengamati lebih teliti alam semesta, pengaturan yang kita lihat be-gitu indah, baik dalam perancangan maupun susunan.
Mengapa Begitu Banyak Ruang Kosong?
Marilah kita rangkum apa yang telah kita kaji. Alam semesta setelah Dentuman Besar adalah nebula yang hanya terdiri dari hidrogen dan helium. Unsur yang lebih berat terbentuk kemudian melalui reaksi nuklir yang dirancang dengan sengaja. Namun, keberadaan unsur yang lebih berat tidaklah cukup bagi alam untuk menjadi tempat yang layak bagi kehidupan. Masalah yang lebih penting adalah bagaimana alam semesta dibentuk dan diatur.
Kita akan mulai dengan pertanyaan seberapa besar alam semesta.
Bumi adalah bagian dari tata surya. Dalam sistem ini, terdapat sem-bilan planet utama dan lima puluh empat satelit, serta tak terhitung aste-roid, yang semuanya mengitari bintang yang disebut “Matahari”— sebu-ah bintang berukuran sedang dibandingkan bintang lainnya di alam semesta. Bumi adalah planet ketiga dari matahari.
Marilah kita coba memahami seberapa besar sistem tata surya. Dia-meter matahari adalah 103 kali diameter bumi. Untuk menggambarkan-nya, diameter bumi adalah 12.200 km. Jika kita memperkecil bumi men-jadi sebesar kelereng, maka matahari sebesar bola sepak. Namun yang menarik adalah jarak antar keduanya. Dengan perbandingan yang masih tetap, maka jarak antara bola sepak dan kelereng adalah 280 meter. Benda yang mewakili planet terluar harus diletakkan beberapa kilometer dari bola sepak.
Meskipun tampak begitu besar, tata surya sungguh kecil dibanding-kan dengan galaksi Bima Sakti, tempat tata surya berada. Terdapat lebih dari 250 miliar bintang di dalam Bima Sakti—beberapa mirip dengan matahari, yang lain lebih besar atau lebih kecil. Bintang terdekat dengan matahari adalah Alpha Centauri. Jika kita akan meletakkan Alpha Centauri ke dalam model tata surya kita (bola dan kelereng), maka model bintang ini harus diletakkan 78.000 km dari bola.
Ini terlalu besar bagi siapa pun untuk memahaminya, jadi mari kita perkecil skalanya. Kita anggap bumi sebesar debu. Ini akan menjadikan matahari sebesar biji kacang dan berjarak tiga meter dari bumi. Dengan skala ini, Alpha Centauri harus diletakkan 640 km dari matahari.
Bima Sakti memiliki lebih dari 250 miliar bintang dengan jarak antar-bintang yang sama mencengangkannya. Matahari terletak lebih ke tepi pada galaksi dengan bentuk spiral ini, bukan cenderung ke tengah.
Bahkan Bima Sakti itu kerdil dibandingkan dengan alam semesta yang luas. Bima Sakti hanyalah satu dari sekian banyak galaksi—300 miliar menurut perhitungan terakhir. Dan jarak antargalaksi adalah jutaan kali jarak matahari dan Alpha Centauri.
George Greenstein, dalam buku The Symbiotic Universe, memberikan komentar terhadap luas yang tak terbayangkan ini:
Seandainya bintang-bintang lebih dekat, ilmu astrofisika tidak akan jauh berbeda. Proses fisik dasar yang terjadi pada bintang, nebula, dan sebagainya, tetap berjalan tanpa perubahan. Penampakan galaksi kita dilihat dari jarak yang jauh, akan sama. Sedikit perbedaan yang tampak hanyalah pemandangan langit pada malam hari dari rerumputan tempat saya berbaring akan lebih kaya dengan bintang. Dan, oh ya, satu lagi perubahan kecil: Tidak akan ada saya yang melakukan pengamatan itu.... Begitu sia-sia angkasa tersebut! Di sisi lain, pada kesia-siaan itulah kesela-matan kita bergantung. 46
Greenstein juga menerangkan alasan untuk hal ini. Dalam pandang-annya, ruang yang luar biasa besarnya di angkasa memungkinkan unsur-unsur fisik tertentu untuk diatur sedemikian tepat agar cocok untuk ke-hidupan manusia. Dia juga menekankan pentingnya ruang yang begitu besar ini bagi keberadaan bumi sambil memperkecil kemungkinan tabrakan dengan bintang lain.
Ringkasnya, penyebaran benda-benda langit di alam semesta adalah pengaturan yang tepat bagi manusia untuk dapat hidup di planet ini. Ruang yang begitu besar ini adalah hasil dari rancangan yang disengaja dengan maksud tertentu dan bukan hasil peristiwa kebetulan.
Entropi dan Keteraturan
Untuk mengetahui konsep keteraturan di alam semesta, mula-mula kita perlu membahas Hukum Kedua Termodinamika, salah satu hukum fisika dasar.
Hukum ini menyatakan bahwa, jika dibiarkan, sistem yang teratur akan menjadi tidak stabil dan berkurang keteraturannya sejalan dengan waktu. Hukum ini disebut Hukum Entropi. Dalam ilmu fisika, entropi adalah derajat ketidakteraturan dalam sistem. Perubahan sistem dari ke-adaan stabil menjadi tidak stabil adalah peningkatan entropi. Ketidak-stabilan secara langsung terkait dengan entropi sistem tersebut.
Ini adalah pengetahuan umum, yang banyak di antaranya dapat kita amati dalam hidup keseharian. Jika Anda meninggalkan mobil di tempat terbuka bertahun-tahun atau bahkan cuma beberapa bulan, ketika kebali, Anda pasti tidak bisa mengharapkan mobil Anda dalam kondisi seperti pada waktu Anda meninggalkannya. Anda mungkin mendapati ban kempes, jendela rusak, karat pada bagian mesin dan rangka, dan seba-gainya. Hal yang sama terjadi jika Anda mengabaikan pemeliharaan rumah beberapa hari, dan Anda akan mendapati rumah lebih berdebu dan lebih berantakan setiap harinya. Ini adalah bentuk entropi; namun Anda dapat mengembalikannya dengan membersihkan, merapikan, serta membuang sampah.
Hukum Kedua Termodinamika secara luas diterima dan mengikat. Einstein, ilmuwan paling penting abad ini, menyatakan bahwa hukum ini adalah “hukum pertama seluruh ilmu pengetahuan”. Ilmuwan Amerika, Jeremy Rifkin, menyatakan dalam Entropy: A New World View:
Hukum Entropi akan memimpin sebagai hukum yang berkuasa sampai pada periode sejarah berikutnya. Albert Einstein me-nyatakan bahwa ini adalah hu-kum utama seluruh ilmu pengetahuan: Sir Arthur Eddington menyebutnya hu-kum metafisikal agung di seluruh alam semesta. 47
Penting untuk ditegaskan bah-wa Hukum Entropi dengan sendirinya menggugurkan banyak klaim penganut materialisme sejak awal. Jika terdapat rancangan nyata dan ke-teraturan pada alam semesta, hukum ini menyatakan bahwa, sejalan dengan waktu, keadaan ini akan dianulir oleh alam itu sendiri. Ada dua kesimpulan dari pengamatan ini:
1. Dibiarkan begitu saja, alam semesta tidak akan bertahan untuk selama-nya. Hukum kedua menyatakan bahwa tanpa campur tangan dari luar dalam bentuk apa pun, entropi pada akhirnya menuju maksimal di seluruh penjuru alam semesta, menjadikannya dalam keadaan benar-benar homogen.
2. Klaim bahwa keteraturan yang kita amati bukan hasil campur tangan dari luar juga tidak benar. Segera setelah Dentuman Besar, alam se-mesta benar-benar dalam keadaan sama sekali tak beraturan seperti terjadi jika entropi telah mencapai derajat paling tinggi. Namun hal tersebut berubah seperti yang terlihat dengan mudah di sekitar kita. Perubahan ini berlangsung dengan melanggar salah satu hukum alam paling dasar—Hukum Entropi. Jelas, tidak mungkin menerangkan perubahan ini kecuali dengan mengakui adanya penciptaan supra-natural.
Sebuah contoh mungkin akan memperjelas poin kedua. Bayangkan alam semesta merupakan gua yang dipenuhi dengan segala jenis air, batu, dan debu. Kita tinggalkan gua tersebut untuk beberapa miliar tahun dan kembali menengoknya. Pada saat kita kembali, akan mendapati beberapa batu yang mengecil, beberapa menghilang, ketebalan debu meningkat, lumpur yang lebih banyak, dan seterusnya. Benda-benda semakin beran-takan, suatu hal yang lumrah persis seperti perkiraan kita. Jika beberapa miliar tahun kemudian, Anda mendapati batuan dengan rumit diukir menjadi patung, Anda tentu akan menyimpulkan bahwa keteraturan ini tidak dapat dijelaskan dengan hukum-hukum alam. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah bahwa sebuah “pemikiran berkesadaran penuh” me-nyebabkan hal ini terjadi.
Jadi, keteraturan alam semesta me-rupakan bukti yang dahsyat atas keber-adaan kesadaran yang agung. Ahli fisika pemenang Nobel dari Jerman, Max Planck, menjelaskan keteraturan alam semesta sebagai berikut:
Sebagai kesimpulan kita harus menga-takan, pada setiap kejadian, menurut se-mua yang diajarkan ilmu penge-tahuan tentang alam semesta yang begitu besar, di mana planet kecil kita memain-kan peran tak penting, terdapat keteraturan yang tidak tergantung kepada pemikiran manusia. Namun, sejauh kita dapat merumuskan dengan pikiran jernih kita, keteraturan ini dapat dirumuskan sebagai kejadian yang memiliki tujuan. Terdapat bukti adanya keteraturan cerdas pada alam semesta. 48
Paul Davies menjelaskan kemenangan keselarasan dan keseimbang-an yang luar biasa ini dari materialisme sebagai:
Ke manapun kita melihat di alam semesta, dari galaksi nun jauh di sana ke detail atom terdalam, kita menjumpai keteraturan.... Pusat dari gagasan alam semesta yang begitu teratur adalah konsep informasi. Sistem yang sangat rapi, mempertontonkan kegiatan yang sedemikian rapi, memerlukan begitu banyak informasi untuk menggambarkannya. Dengan kata lain, alam semesta mengandung begitu banyak informasi.
Kita lantas dihadapkan pada pertanyaan yang membuat penasaran. Jika informasi dan keteraturan selalu punya kecenderungan alamiah untuk lenyap, lantas dari mana asal mula informasi yang menjadikan bumi sebagai tempat yang begitu istimewa? Alam semesta tampak seperti jam yang bergerak teratur. Bagaimana pertama kali alam ini mendapatkan tenaganya?49
Einstein merujuk keteraturan ini sebagai kejadian yang tidak diper-kirakan, dan juga mengatakan bahwa ini dapat disebut sebagai keajaiban:
Nah, seorang yang a priori [menalar dari sebab ke akibat] pasti memper-kirakan bahwa dunia akan terbentuk sesuai dengan hukum [mengikuti hukum dan aturan] hanya selama kita [manusia] turut campur dengan kecerdasan kita yang mengatur... [Namun, alih-alih, kita menemukan] dalam dunia nyata suatu derajat keteraturan yang tinggi, sehingga kita yang a priori tidak diizinkan sedikit pun untuk memperkirakan. Ini adalah 'keajaiban' yang semakin diperkuat lagi dan lagi dengan perkembangan pengetahuan kita.50
Ringkasnya, untuk memahami keteraturan alam semesta diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang dalam dan luas. Alam semesta diran-cang, diatur, dan dijaga oleh Allah.
Allah mengungkapkan dalam Al Quran, bagaimana bumi dan langit dijaga dengan kuasa-Nya yang agung:
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan le-nyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Faathir, 35: 41) !
Keteraturan ilahiah di alam semesta mengungkapkan kele-mahan kepercayaan materialisme bahwa alam semesta adalah sekumpulan materi tak beraturan. Ini diungkapkan dalam ayat lain:
Andaikan kebenaran itu menuruti hawa nafsu me-reka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mere-ka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. Al Mu’minuun, 23: 71) !
Tata Surya
Tata surya adalah salah satu contoh keselarasan indah yang paling mengagumkan yang dapat disaksikan. Terdapat sembilan planet dengan lima puluh empat satelit yang diketahui dan benda-benda kecil yang jumlahnya tidak diketahui. planet-planet utama dihitung menjauh dari matahari adalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Ura-nus, Neptunus, dan Pluto. Bumi adalah satu-satunya planet yang di-ketahui mengandung kehidupan.
Tentunya, bumi adalah satu-satunya tempat di mana manusia dapat hidup dan bertahan tanpa alat bantu, berkat tanah dan air yang melim-pah serta atmosfer yang dapat dihirup untuk bernafas.
Pada struktur tata surya, kita menemukan contoh lain dari kein-dahan keseimbangan: Keseimbangan antara gaya sentrifugal planet yang dilawan oleh gaya gravitasi dari benda primer planet tersebut. (Dalam astronomi, benda primer adalah benda yang dikitari oleh benda lainnya. Benda primer bumi adalah matahari, benda primer bulan adalah bumi). Tanpa keseimbangan ini, segala sesuatu yang ada di tata surya akan terlontar jauh ke luar angkasa. Keseimbangan di antara kedua gaya ini menghasilkan jalur (orbit) tempat planet dan benda angkasa lain mengi-tari benda primernya.
Jika sebuah benda langit bergerak terlalu lambat, dia akan tertarik kepada benda primernya; jika bergerak terlalu cepat, benda primernya tidak mampu menahannya, dan akan terlepas jauh ke angkasa. Sebliknya, setiap benda langit bergerak pada kecepatan yang begitu tepat untuk terus dapat berputar pada orbitnya. Lebih jauh, keseimbangan ini tentu berbeda untuk setiap benda angkasa, sebab jarak antara planet dan matahari berbeda-beda. Demikian juga massa benda-benda langit ter-sebut. Jadi, planet-planet harus memiliki kecepatan yang berbeda untuk tidak menabrak matahari atau terlempar menjauh ke angkasa.
Ahli astronomi penganut materialisme bersikukuh bahwa asal mula dan kelangsungan tata surya dapat dijelaskan karena kebetulan. Lebih dari tiga abad lalu, banyak pemuja materialisme telah berspekulasi tentang bagaimana keteraturan menakjubkan ini bisa terjadi dan mereka gagal sama sekali. Bagi penganut materialisme, keseimbangan dan keter-aturan tata surya adalah misteri tak terjawab.
Kepler dan Galileo, dua ahli astronomi yang termasuk orang-orang pertama yang menemukan keseimbangan paling sempurna, mengakuinya sebagai rancangan yang disengaja dan tanda campur tangan ilahiah di seluruh alam semesta. Isaac Newton, yang diakui sebagai salah satu pemikir ilmiah terbesar sepanjang masa, pernah menulis:
Sistem paling indah yang terdiri dari matahari, planet, dan komet ini dapat muncul dari tujuan dan kekuasaan Zat yang berkuasa dan cerdas... Dia mengen-dalikan semuanya, tidak sebagai jiwa na-mun sebagai penguasa dari segalanya, dan disebabkan kekuasaan-Nya, Dia biasa dise-but sebagai “Tuhan Yang Mahaagung.” 51
Tempat Kedudukan Bumi
Di samping keseimbangan yang menakjubkan ini, posisi bumi di dalam tata surya dan di alam semesta juga merupakan bukti lain kesem-purnaan penciptaan Allah.
Temuan terakhir astronomi menunjukkan pentingnya keberadaan planet lain bagi bumi. Ukuran dan posisi Yupiter, sebagai contoh, ternyata begitu penting. Perhitungan astrofisika menunjukkan bahwa, sebagai planet terbesar dalam tata surya, Yupiter menjamin kestabilan orbit bumi dan planet lain. Peran Yupiter melindungi bumi dijelaskan dalam artikel “How Special Jupiter is” karya George Wetherill:
Tanpa planet besar yang dengan tepat ditempatkan di posisi Yupiter, bumi tentunya telah ditabrak ribuan kali lebih sering oleh komet dan meteor serta serpihan antarplanet. Jika saja tanpa Yupiter, kita tidak mungkin ada untuk mempelajari asal usul tata surya.52
Intinya, struktur tata surya telah dirancang khusus bagi umat manu-sia untuk hidup.
Mari kita kaji juga tempat kedudukan tata surya di alam semesta. Tata surya kita berada di salah satu cabang spiral raksasa dari galaksi Bima Sakti, lebih dekat ke tepi daripada ke tengah. Keuntungan apa yang didapat dari posisi seperti ini? Dalam Nature's Destiny, Michael Denton menjelaskan:
Yang mengejutkan adalah bahwa alam semesta bukan saja luar biasa tepat bagi keberadaan manusia dan adaptasi biologis manusia, namun juga bagi pemahaman kita... Karena posisi tata surya kita di tepi galaksi, kita dapat pada malam hari memandang jauh ke galaksi nun jauh di sana dan menggali pengetahuan dari struktur keseluruhan alam semesta. Andai saja kita berada di tengah galaksi, kita tidak akan pernah menyaksikan keindahan galaksi spiral atau memiliki gagasan tentang struktur alam semesta.53
Dengan kata lain, bahkan posisi bumi di galaksi merupakan bukti bahwa bumi diciptakan bagi manusia untuk hidup, demikian pula selu-ruh hukum fisika alam semesta.
Adalah kebenaran nyata bahwa alam semesta diciptakan dan diatur oleh Allah.
Alasan mengapa sebagian orang tidak dapat memahami hal ini adalah prasangka mereka sendiri. Namun pemikiran yang murni berda-sarkan kenyataan tanpa prasangka dapat dengan mudah memahami bahwa alam semesta diciptakan dan dikendalikan oleh Allah bagi manusia untuk hidup, seperti yang diungkapkan di dalam Al Quran:
“Dan tidak Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS. Shaad, 38: 27) !
Pemahaman mendalam ini diungkapkan di dalam ayat lain Al Quran:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergan-tinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imran, 3: 190-191) !
Picture Text
Ledakan raksasa yang dikenal sebagai supernova menyebabkan materi terlontar ke seluruh penjuru alam semesta. Jarak yang luar biasa jauh antar bintang dan galaksi di alam semesta memperkecil risiko yang diakibatkan ledakan tersebut terhadap benda-benda alam semesta lainnya.
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit
yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.”
(QS. Ash-Shaffat, 37: 6)
Mobil yang ditelantarkan akan memburuk dan hancur berkeping-keping. Segala sesuatu di alam semesta patuh terhadap entropi: hukum ini menyatakan bahwa, jika dibiarkan begitu saja, segala sesuatu berkurang kestabilannya dan berkurang keteraturannya sejalan dengan waktu.
Setiap galaksi di alam semesta adalah bukti struktur teratur yang ada di mana-mana. Sistem-sistem yang luar biasa ini, dengan rata-rata 300 miliar bintang di setiap sistem, menunjukkan keseimbangan dan keselarasan nyata.
Max Planck, Pemenang Nobel untuk bidang fisika:
“Sebuah keteraturan berlaku di jagat raya kita. Keteraturan ini dapat diformulasikan dalam bentuk aktivitas yang punya maksud tertentu.”
Albert Einstein: “Kita menemukan di dunia nyata sebuah keteraturan tingkat tinggi.”
Isaac Newton, salah satu perintis dan penemu fisika modern dan astronomi, menyaksikan bukti kuat ciptaan Tuhan dalam keteraturan alam semesta.
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Yaasin, 36: 40)
BAB 5
PLANET BIRU
Bumi, beserta atmosfer dan lautannya, beserta biosfernya yang rumit, beserta kerak yang terbentuk dari bekuan batuan metamorfik berlapis-lapis, yang relatif teroksidasi, kaya akan silika, dan menyelimuti [lapisan dan inti yang terdiri dari magnesium silikat] biji besi, beserta puncak salju, gurun pasir, hutan, padang lumut, rimba belantara, padang rumput, danau air tawar, padang batubara, kantong minyak, gunung api, lubang lahar, pabrik, mobil, tanaman, binatang, medan magnet, ionosfer, pegunungan di tengah laut, lapisan penyangga...merupakan sistem dengan kerumitan mencengangkan.
J. S. Lewis, Ahli Geologi dari Amerika54
Petualang luar angkasa khayalan, dari planet di angkasa nun jauh di sana, ketika mendekati tata surya akan menjumpai peman-dangan yang sangat menarik. Bayangkan bahwa kita adalah pe-ngembara seperti itu, dan kita sedang menghampiri bidang edar planet terhadap matahari—sebuah lingkaran raksasa pada bola langit di mana seluruh planet utama dalam tata surya kita bergerak.
Planet pertama yang dijumpai adalah Pluto.
Planet ini sangat dingin, dengan suhu sekitar -238oC. Atmosfernya tipis dan akan berbentuk gas jika planet ini berada hanya sedikit lebih dekat ke matahari pada orbitnya yang berbentuk agak elips. Lain saat, atmosfernya menjadi lapisan es. Pluto, ringkasnya, adalah bola tanpa kehidupan yang diselimuti es.
Bergerak mendekat matahari, Anda akan menjumpai Neptunus. Planet ini dingin juga, sekitar -218oC. Atmosfernya terdiri dari hidrogen, helium, dan metan, beracun bagi kehidupan. Angin yang bertiup kencang, mendekati 2.000 km per jam, bergemuruh di seluruh permukaan planet.
Lantas Uranus: planet gas yang pada permukaannya terdapat batuan dan es. Suhu permukaannya adalah -214oC dan atmosfernya, lagi-lagi, terdiri dari hidrogen, helium, dan metan—tak cocok bagi kehidupan manusia.
Setelah Uranus, Anda mendekati Saturnus. Ini adalah planet terbesar kedua dalam tata surya, dan terutama terkenal dengan sistem berbentuk cincin yang mengitarinya. Cincin ini terdiri dari gas, batuan, dan es. Salah satu dari sekian banyak hal menarik tentang Saturnus adalah planet ini seluruhnya terdiri dari gas: 75% hidrogen dan 25% helium, dan kera-patannya kurang daripada kerapatan air. Jika Anda ingin “mendarat-kan” pesawat di Saturnus, Anda sebaiknya merancang pesawat Anda agar bisa seperti pelampung! Suhu rata-rata lagi-lagi sangat rendah: -178oC.
Berikutnya adalah Yupiter: planet terbesar dalam tata surya, 318 kali lebih besar daripada bumi. Seperti Saturnus, Yupiter juga planet yang dibentuk oleh gas. Karena sulit membedakan “atmosfer” dan “permu-kaan” pada planet seperti ini, sulit juga ditentukan berapa suhu “permu-kaan”nya, namun pada lapisan atas atmosfer, suhu mencapai -143oC. Bentukan alam yang menarik di atmosfernya adalah apa yang disebut “Bintik Merah Raksasa”. Ini pertama kali diketahui 300 tahun yang lalu. Ahli astronomi sekarang mengetahui bahwa ini adalah badai yang luar biasa kuatnya yang telah berkecamuk di atmosfer Jovian selama berabad-abad. Badai ini cukup besar untuk menelan beberapa planet seukuran bumi. Yupiter mungkin planet yang mendebarkan, namun bukan rumah bagi manusia, yang seketika akan tewas karena temperatur yang mem-bekukan, angin yang ganas, dan radiasi yang tinggi.
Lantas muncul Mars. Atmosfer planet ini tidak mungkin mendukung kehidupan manusia sebab sebagian besar terdiri dari karbondioksida. Seluruh permukaannya dipenuhi kawah: hasil dari tubrukan meteor yang terus-menerus dan angin kencang yang bertiup di seluruh permu-kaannya, yang dapat menimbulkan badai pasir berhari-hari bahkan ber-minggu-minggu. Suhu agak bervariasi namun turun hingga -53oC. Telah banyak spekulasi bahwa di Mars mungkin terdapat kehidupan, namun seluruh bukti menunjukkan bahwa planet ini tanpa kehidupan juga.
Melesat dari Mars menuju matahari, kita melihat planet biru yang kita putuskan untuk sementara dilewatkan, dan menjelajah lagi. Pencari-an kita membawa kita ke sebuah planet bernama Venus. planet ini diseli-muti kabut putih cemerlang namun suhu permukaannya 450oC, yang cukup untuk melelehkan timah. Sebagian atmosfernya berupa karbon-dioksida. Di permukaan planet, tekanan atmosfer setara dengan 90 kali tekanan atmosfer bumi: di bumi, Anda harus menyelam satu kilometer ke dalam laut untuk mendapatkan tekanan setinggi ini. Di atmosfernya terdapat berlapis-lapis gas asam belerang sedalam beberapa kilometer. Tidak ada seorang pun atau kehidupan lain yang mampu bertahan sedetik pun di tempat yang keras seperti ini.
Kita bergerak terus dan mencapai Merkurius, dunia kecil berbatu, ditempa panas dan radiasi matahari. Rotasinya begitu terhambat oleh kedekatannya dengan matahari, menyebabkan planet ini melakukan hanya tiga rotasi aksial penuh selama dua kali peredaran mengelilingi matahari. Dengan kata lain, di Merkurius, dua “tahun” sama dengan tiga “hari”. Disebabkan perputaran harian yang begitu lama, satu sisi planet menjadi begitu panas sementara sisi lainnya begitu dingin. Perbedaan ssuhu antara sisi siang dan sisi malam dapat mencapai 1.000o C. Tentu saja lingkungan seperti ini tidak mungkin menopang kehidupan.
Ringkasnya, kita telah mengamati delapan planet dan tidak satu pun darinya, termasuk lima puluh tiga satelitnya menyediakan sesuatu yang mungkin menopang kehidupan. Semuanya tak lebih dari bola gas, es atau batu tanpa kehidupan.
Namun, bagaimana dengan planet biru yang kita lewatkan beberapa saat lalu? Ia berbeda dari yang lain. Dengan atmosfer yang ramah, kondisi permukaan, suhu permukaan, medan magnet, ketersediaan unsur-unsur, serta posisi pada jarak yang tepat dari matahari, tampak seperti telah dirancang secara khusus untuk tempat hidup.
Dan, seperti yang akan kita temukan, memang demikian adanya.
Peralihan Topik Sesaat dan
Peringatan tentang “Adaptasi”
Seterusnya dalam bab ini, kita akan mempelajari sifat-sifat bumi yang memperjelas bahwa planet kita secara khusus telah diciptakan untuk menopang kehidupan. Namun sebelum melakukannya, kita perlu mem-bicarakan hal lain untuk menghindari kemungkinan kesalahpahaman. Pembicaraan lain ini khususnya diperuntukkan bagi mereka yang ter-biasa menerima teori evolusi sebagai kebenaran ilmiah dan percaya sepenuhnya akan konsep “adaptasi”.
“Adaptasi” adalah kata benda dari kata kerja “adapt” (menyesuai-kan). “Adapt” menyiratkan perubahan mengikuti keadaan. Sebagaimana digunakan para evolusionis, ini berarti “perubahan suatu makhluk atau bagiannya yang membuat keberadaannya semakin sesuai dengan kondisi lingkungan”. Teori evolusi menyatakan bahwa seluruh makhluk hidup di bumi berasal dari satu makhluk (nenek moyang tunggal). Nenek moyang tunggal itu sendiri muncul secara kebetulan, dan teori ini sangat sering menggunakan makna kata “adaptasi” untuk mendukungnya.
Pendukung evolusi percaya bahwa makhluk hidup berubah menjadi spesies baru dengan beradaptasi terhadap lingkungan. Kita telah memba-has kesalahan klaim ini, bahwa mekanisme adaptasi makhluk hidup terhadap kondisi alam hanya terjadi dalam suatu kondisi tertentu, dan adaptasi tidak pernah bisa mengubah suatu spesies menjadi spesies la-in—dalam buku kami yang lain.55 Teori evolusi beserta konsep “adaptasi” tak lebih merupakan bentuk lain Lamarckisme, yaitu teori evolusi makh-luk hidup yang menyatakan bahwa perubahan lingkungan menyebabkan perubahan struktur binatang dan tumbuhan yang dapat diteruskan kepa-da keturunannya. Teori ini telah dibantah kuat dan tepat oleh komunitas ilmiah.
Meskipun tidak memiliki dukungan ilmiah, gagasan adaptasi me-ngesankan sebagian besar orang, dan inilah sebabnya kami harus me-nyinggung hal ini sebelum melanjutkan pembahasan. Dari kepercayaan pada kemampuan makhluk hidup untuk beradaptasi, hanya perlu selangkah lagi untuk sampai kepada gagasan bahwa kehidupan dapat terbentuk di planet lain seperti halnya pernah terbentuk di bumi. Ke-mungkinan ada makhluk kecil hijau hidup di Pluto, yang hanya sedikit berkeringat ketika suhu mencapai -238oC, yang menghirup helium, alih-alih oksigen, dan yang minum asam belerang, alih-alih air, telah meng-goda khayalan orang, terutama mereka yang khayalannya telah dipupuk produk-produk studio film Hollywood.
Namun ini hanyalah bahan untuk khayalan (serta film-film Holly-wood), sedang evolusionis yang lebih mengetahui biologi dan biokimia bahkan tidak mencoba untuk mempertahankan pernyataan seperti itu. Mereka mengetahui dengan sangat pasti bahwa kehidupan hanya ada jika tersedia kondisi dan unsur yang diperlukan. Jika mereka benar-benar percaya terhadap ini semua, pendukung makhluk hijau kecil (atau bentuk kehidupan alien lainnya) adalah mereka yang setia buta terhadap teori evolusi dan mengabaikan bahkan dasar-dasar biologi dan biokimia. Dalam pengabaian, mereka juga melahirkan skenario yang tidak masuk akal.
Jadi, dalam memahami kesalahan dari konsep adaptasi, hal pertama yang patut diperhatikan adalah bahwa kehidupan hanya ada jika terda-pat kondisi dan unsur penting tertentu. Satu-satunya model kehidupan yang berdasarkan kriteria ilmiah adalah kehidupan berbasis karbon, dan ilmuwan sepakat bahwa tidak ada bentuk kehidupan lainnya di manapun di alam semesta.
Karbon adalah unsur dengan nomor atom 6 dalam tabel periodik un-sur. Atom ini adalah dasar kehidupan di bumi sebab seluruh molekul makhluk hidup (seperti asam nukleat, asam amino, protein, lemak dan gula) dibentuk oleh kombinasi karbon dengan unsur lain dalam berbagai cara. Karbon membentuk berjuta-juta jenis protein setelah bergabung de-ngan hidrogen, oksigen, nitrogen dan lain-lain. Tidak ada unsur lain yang dapat menggantikan karbon. Seperti yang akan kita lihat pada bagian be-rikut, tak ada unsur selain karbon yang memiliki kemampuan untuk membentuk begitu banyak rantai kimia yang amat diperlukan oleh kehidupan.
Akibatnya, jika kehidupan dapat terjadi di planet lain di mana pun di alam semesta, maka kehidupan ini pasti berbasis karbon.56
Terdapat sejumlah kondisi yang mutlak penting bagi berlangsung-nya kehidupan berbasis karbon. Misalnya, senyawa berbasis karbon (se-perti protein) hanya dapat bertahan pada rentang temperatur tertentu. Senyawa ini akan mulai terurai pada temperatur lebih dari 120oC dan ru-sak tak terpulihkan jika didinginkan di bawah -20oC. Namun, tidak hanya suhu yang berperan penting dalam penentuan batasan kondisi yang cocok untuk keberadaan kehidupan berbasis karbon: juga jenis dan kekuatan cahaya, kekuatan gaya gravitasi, komposisi atmosfer, dan kekuatan medan magnet. Bumi menyediakan dengan tepat kondisi-kondisi yang memungkinkan kehidupan tersebut. Jika bahkan satu saja keadaan diubah, misalnya suhu rata-rata melebihi 120oC, tidak akan ada kehidupan di bumi.
Maka makhluk kecil hijau kita, yang mungkin hanya sedikit ber-keringat ketika suhu mencapai -238oC, yang menghirup helium, alih-alih oksigen, dan yang minum asam belerang, alih-alih air, tidak mungkin ada di mana pun karena makhluk hidup berbasis karbon tidak mampu ber-tahan dalam kondisi seperti itu, dan satu-satunya kehidupan adalah kehidupan berbasis karbon. Kehidupan hanya mungkin ada dalam ling-kungan dengan batas-batas tertentu, dan dalam kondisi yang dengan sengaja dirancang bagi kehidupan. Ini adalah kebenaran bagi kehidupan secara umum dan bagi manusia khususnya.
Bumi adalah lingkungan yang dengan sengaja telah dirancang.
Suhu Bumi
Suhu dan atmosfer adalah unsur penting pertama bagi kehidupan di bumi. planet biru ini memiliki dua hal, baik suhu yang memungkinkan untuk hidup maupun atmosfer yang dapat digunakan makhluk hidup untuk bernapas, khususnya bagi makhluk hidup yang kompleks seperti manusia. Namun, dua faktor yang sama sekali berbeda ini telah ada sebagai akibat dari kondisi yang ternyata ideal bagi keduanya.
Salah satu kondisi ideal ini adalah jarak antara bumi dan matahari. Bumi tidak akan menjadi tempat kehidupan seandainya lebih dekat ke matahari seperti Venus atau lebih jauh seperti Yupiter: Molekul berbasis karbon hanya mampu bertahan pada suhu antara -20oC dan 120oC, dan bumi satu-satunya planet dengan suhu rata-rata dalam batas tersebut.
Ketika seseorang memandang alam semesta sebagai suatu keselu-ruhan, mendapati rentang suhu sesempit ini merupakan hal yang sangat sulit karena suhu di seluruh alam semesta bervariasi dari beberapa juta derajat pada bintang terpanas hingga nol mutlak (-273oC). Dalam selang suhu yang begitu lebar, toleransi suhu yang memungkinkan adanya kehi-dupan sungguh sempit; namun bumi memilikinya.
Ahli geologi Amerika, Frank Press dan Raymond Siever, menunjuk-kan keistimewaan suhu rata-rata di bumi. Mereka menyatakan, “kehi-dupan seperti yang kita ketahui hanya mungkin terjadi pada selang suhu yang sangat sempit. Selang suhu ini mungkin hanya 1 atau 2 persen dari selang suhu antara nol mutlak dan suhu permukaan matahari.” 57
Terjaganya selang suhu ini juga berkaitan dengan jumlah panas yang dipancarkan matahari, di samping jarak bumi dengan matahari. Menurut perhitungan, penurunan 10% saja dari panas yang dipancarkan matahari akan membuat permukaan bumi ditutupi lapisan es setebal beberapa me-ter, dan andaikan panas yang dipancarkan matahari naik sedikit saja, seluruh makhluk hidup akan hangus dan mati.
Tidak saja suhu rata-rata harus ideal: Panas yang tersedia harus tersebar cukup merata ke seluruh planet. Sejumlah kondisi khusus telah diciptakan untuk memastikan hal ini benar-benar terjadi.
Sumbu rotasi bumi miring 23o27' terhadapbidang ecliptic (garis edar bumi mengitari matahari). Kemiringan ini mencegah panas berlebihan pada atmosfer di wilayah antara kutub dan khatulistiwa, membuat suhu menjadi lebih sedang. Jika kemiringan ini tidak ada, perubahan suhu an-tara kutub dan khatulistiwa akan jauh lebih tinggi dan daerah bersuhu sedang (temperate zone) tidak akan ada—atau tidak dapat ditinggali.
Kecepatan rotasi bumi pada sumbunya juga menjaga penyebaran panas menjadi seimbang. Bumi melakukan satu rotasi penuh dalam 24 jam menghasilkan periode pergantian terang dan gelap cukup singkat. Karena periode ini singkat, perubahan panas antara sisi terang dan gelap cukup rendah. Pentingnya hal ini dapat dilihat dalam contoh ekstrem planet Merkurius, di mana siang lebih dari setahun dan perbedaan suhu antara siang dan malam mendekati 1.000oC.
Geografi bumi juga membantu menyebarkan panas secara merata di seluruh permukaan bumi. Terdapat perbedaan suhu sekitar 100oC antara kutub dan khatulistiwa. Jika perbedaan suhu sebesar ini terjadi pada daerah yang benar-benar rata, hasilnya adalah angin dengan kecepatan mencapai 1.000 km per jam menyapu segala sesuatu yang dilaluinya. Namun, bumi dipenuhi penghalang berupa bentukan alam yang meng-hambat perpindahan cepat udara yang dihasilkan oleh perbedaan suhu itu. Penghalang ini berupa pegunungan, seperti yang membentang antara Pasifik di timur dan Atlantik di barat, dimulai dari Himalaya di Cina dan dilanjutkan dengan Pegunungan Taurus di Anatolia dan Alpen di Eropa. Di laut, kelebihan panas di daerah katulistiwa dipindahkan ke utara dan selatan berkat kemampuan air yang luar biasa untuk meng-hantarkan dan melepaskan panas.
Pada saat yang sama, terdapat sejumlah sistem otomatis yang mem-bantu menjaga suhu atmosfer seimbang. Misalnya, saat suhu di suatu wilayah naik, laju penguapan air akan meningkat, menyebabkan ter-bentuknya awan. Awan ini memantulkan lebih banyak cahaya kembali ke angkasa, mencegah peningkatan suhu udara dan permukaan di bawahnya.
Massa dan Medan Magnet Bumi
Ukuran bumi tidak kalah penting bagi kehidupan daripada jarak bumi dengan matahari, kecepatan rotasi dan bentukan-bentukan di per-mukaan bumi. Memperhatikan planet lain, kita melihat rentang ukuran yang lebar: Merkurius lebih kecil daripada sepersepuluh bumi, sementara Yupiter 318 kali lebih besar. Apakah ukuran bumi dibandingkan dengan planet lain kebetulan? Ataukah suatu kesengajaan?
Ketika kita mengamati ukuran bumi, dengan mudah kita melihat bawa planet kita dirancang untuk sebesar bumi ini sekarang. Ahli geologi Amerika Frank Press dan Raymond Siever memberikan komentar ten-tang “ketepatan” ukuran bumi:
Dan ukuran bumi begitu tepat—tidak terlalu kecil sehingga kehilangan atmosfernya, karena gravitasi yang kecil gagal mencegah gas lepas ke ang-kasa, dan tidak terlalu besar sehingga gravitasinya menahan begitu banyak atmosfer, termasuk gas yang berbahaya.58
Selain massa bumi, susunan perut bumi juga dirancang khusus. Dise-babkan intinya, bumi memiliki medan magnet kuat yang berperan pen-ting dalam menjaga kelangsungan hidup. Menurut Press dan Siever:
Perut bumi luar biasa besarnya, namun merupakan mesin penghasil panas yang diseimbangkan secara rumit dengan bahan bakar radioaktif.… Andai-kan bekerja lebih lambat, aktivitas geologi akan berjalan lebih lambat. Besi mungkin tidak mencair dan terbenam membentuk inti cair, dan medan mag-net tidak pernah terbentuk.…Andaikan lebih banyak bahan radioaktif, dan mesin bekerja lebih cepat, gas dan debu vulkanik tentu telah menghalangi matahari, sehingga atmosfer menjadi pekat mematikan, dan permukaan bu-mi diguncang oleh gempa dan letusan gunung api setiap hari.59
Medan magnet yang dibicarakan ahli geologi ini berperan penting bagi kehidupan. Medan magnet ini berasal dari struktur inti bumi. Inti bu-mi terdiri dari unsur-unsur berat seperti besi dan nikel yang mampu me-nahan muatan magnet. Inti dalam berbentuk padat sementara inti luar cair. Dua lapis inti bergerak saling mengitari, dan gerakan inilah sumber medan magnet bumi. Menyebar jauh di atas permukaan, medan ini melindungi bumi dari radiasi merusak yang berasal dari angkasa luar. Radiasi dari bintang selain matahari tidak dapat melewati perisai ini. Sabuk Van Allen, yang medan magnetnya merentang hingga 18.000 km dari bumi, melindungi bola ini dari energi mematikan.
Diperkirakan bahwa awan plasma yang terjebak Sabuk Van Allen terkadang mencapai energi yang besarnya 100 miliar kali lebih besar daripada bom nuklir yang menimpa Hiroshima. Radiasi dari langit mungkin sama merusaknya. Tetapi medan listrik bumi, hanya melolos-kan 0,1% radiasi tersebut dan ini diserap oleh atmosfer. Energi listrik yang diperlukan untuk menciptakan dan mempertahankan medan listrik sebesar ini mencapai miliaran Ampere, sebanyak yang dibangkitkan umat manusia sepanjang sejarah.
Jika perisai pelindung ini tidak ada, kehidupan telah dimusnahkan oleh radiasi mematikan dari waktu ke waktu dan mungkin tak pernah ter-wujud sama sekali. Namun seperti yang diungkapkan Press dan Siever, inti bumi telah dirancang dengan tepat untuk menjaga planet ini tetap aman.
“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.” (QS. Al Anbiyaa’, 21: 32) !
Ketepatan Atmosfer
Seperti yang kita saksikan, sifat fisik bumi—massa, struktur, suhu, dan seterusnya—begitu tepat bagi kehidupan. Namun, sifat-sifat itu saja tidak cukup untuk memungkinkan kehidupan ada di bumi. Faktor pen-ting lain adalah susunan atmosfer.
Telah dikemukakan sebelumnya bagaimana film-film fiksi-ilmiah terkadang menyesatkan orang. Salah satu contohnya adalah betapa mu-dahnya petualang dan pengembara luar angkasa menemukan planet-planet dengan atmosfer yang memungkinkan untuk bernafas: Mereka tampaknya ada di mana-mana. Andaikan kita dapat menjelajah ruang angkasa yang sebenarnya, kita akan menemukan ini sama sekali salah: Kemungkinan planet lain memiliki atmosfer yang dapat dihirup untuk bernafas sangat tidak mungkin. Ini karena atmosfer bumi telah dirancang khusus untuk menopang kehidupan dengan sejumlah cara yang penting.
Atmosfer bumi terdiri dari 77% nitrogen, 1% oksigen, dan 1% karbon-dioksida. Mari kita mulai dari gas yang paling penting, yakni oksigen. Oksigen begitu penting bagi kehidupan, karena gas ini terlibat dalam sebagian besar reaksi kimia yang melepaskan energi yang dibutuhkan setiap makhluk hidup.
Senyawa karbon bereaksi dengan oksigen. Hasil reaksi ini adalah air, karbondioksida, dan energi. Ikatan kecil energi yang disebut ATP (adeno-sine triphosphate), yang digunakan oleh sel hidup dihasilkan dari reaksi ini. Karena inilah kita selalu memerlukan oksigen untuk hidup, dan bernafas untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Hal yang menarik dari kejadian ini adalah bahwa kadar oksigen dalam udara yang kita hirup telah dengan tepat disesuaikan. Michael Denton menulis tentang hal ini:
Dapatkah atmosfer mengandung lebih banyak oksigen dan masih mampu menopang kehidupan? Tidak! Oksigen adalah unsur yang sangat mudah bereaksi. Bahkan kandungan oksigen dalam atmosfer saat ini, 21%, adalah mendekati batas-atas keselamatan untuk kehidupan pada suhu lingkungan. Kemungkinan kebakaran hutan tersulut naik 70% untuk setiap penambah-an 1% oksigen di atmosfer.60
Menurut ahli biokimia dari Inggris, James Lovelock:
(Kandungan oksigen) di atas 25%, sedikit sekali dari tumbuhan saat ini yang mampu bertahan dari amukan api yang memusnahkan hutan hujan tropis dan padang lumut kutub.... Kandungan oksigen saat ini adalah pada titik di mana risiko dan keuntungan tepat seimbang.61
Bahwa kadar oksigen di atmosfer saat ini bertahan pada nilai yang tepat, adalah berkat sistem “daur ulang” yang luar biasa: Binatang terus-menerus menghirup oksigen dan menghasilkan karbondioksida, yang bagi mereka tidak dapat digunakan untuk bernafas. Tumbuhan mela-kukan tepat sebaliknya: Mereka menghirup karbondioksida yang mereka perlukan untuk hidup, dan sebaliknya mengeluarkan oksigen. Berkat sistem ini, kehidupan terus berlanjut. Tumbuhan melepaskan jutaan ton oksigen ke atmosfer setiap hari.
Tanpa kerjasama dan keseimbangan dari dua kelompok makhluk hidup yang berbeda ini, planet kita tidak mungkin dijadikan tempat hidup. Misalnya, jika makhluk hidup hanya menghirup karbondioksida dan melepaskan oksigen, maka atmosfer bumi akan jauh mempermudah pembakaran daripada saat ini, dan bahkan percikan api kecil dapat me-nyebabkan kebakaran yang dahsyat. Sebaliknya, jika seluruh makhluk menghirup oksigen dan melepaskan karbondioksida, kehidupan pada akhirnya akan musnah ketika seluruh oksigen telah habis digunakan.
Kenyataannya, atmosfer berada dalam keadaan seimbang, di mana seperti diungkapkan Lovelock, risiko dan keuntungan tepat seimbang.
Aspek lain dari atmosfer adalah kerapatannya, yang telah disesuaikan dengan tepat sekali bagi kita untuk bernafas.
Atmosfer dan Pernapasan
Kita bernafas setiap saat. Kita secara terus-menerus menghirup udara ke dalam paru-paru dan mengeluarkannya. Kita begitu sering melaku-kannya sampai menganggapnya hal yang biasa. Kenyataannya, perna-pasan adalah proses yang sangat rumit.
Sistem tubuh kita dirancang sedemikian sempurna sampai kita tidak perlu memikirkan pernafasan. Tubuh kita memperkirakan berapa ba-nyak oksigen yang diperlukan, dan mengatur pengiriman dengan jumlah yang tepat baik ketika kita sedang berjalan, berlari, membaca buku, atau tidur. Penyebab begitu pentingnya pernafasan adalah karena berjuta-juta reaksi yang harus tetap berlangsung dalam tubuh untuk menjaga kelang-sungan hidup kita, semuanya memerlukan oksigen.
Kemampuan Anda untuk membaca buku ini adalah berkat berjuta-juta sel retina di dalam mata yang terus-menerus dicatu dengan energi yang diturunkan dari oksigen. Demikian juga, seluruh jaringan tubuh kita dan sel yang membentuknya memperoleh energi dari “pembakaran” senyawa karbon oleh oksigen. Hasil pembakaran ini—karbondioksida—
harus dikeluarkan dari tubuh. Jika kadar oksigen dalam aliran darah tu-run drastis, tubuh akan lemah; dan jika kekosongan oksigen berlangsung lebih dari beberapa menit, akibatnya adalah kematian.
Dan itulah sebabnya kita bernafas. Ketika kita menarik nafas, oksigen membanjiri sekitar 300 juta ruang kecil dalam paru-paru kita. Pembuluh darah kapiler yang melekat pada ruang ini menyerap oksigen dalam se-kejap dan membawanya, mula-mula ke jantung, lantas diteruskan ke seluruh bagian tubuh. Sel tubuh kita menggunakan oksigen ini, dan me-lepaskan karbondioksida ke dalam darah, yang membawanya kembali ke paru-paru, di mana zat ini kemudian dikeluarkan. Seluruh proses memer-lukan waktu tak lebih dari setengah detik: Oksigen “bersih” masuk dan karbon dioksida “kotor” keluar.
Anda mungkin bertanya-tanya mengapa ada begitu banyak (300 juta) ruang kecil dalam paru-paru. Mereka ada untuk memperluas permukaan yang bersinggungan dengan udara. Mereka dengan hati-hati dilipat agar menduduki tempat sekecil mungkin; andaikan tidak dilipat, hasilnya cukup untuk menutup lapangan tenis.
Ada hal lain yang harus diingat. Ruang kecil dalam paru-paru dan pembuluh kapiler yang melekat padanya telah dirancang begitu kecil dan sempurna untuk meningkatkan laju pertukaran oksigen dan karbon-dioksida. Namun rancangan yang sempurna ini bergantung kepada faktor lain: kerapatan, viskositas (kekentalan), dan tekanan udara harus tepat agar udara dapat bergerak masuk dan keluar paru-paru dengan benar.
Pada ketinggian sejajar permukaan laut, tekanan udara adalah 760 mm air raksa dan kerapatannya sekitar 1 gram/liter. Masih pada keting-gian sejajar permukaan laut, viskositas udara sekitar 50 kali dari air. Anda mungkin menganggap angka ini tidak penting namun angka ini sangat menentukan hidup kita, sebab seperti diungkapkan Michael Denton:
Komposisi keseluruhan dan sifat umum dari atmosfer—kerapatan-nya, viscositasnya, tekanannya, dan lain-lainnya—harus sama seperti sekarang ini, khususnya bagi makhluk yang menghirup udara.62
Ketika bernapas, paru-paru menggunakan energi untuk melawan gaya yang disebut “hambatan udara”. Gaya ini adalah hasil dari keeng-ganan udara untuk berpindah. Namun berkat sifat fisik atmosfer, ham-batan ini cukup lemah sehingga paru-paru dapat menarik masuk dan mendorong keluar udara dengan menggunakan energi minimum. Jika keengganan udara lebih besar, paru-paru akan dipaksa untuk bekerja le-bih keras agar mampu bernapas. Ini dapat dijelaskan dengan satu contoh. Menyedot air ke dalam jarum suntik itu mudah, namun menyedot madu jauh lebih sulit. Penyebabnya adalah madu lebih rapat daripada air dan juga lebih kental.
Andaikan kerapatan, viskositas dan tekanan udara lebih besar, bernapas akan sesulit menyedot madu ke dalam jarum suntik. Seseorang mungkin mengatakan, “Itu mudah dibetulkan. Kita hanya perlu memper-besar lubang jarum suntik untuk meningkatkan laju aliran”. Namun jika kita melakukannya, dalam kasus pembuluh kapileri dalam paru-paru, hasilnya akan menurunkan luas permukaan yang bersinggungan dengan udara, yang menyebabkan berkurangnya pertukaran oksigen dan kar-bondioksida pada waktu yang sama, dan kebutuhan pernapasan tubuh tidak terpenuhi. Dengan kata lain, nilai masing-masing kerapatan, visko-sitas dan tekanan udara harus berada dalam batas tertentu agar dapat digunakan untuk bernafas, dan nilai-nilai tersebut dalam udara yang kita hirup adalah nilai yang tepat.
Michael Denton mengomentari hal ini dengan:
Sudah jelas bahwa andaikan salah satu dari viskositas atau kera-patan udara lebih besar, hambatan udara tidak akan memungkinkan un-tuk bernapas, dan tidak ada rancangan sistem pernapasan lain yang akan mampu mengantarkan oksigen yang cukup bagi makhluk hidup yang menghirup udara dengan metabolisme yang aktif.... Dengan memper-kirakan seluruh kemungkinan tekanan atmosfer terhadap kan-dungan oksigen yang mungkin, menjadi jelas bahwa hanya ada satu wilayah unik... di mana berbagai kondisi untuk kehidupan terpenuhi.... Ini tentunya hal yang luar biasa penting bahwa beberapa kondisi menentukan terpenuhi pada sebuah daerah yang sempit ini dari semua kemungkinan keadaan atmosfer.63
Nilai numerik dari atmosfer bukan hanya kita perlukan untuk ber-napas, namun menentukan bagi planet Biru kita untuk tetap biru. Jika te-kanan atmosfer di atas permukaan laut jauh lebih kecil dari nilai sekarang, laju penguapan air akan jauh lebih tinggi. Air yang meningkat dalam atmosfer akan mengakibatkan “efek rumah kaca” menjebak lebih banyak panas dan meningkatkan suhu rata-rata bumi. Sebaliknya, jika tekanan jauh lebih tinggi, laju penguapan air akan turun. (Akibatnya air di laut tetap berada di laut, air di daratan akan mengalir ke laut), membuat sebagian planet menjadi gurun pasir.
Seluruh keseimbangan yang diatur dengan tepat ini menunjukkan atmosfer kita telah dengan sengaja dirancang dengan teliti sehingga me-mungkinkan kehidupan di bumi. Ini adalah kenyataan yang ditemukan dengan ilmu pengetahuan dan kembali menunjukkan kepada kita, bahwa alam semesta bukanlah kumpulan acak materi yang terjadi secara kebe-tulan. Tidak diragukan lagi terdapat Pencipta yang mengatur alam semes-ta, membentuk materi sesuai kehendak-Nya, menguasai seluruh galaksi, bintang dan planet di bawah keagungan-Nya.
Kekuasaan agung, sebagaimana Al Quran menyebutkan kepada kita, adalah milik Allah, Penguasa seluruh semesta.
Dan planet Biru tempat kita hidup adalah telah dirancang secara khusus dan “disempurnakan” oleh Allah bagi manusia sebagaimana disebutkan dalam Al Quran (QS. An-Naazi’aat, 79: 30). Ada ayat lain mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan bumi bagi manusia untuk hidup:
“Allah lah yang manjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupa-mu serta memberi kamu rezeki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Mahaagung Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al Mu’min, 40: 64) !
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berja-lanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibang-kitkan.” (QS. Al Mulk, 67:15) !
Keseimbangan yang Memungkinkan Kehidupan
Hal-hal yang telah kita bahas sejauh ini hanyalah sedikit dari keseim-bangan rumit yang begitu menentukan bagi kehidupan di bumi. Mempe-lajari bumi, kita dapat menyusun daftar “faktor yang menentukan bagi kehidupan” sepanjang yang kita mau. Ahli astronomi Amerika membuat daftarnya sendiri:
Gravitasi di Permukaan:
- Jika lebih kuat: atmosfer menahan terlalu banyak amonia dan methana.
- Jika lebih lemah: atmosfer planet akan terlalu banyak kehilangan air.
Jarak dengan Bintang Induk (Matahari):
- Jika lebih jauh: planet akan terlalu dingin bagi siklus air yang stabil.
- Jika lebih dekat: planet akan terlalu panas bagi siklus air yang stabil.
Ketebalan Kerak Bumi:
- Jika lebih tebal: terlalu banyak oksigen berpindah dari atmosfer ke kerak bumi.
- Jika lebih tipis: aktivitas tektonik dan vulkanik akan terlalu besar.
Periode Rotasi:
- Jika lebih lama: perbedaan suhu pada siang dan malam hari terlalu besar.
- Jika lebih cepat: kecepatan angin pada atmosfer terlalu tinggi.
Interaksi Gravitasi dengan Bulan:
- Jika lebih besar: efek pasang-surut pada laut, atmosfer dan periode rotasi semakin merusak.
- Jika lebih kecil: perubahan tidak langsung pada orbit menyebab-kan ketidakstabilan iklim.
Medan Magnet:
- Jika lebih kuat: badai elektromagnetik terlalu merusak.
- Jika lebih lemah: kurang perlindungan dari radiasi yang mem-bahayakan dari bintang.
Albedo (Perbandingan antara cahaya yang dipantulkan dengan yang diterima pada permukaan):
- Jika lebih besar: zaman es tak terkendali akan terjadi.
- Jika lebih kecil: efek rumah kaca tak terkendali akan terjadi.
Perbandingan Oksigen dengan Nitrogen di Atmosfer:
- Jika lebih besar: fungsi hidup yang maju berjalan terlalu cepat.
- Jika lebih kecil: fungsi hidup yang maju berjalan terlalu lambat.
Kadar Karbondioksida dan Uap Air dalam Atmosfer:
- Jika lebih besar: efek rumah kaca tak terkendali akan terjadi.
- Jika lebih kecil: efek rumah kaca tidak memadai.
Kadar Ozon dalam Atmosfer:
- Jika lebih besar: suhu permukaan bumi terlalu rendah.
- Jika lebih kecil: suhu permukaan bumi terlalu tinggi; terlalu banyak radiasi ultraviolet.
Aktivitas Gempa:
- Jika lebih besar: terlalu banyak makhluk hidup binasa.
- Jika lebih kecil: bahan makanan di dasar laut (yang dihanyutkan aliran sungai) tidak akan didaur ulang ke daratan melalui peng-angkatan tektonik.64
Ini hanya sebagian “keputusan rancangan” yang harus dibuat agar kehidupan ada dan bertahan. Namun sesedikit ini pun cukup untuk menunjukkan bahwa keberadaan bumi bukan karena kebetulan, tidak juga terbentuk oleh serangkaian kejadian acak.
Hal tersebut dan detail lain yang tak berhingga meyakinkan kembali kebenaran yang sederhana dan murni: Allah dan hanya Allah yang men-ciptakan alam semesta, bintang, planet, pegunungan, dan laut dengan sempurna, memberikan kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, dan menempatkan ciptaan-Nya di bawah kendali manusia. Allah dan hanya Allah, sumber pengampunan dan kekuasaan, cukup berkekuatan untuk menciptakan sesuatu dari kehampaan.
Ciptaan Allah yang sempurna ini dijelaskan dalam Al Quran sebagai:
“Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya. Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipan-cangkan-Nya dengan teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan binatang-binatang ternakmu.” (QS. An-Naazi’aat, 79: 27-33) !
Picture Text
“Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang mukmin.” (QS. Al 'Ankabuut, 29: 44)
Bahkan Mars, satu-satunya planet lain di tata surya yang secara fisik mendekati bumi, tak lebih dari bola batu yang kering dan tandus.
PERMUKAAN VENUS YANG MEMBARA
Temperatur permukaan Venus dapat mencapai 450oC, yang cukup untuk melelehkan timah. Permukaan planet ini mirip bola api berselimut lahar. Atmosfernya dipenuhi asam belerang dan hujan asam belerang turun terus-menerus. Tekanan atmosfer di permukaannya 90 kali lebih besar daripada tekanan atmosfer bumi: setara dengan tekanan pada kedalaman 1.000 meter di bawah permukaan laut.
Tidak seperti 63 planet utama beserta satelit lain dalam tata surya kita, bumi adalah satu-satunya planet yang memiliki atmosfer, suhu lingkungan dan permukaan yang cocok bagi kehidupan. Meskipun air, kebutuhan utama kehidupan, tidak ditemukan di tempat lain dalam tata surya kita, tiga-perempat permukaan bumi dipenuhi air.
Banyak faktor yang sama sekali berbeda seperti jarak antar bumi dan matahari, kecepatan rotasi, kemiringan terhadap sumbu, dan bentukan alam di permukaannya, semuanya bergabung untuk memastikan bahwa bumi kita dipanaskan dengan cara yang tepat untuk kehidupan, dan panas ini disebarkan secara merata.
Di pusat bumi terdapat sejenis mesin pembangkit panas yang diatur sedemikian tepat sehingga cukup kuat untuk menghasilkan medan magnet namun tidak terlalu kuat untuk menenggelamkan kerak bumi di atas lava.
Atmosfer bumi terlihat dari atas oleh astronot NASA ketika melintasi Filipina.
Bahkan peningkatan 5% oksigen dalam atmosfer bumi akan menyebabkan kebakaran yang membinasakan sebagian besar hutan yang ada.
BAB 6
RANCANGAN PADA CAHAYA
Sungguh luar biasa bahwa radiasi dari matahari (dan dari banyak rangkaian bintang) harus termampatkan dalam pita spektrum elektromagnetik yang sangat sempit sehingga memancarkan radiasi yang tepat bagi kesinambungan seluruh kehidupan di bumi.
Ian Campbell, Fisikawan dari Inggris65
Matahari mungkin sesuatu yang paling sering kita lihat se-panjang hidup kita. Kapan pun kita menengadahkan muka ke langit di siang hari, kita bisa melihat sinarnya yang menyilau-kan. Jika seseorang bertanya, “Apa manfaat matahari?” mungkin kita akan menjawab tanpa berpikir sama sekali bahwa matahari memberi kita cahaya dan panas. Jawaban tersebut, meskipun dangkal, sesungguhnya benar.
Akan tetapi, apakah matahari hanya “kebetulan saja” memancarkan cahaya dan panas bagi kita? Apakah ini ketidaksengajaan dan tanpa terencana? Atau apakah matahari khusus dirancang bagi kita? Mungkin-kah bola api yang dahsyat di langit ini menjadi “lampu” raksasa yang diciptakan untuk memenuhi dengan tepat kebutuhan kita?
Penelitian terkini menunjukkan bahwa jawaban untuk dua perta-nyaan terakhir adalah “ya”. “Ya”, karena pada sinar matahari ada rancangan yang memicu ketakjuban.
Panjang Gelombang yang Tepat
Cahaya dan panas adalah dua perwujudan berbeda radiasi elektro-magnetik. Dalam semua perwujudannya, radiasi elektromagnetik me-rambat di ruang angkasa dalam gelombang yang serupa dengan gelom-bang yang terbentuk ketika sebuah batu dilemparkan ke danau. Riak air yang terbentuk oleh batu itu dapat memiliki ketinggian yang berbeda, dan jarak antarpuncak riak mungkin bervariasi pula. Demikian juga ra-diasi elektromagnetik, dapat memiliki panjang gelombang yang berbeda.
Namun, analogi ini sebaiknya tidak diambil terlalu jauh karena ada perbedaan yang sangat besar dalam panjang gelombang radiasi elektro-magnetik. Beberapa di antaranya memiliki panjang beberapa kilometer sedangkan lainnya lebih pendek dari sepermiliar sentimeter, dan panjang gelombang lain dapat ditemukan pada spektrum kontinu dan tanpa ter-sela di antara kedua angka ini. Untuk mempermudah, para ilmuwan membagi spektrum ini berdasarkan panjang gelombang, dan mereka memberi nama berbeda bagi setiap bagian. Misalnya, radiasi dengan panjang gelombang terpendek (sepertriliun sentimeter) disebut “sinar Gamma”; sinar Gamma memiliki energi yang sangat besar. Panjang ge-lombang terpanjang disebut “gelombang radio”; gelombang ini panjang-nya mencapai beberapa kilometer namun membawa energi sangat kecil (karena kandungan energi ini, gelombang radio sama sekali tidak ber-bahaya bagi kita, sementara terpapar sinar Gamma bisa berakibat fatal). Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik yang terletak di antara kedua ekstrem panjang gelombang tersebut.
Hal pertama untuk diperhatikan tentang spektrum elektromagnetik adalah betapa lebarnya spektrum tersebut: Panjang gelombang terpan-jang adalah 1025 kali ukuran panjang gelombang terpendek. Jika ditulis secara lengkap, 1025 tampak seperti di bawah ini:
10. 000. 000. 000. 000. 000. 000. 000. 000
Angka sebesar itu tidak berarti dengan sendirinya. Mari kita membu-at beberapa perbandingan.
Misalnya, 4 miliar tahun (perkiraan umur bumi) berarti sama dengan sekitar 1017 detik. Jika Anda ingin menghitung dari 1 sampai 1025, dan melakukannya dengan kecepatan satu angka per detik tanpa berhenti, siang dan malam, penghitungan ini akan menghabiskan waktu 100 juta kali lebih lama daripada umur bumi itu sendiri! Jika kita menyusun tum-pukan 1025 lembar kartu, kita akan mendapatkan tumpukan yang meren-tang mencapai separo alam semesta yang teramati.
Ini merupakan spektrum sangat lebar yang di dalamnya tersebar panjang gelombang berbeda-beda dari energi elektromagnetik alam se-mesta. Sekarang, yang menarik tentang hal ini adalah bahwa energi elek-tromagnetik yang diradiasikan oleh matahari kita berada pada bagian spektrum yang sangat, sangat sempit. Sebanyak 70% radiasi matahari mempunyai panjang gelombang antara 0,3 dan 1,5 mikron, dan dalam pita sempit tersebut terdapat tiga jenis cahaya: cahaya tampak, cahaya infra-merah-dekat, dan cahaya ultraviolet.
Tiga jenis cahaya itu tampaknya sudah cukup, namun gabungan ketiganya merupakan bagian yang hampir tidak berarti dibandingkan keseluruhan spektrum. Ingat 1025 kartu yang merentang sejauh separo alam semesta? Dibandingkan dengan seluruhnya, lebar pita cahaya yang diradiasikan matahari sama dengan satu kartu saja!
Mengapa cahaya matahari dibatasi pada cakupan yang begitu sem-pit?
Jawaban pertanyaan itu sangat penting karena satu-satunya radiasi yang mampu mendukung kehidupan di bumi adalah radiasi dengan panjang gelombang yang berada dalam batas sempit ini.
Dalam buku Energy and the Atmosphere, fisikawan dari Inggris, Ian Campbell, menjawab pertanyaan ini dan menyatakan, “Sungguh luar biasa bahwa radiasi dari matahari (dan dari banyak rangkaian bintang) harus termampatkan dalam pita spektrum elektromagnetik yang sangat sempit sehingga memancarkan radiasi yang tepat bagi kesinambungan seluruh kehidupan di bumi.” Menurut Campbell, situasi ini “menakjub-kan”.66
Sekarang, mari kita mencermati “rancangan cahaya yang menakjub-kan” ini.
Dari Ultraviolet ke Inframerah
Telah disebutkan, terdapat selisih 1:1025 dalam ukuran panjang ge-lombang elektromagnetik terpanjang dan terpendek. Telah disebutkan pula bahwa kandungan energi bergantung pada panjang gelombang: panjang gelombang lebih pendek mengandung energi lebih besar dari-pada panjang gelombang lebih panjang. Perbedaan lainnya menge-nai bagaimana radiasi pada panjang gelombang yang berbeda berinteraksi dengan materi.
Bentuk-bentuk radiasi terpendek disebut (dengan urutan panjang gelombang meningkat) “sinar gamma”, “sinar X”, dan “sinar ultraviolet”. Semua radiasi ini memiliki kemampuan membelah atom karena kan-dungan energinya yang begitu besar. Ketiga radiasi tersebut dapat me-nyebabkan molekul-molekul khususnya molekul organik terurai. Dam-paknya, ketiga radiasi tersebut menguraikan materi pada level atom atau molekul.
Radiasi dengan panjang gelombang lebih panjang daripada cahaya tampak dimulai dari inframerah, dan melebar hingga gelombang radio. Pengaruh radiasi ini terhadap materi kurang serius karena energinya tidak terlalu besar.
“Pengaruh terhadap materi” tersebut berkaitan dengan reaksi kimia. Sejumlah reaksi kimia yang penting dapat terjadi hanya jika energi di-tambahkan pada reaksi tersebut. Energi yang dibutuhkan untuk memu-lai reaksi kimia disebut “ambang batas energi (energy threshold)”. Jika energi kurang dari ambang batas ini, reaksi tidak akan pernah dimulai dan jika energi lebih besar, tidak ada gunanya: dalam kedua kasus, energi akan terbuang.
Dalam keseluruhan spektrum elektromagnetik, hanya terdapat satu pita kecil yang mempunyai energi sesuai dengan ambang batas energi. Panjang gelombangnya berkisar antara 0,7 mikron dan 0,4 mikron, dan jika Anda ingin melihatnya, Anda bisa: hanya dengan menengadahkan kepala dan melihat sekeliling, dan ini disebut “cahaya tampak”. Radiasi ini menyebabkan terjadinya reaksi kimia dalam mata Anda, dan karena itulah Anda dapat melihat.
Radiasi yang disebut sebagai “cahaya-tampak” membentuk 41% cahaya matahari, meskipun radiasi ini menempati kurang dari 1/1025 dari keseluruhan spektrum elektromagnetik. Dalam artikelnya yang terkenal, “Life and Light”, pada Scientific American, fisikawan terkenal, George Wald, mengupas masalah ini dan menulis, “Radiasi yang berguna untuk memulai reaksi kimia yang teratur terdiri dari sebagian besar radiasi matahari kita.”67 Bahwa matahari harus meradiasikan cahaya yang begitu tepat untuk kehidupan, benar-benar merupakan contoh rancangan yang luar biasa.
Apakah sisa cahaya yang diradiasikan matahari ada gunanya?
Ketika kita mengamati bagian cahaya ini, kita mendapati bahwa sebagian besar radiasi matahari yang jatuh di luar rentang cahaya tampak berada pada bagian spektrum yang disebut “inframerah-dekat”. Infra-merah-dekat dimulai setelah cahaya tampak berakhir dan sekali lagi, meliputi bagian yang sangat kecil dari keseluruhan spektrum kurang dari 1/1025. 68
Apakah sinar inframerah berguna? Ya, namun kali ini tidak ada gu-nanya mengamati sekeliling karena Anda tidak dapat melihatnya de-ngan mata telanjang. Tetapi, Anda dengan mudah dapat merasa-kannya: Kehangatan yang Anda rasakan pada wajah saat memandang matahari yang bersinar pada musim panas atau musim semi disebabkan oleh radiasi inframerah dari matahari.
Radiasi inframerah matahari adalah radiasi yang membawa energi panas, yang menjaga bumi tetap panas. Radiasi ini juga penting bagi ke-hidupan seperti halnya cahaya tampak. Dan yang menarik adalah bahwa matahari kita agaknya diciptakan hanya untuk melayani kedua tujuan ini, karena kedua jenis cahaya ini menyusun bagian terbesar matahari.
Dan bagian ketiga matahari? Apakah bermanfaat?
Anda boleh yakin terhadapnya. Ini adalah “sinar ultra-violet-dekat” dan membentuk bagian terkecil dari sinar matahari. Seperti semua sinar ultraviolet, sinar ini berenergi tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan sel hidup. Namun sinar ultraviolet matahari merupakan jenis “paling kurang berbahaya” karena paling dekat dengan cahaya tampak. Meski-pun paparan berlebihan terhadap sinar ultra-violet matahari telah terbuk-ti menyebabkan kanker dan mutasi sel, sinar ini memiliki satu manfaat: Sinar ultraviolet yang berada pada pita begitu sempit ini69 diperlukan u-ntuk pembentukan vitamin D pada manusia dan binatang bertulang bela-kang. (Vitamin D penting untuk pembentukan dan makanan tulang: Tanpa vitamin D tulang menjadi lunak atau cacat, disebut penyakit rachitis yang terjadi pada orang-orang yang tidak terkena cahaya mata-hari dalam waktu yang sangat lama.)
Dengan kata lain, semua radiasi yang dipancarkan oleh matahari penting bagi kehidupan: tidak sedikit pun sia-sia. Yang menarik adalah bahwa semua radiasi ini dibatasi pada cakupan 1/1025 dari keseluruhan spektrum elektromagnetik, namun cukup untuk menjaga kita tetap hangat, bisa melihat, dan memungkinkan terjadinya semua reaksi kimia yang diperlukan kehidupan.
Bahkan kalaupun semua kondisi lain yang diperlukan kehidupan telah ada, jika cahaya yang diradiasikan matahari jatuh pada bagian lain spektrum elektromagnetik, maka tidak akan ada kehidupan di atas bumi ini. Sangat tidak mungkin menjelaskan terpenuhinya persyaratan ini, yang memiliki kemungkinan 1 banding 1025, dengan logika kebetulan.
Dan kalau semua ini belum cukup, cahaya melakukan hal lain: cahaya juga memungkinkan kita kenyang!
Fotosintesis dan Cahaya
Fotosintesis adalah sebuah proses kimia yang namanya dikenal hampir oleh semua orang yang pernah bersekolah. Tetapi, kebanyakan orang tidak menyadari betapa sangat pentingnya proses ini bagi kehi-dupan di atas bumi, atau misteri apa yang ada di dalam proses ini.
Pertama, mari kita lupakan ilmu kimia SMU kita, dan perhatikan rumus reaksi fotosintesis ini:
6H2O + 6CO2 + cahaya matahari Z C6H12O6 + 6O2
Glukosa
Artinya: Air dan karbondioksida dan cahaya matahari menghasilkan gula dan oksigen.
Secara lebih terperinci, yang terjadi dalam reaksi kimia ini adalah, enam molekul air (H2O) bergabung dengan enam molekul karbondiok-sida (CO2) dalam reaksi yang mendapatkan energi dari sinar matahari. Saat reaksi selesai, hasilnya adalah sebuah molekul glukosa (C6H12O6), gula sederhana yang merupakan elemen makanan yang pen-ting, dan enam molekul gas oksigen (O2). Sebagai sumber semua makanan di planet kita, glukosa mengandung energi yang sangat besar.
Walaupun reaksi ini tampaknya sederhana, ternyata sangat rumit. Hanya ada satu tempat di mana reaksi ini terjadi: pada tumbuh-tumbuh-an. Tumbuh-tumbuhan di dunia ini menghasilkan makanan dasar bagi semua makhluk hidup. Setiap makhluk hidup lainnya pada akhirnya mendapat asupan glukosa dengan berbagai cara. Binatang herbivora me-makan tumbuh-tumbuhan secara langsung, dan binatang karnivora me-makan tumbuh-tumbuhan dan/atau binatang lain. Manusia tidak terke-cuali: Energi kita dihasilkan dari makanan yang kita makan dan berasal dari sumber yang sama. Apel, kentang, coklat, atau steak, atau apa pun yang Anda makan memberikan energi yang berasal dari matahari.
Akan tetapi, fotosintesis penting untuk alasan lain. Reaksi ini meng-hasilkan dua produk: Di samping glukosa, reaksi ini juga melepaskan enam molekul oksigen. Yang terjadi di sini adalah bahwa tumbuh-tumbuhan selalu membersihkan atmosfer yang terus-menerus “terpo-lusi” oleh makhluk bernapas manusia dan binatang, yang energinya ber-asal dari pembakaran dengan oksigen, sebuah reaksi yang menghasilkan karbondioksida. Jika tumbuh-tumbuhan tidak melepaskan oksigen, penghirup oksigen akhirnya akan menghabiskan semua oksigen dalam atmosfer, dan ini akan menjadi akhir bagi makhluk-makhluk tersebut. Alih-alih, oksigen di atmosfer secara terus-menerus diperbarui oleh tum-buh-tumbuhan.
Tanpa fotosintesis, kehidupan tumbuh-tumbuhan tidak akan ada; dan tanpa kehidupan tumbuh-tumbuhan, tidak akan ada kehidupan bi-natang atau manusia. Reaksi kimia yang mengagumkan ini, yang belum pernah ditiru laboratorium mana pun, terjadi pada rerumputan yang Anda injak, dan pada pepohonan yang mungkin bahkan tidak pernah Anda tengok. Ini juga pernah terjadi pada sayuran di atas piring makan malam Anda. Ini merupakan salah satu proses dasar kehidupan.
Yang menarik adalah betapa cermatnya rancangan proses fotosin-tesis ini. Ketika kita mempelajarinya, tidak akan luput dari pengamatan kita bahwa ada keseimbangan yang sempurna antara fotosintesis tum-buh-tumbuhan dan penggunaan energi oleh penghirup oksigen. Tanam-an menyediakan glukosa dan oksigen. Penghirup oksigen membakar glukosa dengan oksigen di dalam sel-sel mereka untuk mendapatkan energi dan melepaskan karbondioksida dan air (dengan kata lain, mereka membalikkan reaksi fotosintesis) yang digunakan tumbuh-tumbuhan untuk membuat lebih banyak glukosa dan oksigen. Dan demikianlah pro-ses ini berlangsung, sebuah siklus berkesinambungan yang disebut “sik-lus karbon”, dan siklus ini digerakkan oleh energi dari matahari.
Untuk melihat betapa sempurnanya siklus ini diciptakan, mari kita pusatkan sesaat perhatian kita hanya pada salah satu unsur siklus tersebut: sinar matahari.
Pada bagian pertama bab ini, kita membahas cahaya matahari, dan mendapati bahwa komponen radiasinya dirancang secara khusus untuk memungkinkan kehidupan di bumi. Mungkinkah matahari sengaja di-rancang juga untuk fotosintesis? Atau apakah tumbuh-tumbuhan cukup fleksibel sehingga dapat melangsungkan reaksi ini tanpa peduli cahaya apa pun yang mengenainya?
Ahli astronomi Amerika, George Greenstein membahasnya dalam The Symbiotic Universe:
Klorofil adalah molekul yang melangsungkan fotosintesis… Mekanisme fotosintesis dimulai dengan penyerapan cahaya matahari oleh molekul klorofil. Namun agar fotosintesis terjadi, cahaya yang diterima harus berupa warna yang sesuai. Cahaya dari warna yang salah tidak akan menghasilkan keajaiban ini.
Analogi yang bagus adalah sebuah televisi. Agar TV menerima saluran (gelombang) yang dikehendaki, TV harus ditala pada saluran tersebut: Talakan TV pada saluran yang berbeda, maka tidak akan terjadi penerimaan. Ini sama dengan fotosintesis, dalam analogi ini matahari berfungsi sebagai transmiter dan molekul klorofil sebagai TV. Jika molekul dan cahaya mata-hari tidak saling sesuai—disesuaikan dalam hal warna—fotosintesis tidak akan terjadi. Kenyataannya, warna matahari sudah tepat. 70
Pada bab terakhir, kami menunjukkan kesalahan pada gagasan ten-tang kemampuan kehidupan untuk beradaptasi. Sebagian evolusionis berpendapat bahwa “kalau kondisi berbeda, kehidupan juga akan ber-evolusi agar sesuai sempurna dengan keadaan tersebut”. Berpikir secara dangkal tentang fotosintesis dan tumbuhan, seseorang bisa saja sampai pada kesimpulan serupa: “Andaikan cahaya matahari berbeda, tumbuh-an akan berevolusi sesuai dengannya”. Namun kenyataannya ini tidak mungkin.
Meskipun dia sendiri seorang evolusionis, George Greenstein meng-akui bahwa:
Orang mungkin berpikir bahwa suatu adaptasi telah terjadi: adaptasi kehi-dupan tumbuh-tumbuhan terhadap sifat cahaya matahari. Bagaimanapun, andaikan matahari memiliki suhu berbeda dengan suhunya saat ini, bisakah molekul lain yang beradaptasi untuk menyerap cahaya dengan warna ber-beda menggantikan klorofil? Cukup jelas jawabannya adalah tidak, sebab dalam batasan luas, seluruh molekul menyerap cahaya dari warna yang sama. Penyerapan cahaya dilakukan melalui eksitasi elektron dalam molekul ke keadaan energi yang lebih tinggi, dan hal yang sama terjadi pada molekul mana pun. Lebih lanjut, cahaya tersusun dari foton, paket-paket energi, dan foton dengan energi yang salah sama sekali tidak dapat diserap.... Sebagai-mana kenyataannya, terdapat kesesuaian yang sempurna antara sifat fisika bintang dan molekul. Andaikan kesesuaian tersebut tidak ter-penuhi, tentu saja, tidak mungkin terdapat kehidupan.71
Secara singkat, yang dikatakan Greenstein adalah: Tidak ada tum-buhan yang mampu melakukan fotosintesis kecuali dalam batas yang sa-ngat sempit dari panjang gelombang cahaya. Dan batasan tersebut persis dengan cahaya yang diberikan oleh matahari.
Keharmonisan antara sifat fisika bintang dan molekul klorofil yang dimaksud Greenstein adalah sebuah keharmonisan yang terlalu luar biasa untuk dijelaskan sebagai kebetulan. Hanya terdapat satu peluang dari 1025 kemungkinan bahwa matahari akan menyediakan jenis cahaya yang penting bagi kita, dan harus terdapat molekul dalam dunia kita yang mampu memanfaatkan cahaya itu. Keharmonisan sempurna ini merupakan bukti nyata rancangan yang disengaja dan direncanakan.
Dengan kata lain, terdapat Pencipta tunggal, Pengatur cahaya mata-hari dan molekul tumbuh-tumbuhan, yang telah menciptakan keduanya dalam keharmonisan, sesuai dengan yang diungkapkan di dalam Al Quran:
“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Mem-bentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al Hasyr, 59: 24) !
Cahaya pada Mata Anda
Kita telah mengamati bagaimana cahaya matahari yang hanya terdiri dari tiga berkas sempit spektrum elektromagnetik sampai kepada kita:
1. Cahaya inframerah, dengan panjang gelombang lebih panjang dari-pada cahaya-tampak dan yang menjaga bumi tetap hangat.
2. Sejumlah kecil cahaya ultraviolet, dengan panjang gelombang lebih pendek daripada cahaya tampak dan salah satu manfaatnya untuk pembentukan vitamin D.
3. Cahaya tampak, yang memungkinkan penglihatan dan mendukung tumbuhan berfotosintesis.
Keberadaan “cahaya tampak” penting untuk penglihatan biologis di samping untuk proses fotosintesis. Alasannya adalah, tidak mungkin bagi mata biologis untuk melihat pita spektrum mana pun di luar spektrum cahaya-tampak dan sedikit inframerah-dekat.
Untuk menerangkan mengapa harus seperti itu, pertama-tama kita perlu memahami bagaimana proses melihat terjadi. Proses ini dimulai dari partikel cahaya yang disebut “foton” yang melalui pupil mata, dan menimpa permukaan retina yang terletak di bagian belakang mata. Retina mengandung sel yang sensitif terhadap cahaya. Sel tersebut begitu sensitif sehingga setiap sel dapat mengenali sekalipun hanya sebuah fo-ton yang menimpa retina. Energi foton mengaktifkan “rhodopsin”, suatu molekul kompleks yang banyak terkandung dalam sel retina. Se-lanjutnya rhodopsin mengaktifkan sel-sel lain, dan sel lain tersebut pada gilirannya mengaktifkan sel yang lain lagi.72 Akhirnya arus listrik dibang-kitkan dan diantarkan ke otak oleh syaraf optik.
Persyaratan pertama agar sistem ini bekerja adalah sel retina tersebut harus mampu mengenali foton ketika menimpanya. Agar terjadi, foton harus membawa jumlah energi yang sesuai: Jika energi tersebut terlalu banyak atau kurang, foton tidak akan mengaktifkan susunan rhodopsin. Mengubah ukuran mata tidak ada pengaruhnya; yang penting adalah keserasian antara ukuran sel dan panjang gelombang foton yang masuk.
Merancang mata organik yang dapat melihat bagian lain spektrum elektromagnetik ternyata tidak mungkin di dalam dunia yang di-dominasi oleh kehidupan yang berbasis karbon. Dalam Nature’s Destiny, Michael Denton membahas hal ini secara terperinci dan menyetujui bahwa mata organik hanya dapat melihat dalam kisaran spektrum cahaya tampak. Sementara model mata lain yang, secara teoritis, dapat dirancang, tidak ada satu pun yang dapat melihat kisaran spektrum lain. Denton mengungkapkan alasannya:
Sinar UV, X, dan sinar Gamma terlalu berenergi dan sangat merusak, sedangkan inframerah dan gelombang radio terlalu lemah untuk dideteksi karena energi mereka untuk berinteraksi dengan materi terlalu kecil.... Jadi akan jelas bahwa untuk beberapa alasan berbeda, bagian tampak spektrum elektromagnetik merupakan bagian yang sangat sesuai untuk penglihatan biologis, dan terutama untuk mata-kamera vertebrata yang beresolusi tinggi dan yang memiliki rancangan dan bentuk sangat mendekati mata manusia.73
Setelah jeda untuk memikirkan apa yang telah dijelaskan sejauh ini, kita sampai pada kesimpulan ini: Matahari memancarkan energi dalam pita sempit (begitu sempit, hanya selebar 1/1025 saja dari keseluruhan spektrum elektromagnetik) yang telah dipilih secara hati-hati. Begitu tepat pita ini disesuaikan sehingga menjaga dunia tetap hangat, men-dukung fungsi biologis bentuk-bentuk kehidupan yang kompleks, me-mungkinkan fotosintesis, dan memungkinkan makhluk hidup di dunia ini untuk melihat.
Bintang yang Tepat, Planet yang Tepat,
dan Jarak yang
Tepat
Dalam bab “planet Biru”, kita membandingkan dunia kita dengan planet-planet lain dalam tata surya, dan mendapati bahwa rentang suhu yang penting untuk keberadaan kehidupan hanya terdapat di bumi. Alasan utama untuk ini adalah bahwa jarak bumi dari matahari sangat tepat: planet-planet luar seperti Mars, Jupiter, atau Pluto terlalu dingin sedangkan planet-planet dalam Venus dan Merkurius terlalu panas.
Mereka yang menolak mengakui bahwa terdapat rancangan yang di-sengaja pada jarak antara bumi dengan matahari berkilah sebagai berikut:
Alam semesta dipenuhi dengan bintang, beberapa di antara bintang tersebut lebih besar daripada matahari dan beberapa di antaranya lebih kecil. Bintang-bintang tersebut bisa saja mempunyai sistem planet sendiri. Jika sebuah bintang lebih besar dari matahari, maka planet yang ideal untuk kehidupan akan terletak lebih jauh dari jarak bumi dengan matahari. Contohnya, sebuah planet dalam orbit sebuah raksasa-merah berjarak sama dengan Pluto mungkin saja memiliki iklim seperti bumi kita. Planet seperti itu akan sesuai untuk kehidupan seperti halnya bumi kita.
Pernyataan tersebut tidak berlaku karena justru mengabaikan fakta bahwa bintang-bintang berbeda ukuran meradiasikan jenis energi yang berbeda.
Faktor-faktor yang menentukan panjang gelombang energi yang diradiasikan oleh bintang adalah ukuran dan suhu permukaannya (faktor suhu permukaan secara langsung berhubungan dengan ukuran). Misal-nya, matahari meradiasikan cahaya ultraviolet-dekat, cahaya tampak, dan inframerah-dekat karena suhu permukaannya sekitar 6.000oC. An-daikan matahari sedikit lebih besar, suhu permukaannya akan lebih be-sar; dan jika demikian, tingkat energi radiasi matahari juga akan lebih besar dan matahari akan jauh lebih banyak meradiasikan sinar ultraviolet yang merusak daripada sekarang ini.
Ini menunjukkan bahwa untuk meradiasikan cahaya yang akan mendukung kehidupan, bintang mana pun harus memiliki ukuran yang dekat dengan matahari kita. Namun, kalaupun dalam orbit bintang-bintang seperti itu terdapat planet-planet yang mendukung kehidupan, planet-planet tersebut harus terletak pada jarak yang tidak berbeda dengan jarak bumi dan matahari.
Dengan kata lain, raksasa merah, raksasa biru, atau bintang apa pun yang berbeda ukuran dengan matahari, tidak mempunyai planet yang dapat menampung kehidupan. Sumber energi yang mampu menunjang kehidupan hanya bintang seperti matahari kita. Satu-satunya jarak planet yang sesuai untuk kehidupan hanya jarak antara bumi dengan matahari.
Terdapat cara lain untuk mengungkapkan kebenaran ini: Matahari dan bumi diciptakan sesuai dengan seharusnya. Dan sesungguhnya, dalam Al Quran diungkapkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu berdasarkan perhitungan yang teliti:
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristira-hat, dan (manjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.’ (QS. Al An’aam, 6: 96) !
Keserasian Cahaya dan Atmosfer
Sejak awal bab ini, telah kita bahas radiasi yang dipancarkan mata-hari dan bagaimana matahari dirancang secara khusus untuk mendu-kung kehidupan. Masih terdapat faktor penting lain yang belum kita singgung: Agar radiasi ini mampu mencapai permukaan bumi, radiasi harus melewati atmosfer.
Sinar matahari tentu saja tidak memberikan manfaat jika atmosfer tidak membiarkannya menembus. Namun ini terjadi; bahkan, atmosfer kita dirancang khusus agar mudah tembus bagi radiasi yang mengun-tungkan ini.
Yang menarik bukan bagaimana atmosfer memungkinkan cahaya matahari yang menguntungkan melewatinya, melainkan kenyataan bah-wa hanya cahaya matahari yang dibiarkan tembus. Atmosfer membiar-kan masuk cahaya tampak dan inframerah-dekat yang penting bagi kehidupan namun menahan radiasi lain yang mematikan. Akibatnya, atmosfer menjadi penyaring penting terhadap radiasi kosmik yang men-capai bumi dari matahari dan sumber lain. Denton menyatakan:
Gas-gas dalam atmosfer itu sendiri menyerap radiasi elektromagnetik selain cahaya tampak dan inframerah-dekat.... Dari seluruh radiasi elektro-magnetik, dari gelombang radio hingga sinar gamma, satu-satunya bagian spektrum yang diperbolehkan melewati atmosfer merupakan berkas yang sangat sempit yang mencakup cahaya tampak dan inframerah-dekat. Nyaris tidak terdapat radiasi gamma, X, ultraviolet, inframerah-jauh, dan gelom-bang mikro yang mencapai permukaan bumi.74
Tidak mungkin mengabaikan keahlian rancangan ini. Matahari me-mancarkan hanya 1/1025 dari keseluruhan selang radiasi elektromagnetik yang mungkin dipancarkan, yang kebetulan merupakan kisaran yang sesuai hanya untuk kita, dan radiasi itulah yang dibiarkan lewat oleh atmosfer! Sampai di sini juga perlu dijelaskan bahwa hampir semua ultraviolet-dekat yang dipancarkan matahari terperangkap lapis-an ozon atmosfer.
Satu hal lagi yang membuat radiasi elektromagnetik ini bahkan lebih menarik adalah, seperti halnya udara, air juga memiliki keter-tembusan yang sangat khusus: Satu-satunya radiasi yang mampu me-nyebar melalui air adalah bagian cahaya tampak. Bahkan radiasi infra-merah-dekat, yang menembus atmosfer (dan yang menyediakan pa-nas), menembus hanya beberapa milimeter ke dalam air. Karena itulah, hanya beberapa milimeter permukaan lautan yang dipanaskan oleh radiasi dari matahari. Panas ini secara bertahap dibawa ke kedalaman dan sebagai hasilnya, pada kedalaman tertentu, temperatur air laut hampir sama di seluruh dunia. Tentu saja ini menciptakan lingkungan yang sangat sesuai bagi kehidupan.
Hal lain yang menarik tentang air adalah bahwa warna yang berbe-da dari cahaya tampak mampu menembus jarak yang berbeda dalam air. Lebih dari delapan belas meter, misalnya, cahaya merah tidak mam-pu menembus, sedangkan cahaya kuning mampu mencapai kedalaman seratus meter. Di lain pihak, cahaya biru dan hijau menembus sampai 240 meter. Ini merupakan rancangan yang sangat penting karena cahaya yang justru sangat penting bagi proses fotosintesis adalah cahaya biru dan hijau. Karena air memungkinkan warna-warna ini menembus lebih dalam daripada cahaya lain, tumbuh-tumbuhan yang berfotosintesis dapat hidup sampai 240 meter di bawah permukaan.
Ini semua merupakan fakta yang paling penting. Hukum fisika apa pun yang berhubungan dengan cahaya yang kita amati, kita mendapati bahwa segala sesuatunya telah diatur dengan tepat agar kehidupan dapat terwujud. Mengomentari situasi ini, Encyclopedia Britannica menga-kui betapa luar biasanya semua itu:
Ketika memikirkan pentingnya cahaya-tampak dari matahari bagi semua aspek kehidupan di bumi, tak pelak seseorang akan dicengangkan oleh celah yang begitu sempit pada penyerapan atmosfer dan pada spektrum penyerapan air.75
Kesimpulan
Filosofi materialis dan Darwinisme, yang bersumber pada material-isme, keduanya menganggap bahwa kehidupan manusia muncul di alam semesta hanya kebetulan dan bahwa “kebetulan” tersebut tanpa disertai tujuan apa pun. Namun pengetahuan yang dicapai melalui kemajuan ilmu alam menunjukkan bahwa dalam setiap detail alam semesta, terdapat rancangan dan perencanaan dengan tujuan akhir kehidupan manusia. Rancangan yang demikian “tepat”, sehingga bahkan satu unsur seperti cahaya, yang mungkin tidak pernah kita pikirkan sebelumnya, pasti akan menimbulkan ketakjuban.
Menyatakan dan menjelaskan rancangan seteliti itu sebagai suatu kebetulan tidaklah masuk akal. Kenyataan bahwa semua radiasi mata-hari termampatkan pada pita spektrum sempit, hanya 1/1025 dari total spektrum elektromagnetik, kenyataan bahwa cahaya yang penting bagi kehidupan tepat berada dalam pita spektrum sempit tersebut, kenya-taan bahwa atmosfer menghalangi panjang gelombang radiasi yang lain dan melewatkan hanya panjang gelombang pada bagian tersebut, ke-nyataan bahwa air juga menghalangi semua bentuk radiasi yang mema-tikan lainnya dan hanya melewatkan cahaya-tampak: Mungkinkah semua itu benar-benar kebetulan? Kesesuaian luar biasa seperti ini da-pat dijelaskan bukan dengan kebetulan, namun dengan rancangan yang disengaja. Ini pada gilirannya menunjukkan kepada kita bahwa seluruh alam semesta beserta seluruh detailnya—termasuk sinar matahari yang memungkinkan kita melihat dan menjaga kita tetap hangat secara khusus telah diciptakan dan diperuntukkan bagi kita untuk hidup.
Kesimpulan yang dicapai oleh sains merupakan sebuah kebenaran yang telah diajarkan dalam Al Quran selama empat belas abad kepada umat manusia. Ilmu alam menunjukkan bahwa cahaya matahari telah diciptakan untuk kita, dengan kata lain, cahaya matahari telah diciptakan untuk “melayani kita”. Dalam Al Quran difirmankan bahwa: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (QS. Ar-Rahmaan, 55: 5). Da-lam ayat lain disebutkan:
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurun-kan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu.... Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghi-tung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Se-sungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS Ibrahim, 14: 32-34) !
Picture Text
PERBEDAAN PANJANG GELOMBANG
RADIASI ELEKTROMAGNET
Bintang-bintang dan sumber-sumber cahaya lain di alam semesta tidak semuanya memberikan jenis radiasi yang sama. Sebaliknya, mereka memancarkan energi dalam rentang panjang gelombang yang luas. Sinar gamma, yang memiliki panjang gelombang terpendek, hanya 1/1025 dari panjang gelombang radio terpanjang. Cukup aneh, hampir semua radiasi yang dipancarkan matahari jatuh ke dalam pita tunggal yang juga 1/1025 dari keseluruhan spektrum. Alasannya adalah bahwa hanya jenis-jenis radiasi yang penting dan sesuai bagi kehidupan yang jatuh pada pita sempit ini.
Hampir seluruh radiasi matahari termampatkan pada pita sempit panjang gelombang yang berkisar antara 0,3 sampai 1,5 mikron. Pita ini mencakup sinar ultraviolet-dekat, cahaya-tampak dan sinar inframerah.
Selama ratusan juta tahun, tumbuh-tumbuhan sibuk melakukan sesuatu yang tidak dapat ditiru laboratorium mana pun: menggunakan cahaya matahari, mereka menghasilkan makanan. Tetapi persyaratan penting untuk transformasi luar biasa ini adalah bahwa cahaya yang diterima tumbuh-tumbuhan harus tepat untuk berlangsungnya fotosintesis.
KESESUAIAN CAHAYA MATAHARI
DAN KLOROFIL
Tumbuhan mampu melakukan fotosintesis karena molekul klorofil dalam selnya sensitif terhadap cahaya matahari. Namun klorofil hanya mampu menggunakan kisaran panjang gelombang yang sangat terbatas, dan kisaran panjang gelombang tersebut adalah yang diradiasikan matahari paling kuat. Yang lebih menarik adalah kisaran ini hanya setara dengan 1/1025 dari keseluruhan spektrum elektromagnetik.
Pada dua grafik di atas, kesesuaian yang luar biasa antara cahaya matahari dengan klorofil dapat terlihat. Diagram paling atas adalah diagram yang menunjukkan distribusi cahaya yang dipancarkan oleh matahari. Diagram bawah adalah diagram yang menunjukkan cahaya yang memungkinkan fotosintesis berlangsung. Kenyataan bahwa kedua kurva ini hampir serupa menunjukkan bagaimana sempurnanya rancangan pada cahaya tampak.
Hanya sinar cahaya yang sesuai untuk penglihatan biologis yang memiliki panjang gelombang yang jatuh dalam batas yang disebut “visible light.” Bagian yang luas dari energi yang dipancarakan oleh matahari jatuh pada batas tersebut.
Matahari kita mempunyai temperatur permukaan sekitar 6.000OC. Andai-kan temperatur permukaan sedikit lebih besar atau kecil, cahaya yang dihasilkan tidak akan mampu men-dukung kehidupan.
Udara, seperti juga air, memungkinkan perambatan hanya radiasi yang penting bagi kehidupan kita. Semua radiasi kosmik berbahaya dan mematikan yang berasal dari angkasa luar nun jauh terperangkap dalam filter yang dirancang dengan sangat sempurna ini.
Meskipun menghalangi semua bentuk radiasi lainnya, air membiarkan cahaya-tampak menembus bermeter-meter kedalamannya. Akibatnya, tumbuh-tumbuhan di dalam laut mampu melakukan fotosintesis. Andaikan air tidak memiliki sifat ini, keseimbangan ekologi yang penting bagi kehidupan di planet kita tidak dapat terjadi.
BAB 7
RANCANGAN PADA AIR
Hal ini, seperti kebanyakan argumen ateis lainnya, berasal dari Kebutaan mendalam akan Filsafat Alamiah; karena andaikan laut hanya ada separo dari kuantitasnya sekarang, maka hanya ada separo juga Kuantitas Uap, dan akibatnya, kita hanya mempunyai Sungai separo dari jumlahnya yang sekarang untuk menyuplai semua daratan kering yang kita miliki sekarang, dan separo pula untuk kuantitas air yang akan diuapkan, serta panas yang menguapkannya.
John Ray, Naturalis Inggris abad ke-18 76
Sebagian besar planet kita diselimuti air. Samudra dan laut menem-pati tiga perempat bagian permukaan bumi, sementara pada daratannya sendiri terdapat sungai dan danau yang tidak terhi-tung jumlahnya. Salju dan es di puncak gunung-gunung tinggi adalah air dalam bentuk bekunya. Sejumlah besar air bumi berada di langit: Setiap awan mengandung ribuan—terkadang jutaan—ton air dalam betuk uap. Dari waktu ke waktu, sebagian uap air ini berubah menjadi tetesan dan jatuh ke tanah: dengan kata lain, turun hujan. Bahkan udara yang Anda hirup sekarang mengandung sejumlah uap air.
Singkatnya, belahan mana pun dari permukaan bumi yang Anda li-hat, Anda pasti akan melihat air di suatu tempat. Bahkan, ruangan tempat Anda duduk pada saat ini barangkali mengandung sekitar empat puluh sampai lima puluh liter air. Lihatlah ke sekeliling. Anda tidak bisa meli-hatnya? Lihat lagi, lebih cermat, kali ini dengan mengalihkan mata Anda dari tulisan ini dan amatilah tangan, lengan, kaki, serta tubuh Anda. Andalah 40-50 liter air itu!
Andalah, karena sekitar 70% tubuh manusia adalah air. Sel tubuh Anda mengandung pelbagai macam zat tetapi tak ada yang sebanyak atau sepenting air. Bagian terbesar dari darah yang beredar di setiap tem-pat dalam tubuh Anda tentu saja air. Tetapi ini tidak hanya berlaku bagi Anda sendiri atau orang lain: sebagian besar tubuh semua makhluk hidup adalah air. Tanpa air, tampaknya kehidupan tidak mungkin ada.
Air adalah zat yang dirancang secara khusus untuk menjadi dasar kehidupan. Setiap sifat fisik dan kimianya khusus diciptakan untuk kehidupan.
Kesesuaian Air
Ahli biokimia, A. E. Needham, dalam bukunya The Uniqueness of Bio-logical Materials, menunjukkan betapa pentingnya cairan bagi pemben-tukan kehidupan. Jika hukum alam semesta memungkinkan keberadaan zat padat atau gas saja, maka tidak akan pernah ada kehidupan. Alasan-nya adalah bahwa atom-atom zat padat berikatan terlalu rapat dan terlalu statis dan sama sekali tidak memungkinkan proses molekuler dinamis yang penting bagi terjadinya kehidupan. Sebaliknya, dalam gas, atom-atom bergerak bebas dan acak: Mekanisme kompleks bentuk kehidupan tidak mungkin berfungsi dalam struktur seperti itu.
Singkatnya, lingkungan cair mutlak dibutuhkan dalam proses-proses pembentukan kehidupan. Yang paling ideal dari semua cairan—atau te-patnya, satu-satunya cairan ideal— untuk tujuan ini adalah air.
Kenyataan bahwa air memiliki sifat-sifat yang sangat sesuai untuk kehidupan menarik perhatian ilmuwan sejak dulu. Namun, usaha per-tama untuk menyelidikinya secara terperinci adalah Astronomy and Gener-al Physics Considered with Reference to Natural Theology, sebuah buku yang ditulis oleh naturalis Inggris, William Whewell, yang diterbitkan pada tahun 1832. Whewell telah menguji sifat termal air dan mencermati bahwa beberapa di antaranya tampak melanggar hukum alam yang diyakini. Ke-simpulan yang ditariknya dari pengujian ini adalah bahwa ketidakkon-sistenan ini harus dianggap sebagai bukti bahwa zat ini telah diciptakan khusus demi keberadaan kehidupan.
Analisis paling komprehensif tentang kesesuaian air bagi kehidupan muncul dari Lawrence Henderson, seorang profesor dari Departemen Kimia Biologi Universitas Harvard, sekitar satu abad setelah buku Whe-well. Dalam bukunya, The Fitness of the Environment, yang sebagian orang kemudian menyebutnya “Karya ilmiah paling penting pada perempat pertama abad ke-20”, Henderson sampai pada kesimpulan mengenai lingkungan alam dunia kita, sebagai berikut:
Kesesuaian... (dari senyawa-senyawa ini menghasilkan) serangkaian sifat yang sangat atau hampir unik pada air, karbon dioksida, senyawa-senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen, serta lautan—sangat banyak, sangat ber-variasi, sangat lengkap di antara semua yang diamati dalam permasalahan ini, sehingga bersama-sama mereka membentuk kesesuaian yang tentu saja paling mungkin. 77
Sifat Panas Air yang Luar Biasa
Salah satu pokok bahasan dalam buku Henderson adalah sifat termal air. Henderson menjelaskan bahwa ada lima macam sifat termal air yang tidak biasa:
1) Semua zat padat yang dikenal akan menyusut jika semakin dingin. Ini juga terjadi pada semua zat cair yang dikenal: Ketika suhunya menu-run, zat cair ini kehilangan volume. Ketika volume berkurang, kekerapan meningkat sehingga bagian yang lebih dingin dari zat cair itu menjadi lebih berat. Ini sebabnya volume bentuk padat suatu zat lebih besar dari-pada bentuk cairnya. Ada satu kasus di mana “hukum” ini dilanggar: air. Seperti zat cair lain, volume air menyusut ketika suhunya turun, namun ini berlaku hanya sampai pada suhu tertentu (4OC) dan seterusnya— tidak seperti semua zat cair lainnya yang diketahui—air tiba-tiba mengembang dan ketika akhirnya air membeku, air semakin mengembang. Sebagai akibatnya, “air padat” lebih ringan daripada “air cair”. Menurut hukum fisika normal, air padat, yang disebut es, seharus-nya lebih berat daripada air cair, dan seharusnya tenggelam ketika menjadi es; namun ternyata, es mengapung.
2) Ketika es mencair atau air menguap, es atau air menyerap panas dari lingkungannya. Ketika transisi tersebut dibalik (yaitu ketika air mem-beku atau uap mengembun, panas dilepaskan. Dalam fisika istilah “panas laten (latent heat)” digunakan untuk menggambarkan panas yang dilepas-kan tersebut. 78 Semua zat cair mempunyai panas laten seperti itu namun air termasuk di antara zat cair yang mempunyai panas laten tertinggi. Pada suhu “normal”, satu-satunya zat cair dengan panas laten lebih tinggi dari air ketika membeku adalah amonia. Di sisi lain, dalam kaitannya dengan sifat panas laten pada pengembunan, tidak ada zat cair yang bisa mengimbangi air.
3) “Kapasitas termal” air, yaitu jumlah panas yang diperlukan untuk meningkatkan suhu air per satu derajat, lebih tinggi dari kebanyakan zat cair lainnya.
4) Daya hantar panas air, kemampuannya untuk menghantarkan pa-nas, paling tidak empat kali lebih besar daripada zat cair lainnya.
5) Sebaliknya, daya hantar panas es dan salju rendah.
Sampai di sini Anda mungkin bertanya-tanya, apa gunanya kelima sifat fisik yang tampak begitu teknis ini. Ternyata, setiap sifat itu sangat penting karena kehidupan secara umum dan kehidupan diri kita dimung-kinkan di dunia ini terutama karena kelima sifat tersebut demikian adanya.
Sekarang mari kita cermati satu per satu.
Efek Pembekuan “Dari Atas ke Bawah”
Zat cair lain membeku dari bawah ke atas; air membeku dari atas ke bawah. Ini merupakan sifat pertama yang tidak biasa dari air, dan ini sangat penting untuk keberadaan air di permukaan bumi. Kalau air tidak bersifat demikian, artinya es tidak mengapung, sebagian besar air planet kita akan terperangkap dalam es dan kehidupan tidak mungkin ada di laut, danau, kolam, dan sungai.
Mari kita cermati secara terperinci mengapa demikian. Banyak tem-pat di dunia ini di mana suhu turun di bawah 0OC pada musim dingin, se-ring bahkan lebih rendah lagi. Suhu sedingin itu tentu saja akan mem-pengaruhi air di laut, danau, dsb. Air semakin dingin dan bagian-bagian-nya mulai membeku. Jika es tidak berperilaku seperti sekarang ini (atau tidak mengambang), es akan tenggelam ke dasar sementara bagian air yang lebih hangat akan naik ke permukaan dan terkena udara.
Tetapi suhu udara itu masih membekukan sehingga bagian air ini akan membeku juga dan tenggelam. Proses ini akan berlanjut sampai tidak tersisa air cair sama sekali. Namun bukan itu yang terjadi. Melain-kan sebaliknya: Ketika air semakin dingin, air menjadi lebih berat sampai suhunya mencapai 4OC, pada titik ini segala sesuatunya tiba-tiba berubah. Setelah itu, air mulai mengembang dan menjadi lebih ringan seiring me-nurunnya suhu. Akibatnya, air bersuhu 4OC tetap di bawah, air bersuhu 3OC berada di atasnya, air bersuhu 2OC berada di atasnya lagi dan seterusnya. Pada permukaan sajalah suhu air benar-benar mencapai 0OC dan di situ air membeku. Namun hanya permukaan yang membeku: Lapisan air bersuhu 4OC di bawah es tetap cair dan itu cukup bagi makh-luk hidup dan tanaman bawah air untuk terus hidup.
(Perlu dijelaskan di sini bahwa sifat kelima air—daya hantar panas es dan salju yang rendah—juga penting dalam proses ini. Karena es dan salju merupakan penghantar panas yang buruk, lapisan es dan salju mencegah panas pada air bagian bawah terlepas ke atmosfer. Akibatnya, kalaupun suhu udara mencapai -50OC, tebal lapisan es laut tidak akan pernah lebih dari satu atau dua meter dan akan terdapat banyak retakan di dalamnya. Makhluk seperti anjing laut dan pinguin yang hidup di daerah kutub dapat mengambil keuntungan dari keadaan ini untuk men-capai air di bawah es.)
Sekali lagi, mari kita memikirkan apa yang akan terjadi jika air tidak berperilaku seperti itu dan sebaliknya berperilaku “normal”. Misalkan air menjadi semakin berat ketika suhu semakin rendah, seperti zat cair lainnya, dan es tenggelam. Lantas bagaimana?
Dalam kasus seperti itu, proses pembekuan di samudra dan laut akan dimulai dari bawah dan berlanjut ke semua bagian di atas, karena tidak ada lapisan es di permukaan yang mencegah sisa panas terlepas. Dengan kata lain, sebagian besar danau, laut dan samudra bumi akan menjadi es padat dengan lapisan air, barangkali sedalam beberapa meter di atasnya. Bahkan ketika suhu udara meningkat, es di dasar tidak akan pernah men-cair sepenuhnya. Dalam laut seperti itu, tidak akan terdapat kehidupan, dan dalam sistem ekologi dengan laut mati, kehidupan di daratan juga menjadi tidak mungkin. Dengan kata lain, jika air tidak “menyimpang” dan berperilaku normal, planet kita akan menjadi dunia yang mati.
Mengapa air tidak berperilaku normal? Mengapa air tiba-tiba mulai mengembang pada suhu 4OC, setelah menyusut sebagaimana mestinya?
Itu adalah pertanyaan yang tak seorang pun mampu menjawabnya.
Keringat dan Penyejukan
Sifat air kedua dan ketiga yang disebutkan di atas—panas laten yang tinggi dan kapasitas termal yang lebih besar dari zat cair lain—juga sa-ngat penting bagi kita. Kedua sifat tersebut merupakan kunci untuk fungsi tubuh yang penting namun jarang kita pikirkan manfaatnya. Fung-si itu adalah berkeringat.
Benar, apa gunanya berkeringat?
Untuk memahaminya, Anda harus mendapatkan sedikit latar belakang. Semua mamalia memiliki suhu tubuh relatif sama. Meskipun bervariasi, itu tidak terlalu mencolok dan suhu tubuh mamalia berkisar antara 35O- 40OC. Suhu tubuh manusia sekitar 37OC dalam kondisi normal. Ini merupakan suhu kritis dan mutlak harus dijaga agar tetap konstan. Jika suhu tubuh Anda menurun hanya beberapa derajat, banyak fungsi vi-tal tubuh akan gagal. Jika suhu tubuh meningkat meskipun hanya bebe-rapa derajat, seperti yang terjadi ketika kita sakit, pengaruhnya bisa membahayakan. Suhu tubuh yang bertahan di atas 40OC dapat membawa kematian.
Singkatnya, suhu tubuh kita memiliki keseimbangan yang sangat kri-tis dan tidak memungkinkan variasi.
Akan tetapi, tubuh kita memiliki masalah serius: tubuh aktif setiap saat. Semua gerak fisik, seperti halnya gerak mesin, memerlukan produk-si energi untuk tetap aktif. Namun kapan saja energi dihasilkan, panas selalu dikeluarkan sebagai produk sampingan. Anda bisa melihatnya dengan mudah untuk diri sendiri. Letakkan buku ini, dan lari sepuluh kilometer di bawah terik matahari dan lihat betapa panasnya tubuh Anda.
Tetapi kenyataannya, jika Anda memikirkannya, Anda akan menya-dari bahwa Anda sama sekali tidak menjadi sepanas yang seharusnya. . .
Satuan panas adalah kalori. Orang normal yang berlari 10 kilometer dalam satu jam akan menghasilkan sekitar 1.000 kalori panas. Panas itu harus dilepaskan dari tubuh. Jika tidak, Anda akan pingsan sampai koma sebelum Anda menyelesaikan kilometer pertama.
Namun bahaya tersebut dihindari oleh sifat ketiga air.
Yang pertama adalah kapasitas termal air. Artinya, untuk mening-katkan suhu air, diperlukan panas yang tinggi. Tubuh kita terdiri atas 70% air, tetapi berkat kapasitas termalnya, air itu tidak menjadi panas dengan cepat. Bayangkan sebuah gerakan yang meningkatkan panas tubuh se-besar 10OC. Jika tubuh kita mengandung alkohol alih-alih air, gerakan yang sama akan meningkatkan suhu tubuh 20OC, dan untuk zat lain dengan kapasitas termal lebih rendah, keadaan bahkan akan lebih buruk: menaikkan 50OC untuk garam, 100OC untuk besi, dan 300OC untuk timbal. Kapasitas termal air yang tinggi lah yang mencegah terjadinya perubahan panas sebesar itu.
Namun, bahkan kenaikan 10OC akan fatal, seperti telah disebutkan di atas. Untuk mencegahnya, sifat kedua air—panas laten—berperan di sini.
Untuk menjaga tubuh tetap sejuk terhadap panas yang dihasilkan, tubuh menggunakan mekanisme keringat. Ketika kita berkeringat, air menyebar di permukaan kulit dan dengan cepat menguap. Tetapi karena panas laten air sangat besar, penguapan itu membutuhkan panas yang besar pula. Panas tersebut tentu saja diambil dari tubuh sehingga kita tetap sejuk. Proses penyejukan ini begitu efektif sehingga terkadang me-nyebabkan kita merasa kedinginan meskipun cuaca agak panas.
Karena itulah, seseorang yang telah berlari sejauh sepuluh kilometer akan berkurang suhu tubuhnya sampai 6OC sebagai akibat penguapan air satu liter saja. Semakin banyak energi yang dikeluarkannya, semakin meningkat suhu tubuhnya, namun pada saat yang sama, semakin banyak dia berkeringat dan menjadi sejuk. Di antara faktor-faktor yang membuat sistem pengatur panas tubuh bekerja seluar biasa ini, yang utama adalah sifat termal air. Tidak ada zat cair lain akan me-nyediakan sistem pengeluaran keringat seefesien air. Contohnya, jika alkohol menggantikan air, pengurangan panas hanya sebesar 2,2OC; bahkan pada amonia, hanya sebesar 3,6OC.
Terdapat aspek penting lain dalam hal ini. Jika panas yang dilepaskan dalam tubuh tidak dibawa ke permukaan, yaitu ke kulit, baik kedua sifat air maupun proses pengeluaran keringat tidak akan berguna. Karena itulah struktur tubuh juga harus menjadi penghantar panas yang baik. Pada poin inilah, satu lagi sifat penting air berperan: Tidak seperti zat cair lainnya, air memiliki kapasitas sangat tinggi untuk konduktivitas termal, yaitu kemampuan menghantarkan pa-nas. Karena alasan ini, tubuh membawa panas yang dihasilkan di dalam-nya ke kulit. (Saluran darah dekat kulit melebar untuk tujuan ini dan itulah sebabnya kita memerah ketika terlalu panas.) Jika konduktivitas termal air berkurang separo atau sepertiganya, laju penghantaran panas ke kulit akan jauh lebih lambat, dan ini akan membuat bentuk kehidupan kompleks seperti mamalia tidak mungkin hidup.
Semua itu menunjukkan bahwa tiga sifat termal air yang sangat berbeda bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama: mendinginkan tubuh makhluk hidup yang kompleks seperti manusia. Air adalah zat cair yang dirancang khusus untuk tugas ini.
Sebuah Dunia Bersuhu Sedang
Kelima macam sifat termal air yang disebutkan dalam buku Hen-derson, The Fitness of Environment, juga memainkan peran penting dalam menghasilkan iklim yang ramah dan seimbang yang dimiliki bumi.
Panas laten dan kapasitas termal air yang lebih besar dibandingkan zat cair lainnya adalah penyebab air memanas dan mendingin lebih lam-bat daripada daratan. Pada daratan, perbedaan suhu antara tempat ter-panas dan terdingin dapat mencapai 140OC: di laut, perbedaan tersebut paling banyak berkisar antara 15O-20OC. Situasi serupa terdapat dalam perbedaan suhu di malam dan siang hari: pada lingkungan gersang di daratan, perbedaan suhu bisa mencapai 20O-30OC; di laut, perbedaannya tidak pernah lebih dari beberapa derajat. Dan tidak hanya laut yang di-pengaruhi seperti ini: Uap air di atmosfer juga merupakan agen keseim-bangan yang besar. Salah satu akibatnya adalah di daerah gurun di mana uap air sangat sedikit, perbedaan antara suhu siang dan malam hari sangat ekstrem sedangkan daerah di mana iklim laut dominan, perbeda-an tersebut lebih kecil.
Berkat sifat-sifat termal air yang unik, perbedaan suhu antara musim panas dan musim dingin atau antara malam dan siang yang selalu konstan dalam batasan-batasan tertentu sehingga manusia dan bentuk kehidupan lainnya dapat bertahan hidup. Jika permukaan dunia kita memiliki air lebih sedikit daripada daratan, perbedaan suhu antara ma-lam dan siang akan jauh lebih besar, bidang daratan yang luas akan men-jadi gurun, dan kehidupan tidak mungkin ada, atau setidaknya, jauh lebih sulit. Demikian pula, jika sifat termal air tidak seperti sekarang ini, hasilnya adalah sebuah planet yang sangat tidak sesuai untuk kehidupan.
Disimpulkan, sifat ini mempunyai tiga keutamaan. Pertama, sifat ini dengan kuat menyeragamkan dan membatasi suhu bumi; kedua, sifat ini memung-kinkan pengaturan suhu yang sangat efektif pada organisme hidup; dan ketiga, sifat ini mendukung siklus meteorologis. Semua pengaruh tersebut benar-benar maksimum, karena tidak ada zat lain dapat dibandingkan dengan air dalam hal ini. 79
Tekanan Permukaan yang Tinggi
Sifat-sifat air yang telah kita bahas sampai sekarang adalah sifat termal: yaitu sifat-sifat yang berkaitan dengan panas. Air juga memiliki sejumlah sifat fisik yang ternyata juga sangat tepat bagi kehidupan.
Salah satunya adalah tegangan permukaan air yang sangat tinggi. “Tegangan permukaan” didefinisikan sebagai sebuah perilaku permu-kaan-bebas dari zat cair untuk menyerupai kulit elastis di bawah penga-ruh tegangan. Perilaku ini disebabkan oleh gaya tarik antara molekul-molekul dalam permukaan zat cair.
Contoh terbaik pengaruh tegangan permukaan dapat dilihat pada air. Bahkan tegangan permukaan air sangat tinggi sehingga menyebab-kan beberapa fenomena fisik yang aneh terjadi. Sebuah cangkir dapat menampung sejumlah air yang sedikit lebih tinggi daripada tinggi cang-kir itu sendiri tanpa tumpah. Jarum besi yang secara hati-hati diletakkan di atas permukaan air yang tidak bergerak akan mengambang.
Tegangan permukaan air jauh lebih tinggi daripada tegangan per-mukaan zat cair lain. Beberapa konsekuensi biologis dari sifat ini sangat penting dan ini tampak jelas terutama pada tanaman.
Pernahkan Anda bertanya-tanya bagaimana tanaman mampu mem-bawa air dari kedalaman tanah bermeter-meter ke atas tanpa pompa, otot, atau semacamnya? Jawaban untuk teka-teki ini adalah tegangan per-mukaan. Saluran dalam akar dan batang tanaman dirancang untuk me-manfaatkan tegangan permukaan air yang tinggi. Saluran-saluran ini semakin tinggi semakin mengecil dan menyebabkan air “merayap ke atas” dengan sendirinya.
Yang memungkinkan rancangan sempurna ini adalah tegangan per-mukaan air yang tinggi. Jika tegangan permukaan air sama rendahnya dengan tegangan pada kebanyakan zat cair lainnya, secara fisiologi tidak mungkin bagi tanaman besar seperti pohon-pohonan untuk hidup di tanah kering.
Konsekuensi penting lain dari tingginya tegangan permukaan air adalah peretakan batu. Karena tegangan permukaannya, air bisa menem-bus ke celah-celah terdalam melalui retakan-retakan terkecil di mana air membeku ketika suhu turun di bawah nol. Seperti kita ketahui, air mem-punyai sifat tidak normal dengan mengembang ketika membeku. Pengembangan ini menimbulkan tekanan di dalam batu yang akhirnya menyebabkan batu pecah. Proses ini sangat penting karena melepaskan mineral yang terperangkap dalam batu ke dalam lingkungan dan juga membantu formasi tanah.
Sifat-Sifat Kimia Air
Di samping sifat-sifat fisiknya, sifat-sifat kimia air juga sangat sesuai untuk kehidupan. Di antara sifat-sifat kimia air, yang terutama adalah bahwa air merupakan pelarut yang baik: Hampir semua zat kimia bisa dilarutkan dalam air.
Konsekuensi yang sangat penting dari sifat kimia ini adalah mineral-mineral dan zat-zat yang berguna yang terkandung tanah terlarut dalam air dan dibawa ke laut oleh sungai. Diperkirakan lima milyar ton zat di-bawa ke sungai setiap tahun. Zat-zat tersebut penting bagi kehidupan laut.
Air juga mempercepat (mengkatalisis) hampir semua reaksi kimia yang diketahui. Sifat kimia air yang penting lainnya adalah reaktivitas kimianya ada pada tingkat yang ideal. Air tidak terlalu reaktif yang mem-buatnya berpotensi merusak (seperti asam sulfat) dan tidak juga terlalu lamban (seperti argon yang tidak bereaksi kimia). Mengutip Michael Den-ton: “Tampaknya, seperti semua sifatnya yang lain, reaktivitas air ideal baik bagi peran biologis maupun geologisnya.” 80
Detail lain tentang kesesuaian sifat-sifat kimia air untuk kehidupan selalu terungkap ketika para peneliti menyelidiki zat tersebut lebih jauh. Harold Morowitz, seorang profesor biofisika dari Universitas Yale, menyatakan:
Beberapa tahun ke belakang telah menyaksikan studi yang berkembang tentang sebuah sifat air yang baru dipahami (yaitu, konduktansi proton) yang ternyata hampir unik bagi zat tersebut, merupakan unsur kunci transfer energi biologis, dan tentu saja penting bagi asal usul kehidupan. Semakin dalam dipelajari, semakin terkesan sebagian dari kami dengan kesesuaian alam dalam bentuk yang begitu tepat..... 81
Viskositas Ideal Air
Setiap kali kita memikirkan zat cair, bayangan yang terbentuk dalam pikiran kita adalah zat yang sangat cair. Kenyataannya, zat cair yang ber-beda memiliki tingkat viskositas (kekentalan) yang berbeda: Kekentalan ter/aspal, gliserin, minyak zaitun, dan asam sulfat, misalnya, sangat bervariasi. Dan jika kita bandingkan zat-zat cair tersebut dengan air, perbedaannya menjadi lebih jelas. Air 10 juta kali lebih cair daripada aspal, 1.000 kali lebih cair daripada gliserin, 100 kali lebih cair daripada minyak zaitun, dan 25 kali lebih cair daripada asam sulfat.
Seperti yang ditunjukkan oleh perbandingan singkat itu, air memiliki tingkat viskositas yang sangat rendah. Bahkan, jika kita mengabaikan beberapa zat seperti eter dan hidrogen cair, air ternyata berviskositas lebih kecil dari apa pun kecuali gas.
Apakah kekentalan air yang rendah menguntungkan bagi kita? Akan berbedakah keadaan jika zat cair vital ini memiliki kekentalan lebih besar atau lebih kecil? Michael Denton menjawabnya untuk kita:
Kesesuaian air akan berkurang jika kekentalan air lebih rendah. Struktur sistem kehidupan akan bergerak jauh lebih acak di bawah pengaruh gaya-gaya deformasi jika kekentalan air sama rendahnya dengan hidrogen cair.... Jika kekentalan air sangat lebih rendah, struktur yang rawan akan mudah dikacaukan... dan air tidak akan mungkin mendukung struktur mikroskopik rumit yang permanen. Arsitektur molekular sel yang rawan mungkin tidak akan bertahan.
Jika kekentalan lebih tinggi, gerak terkon-trol makromolekul yang besar dan ter-utama struktur seperti mitokondria dan organel-organel kecil tidak akan mung-kin, demikian pula proses-proses se-perti pembelahan sel. Semua aktivitas penting sel akan membeku dengan efektif, dan jenis-jenis kehidupan seluler yang jauh menyerupai yang biasa kita kenal akan tidak mungkin ada. Perkembangan organisme yang lebih tinggi, yang secara kritis bergantung pada kemampuan sel untuk bergerak dan merangkak dalam fase embriogenesis, pasti tidak mungkin terjadi jika kekentalan air sedikit saja lebih tinggi dari kekentalan normal. 82
Kekentalan air yang rendah tidak hanya penting untuk gerak seluler, namun juga untuk sistem sirkulasi.
Semua makhluk hidup dengan ukuran tubuh lebih dari seperempat milimeter memiliki sistem sirkulasi pusat. Hal ini karena pada ukuran le-bih dari itu, tidak mungkin makanan dan oksigen didifusikan ke seluruh tubuh organisme. Artinya, makanan dan oksigen tidak bisa lagi masuk secara langsung ke dalam sel, dan produk sampingannya pun tidak bisa dibuang begitu saja. Ada banyak sel dalam tubuh sebuah organisme, karenanya oksigen dan energi yang diambil tubuh perlu didistribusikan (dipompa) ke tubuh melalui “saluran”; dan saluran lain diperlukan pula untuk mengangkut buangan. “Saluran” ini adalah pembuluh vena dan arteri dalam sistem sirkulasi. Jantung adalah pompa yang menjaga sistem ini agar terus bekerja, sementara zat yang dibawa melalui “saluran” itu adalah cairan yang kita sebut “darah”, yang sebagian besar merupakan air, (95 % dari plasma darah—materi yang tersisa setelah sel darah, pro-tein, dan hormon telah dikeluarkan—adalah air.)
Itulah sebabnya kekentalan air sangat penting agar sistem sirkulasi berfungsi efisien. Jika air memiliki kekentalan seperti aspal misalnya, pas-ti tidak ada jantung organisme yang dapat memompanya. Jika air memi-liki kekentalan minyak zaitun, yang lebih kecil seratus juta kali daripada aspal, jantung mungkin bisa memompanya, namun akan sangat sulit dan darah tidak akan pernah bisa mencapai miliaran kapiler di seluruh pelosok tubuh kita.
Mari kita cermati kapiler-kapiler tersebut. Tujuannya adalah memba-wa oksigen, makanan, hormon, dan lain-lain yang penting bagi kehidup-an ke setiap sel di seluruh tubuh. Jika sebuah sel berjarak lebih dari 50 mikron (satu mikron adalah satu milimeter dibagi seribu) dari kapiler, maka sel tersebut tidak bisa memanfaatkan “layanan” kapiler. Sel dengan jarak 50 mikron dari kapiler akan mati kela-paran.
Itulah sebabnya tubuh manusia dicip-takan sedemikian rupa sehingga kapilernya membentuk jejaring yang menjangkau se-mua sel. Tubuh manu-sia normal memiliki sekitar 5 miliar kapiler yang panjangnya, jika dibentangkan, sekitar 950 kilometer. Pada se-bagian mamalia, ada seba-nyak 3.000 kapiler dalam setiap satu sentimeter persegi jaringan otot. Jika Anda menyatukan sepuluh ribu kapiler terkecil dalam tubuh manusia, hasil jalinannya mungkin setebal isi pensil. Diameter kapiler bervariasi dari 3-5 mikron: sama dengan tiga sampai lima milimeter dibagi seribu.
Jika darah akan menembus jalan sesempit itu tanpa terhambat atau melambat, maka darah harus cair, dan berkat kekentalan air yang rendah, demikian adanya. Menurut Michael Denton, jika kekentalan air sedikit saja lebih besar dari seharusnya, sistem sirkuasi darah sama sekali tidak bermanfaat:
Sistem kapiler akan bekerja hanya jika zat cair yang dipompa melalui seluruh tabungnya memiliki kekentalan yang sangat rendah. Kekentalan rendah sangat penting karena aliran berbanding terbalik dengan kekentalan... Dari sini mudah dilihat bahwa jika kekentalan air memiliki nilai hanya be-berapa kali lebih besar dari seharusnya, memompa darah melalui kapiler akan memerlukan tekanan besar, dan hampir semua jenis sistem sirkula-si pasti tidak akan bekerja…Jika kekentalan air sedikit lebih besar, dan kapiler terkecil berdiameter 10 mikron alih-alih 3 mikron, maka kapiler harus memenuhi hampir semua jaringan otot agar dapat menyediakan oksi-gen dan glukosa dengan efektif. Jelas sekali rancangan bentuk kehidupan makros-kopik tidak akan mungkin dan sangat terbatasi.... Maka tampaknya keken-talan air harus demikian adanya agar menjadi perantara yang sesuai bagi kehidupan. 83
Dengan kata lain, seperti semua sifat lainnya, kekentalan air juga “dirancang khusus” untuk kehidupan. Mencermati kekentalan zat-zat cair berbeda, kita lihat antara satu zat dengan yang lain ada selisih hingga miliaran kali. Di antara miliaran itu hanya ada satu zat cair dengan keken-talan yang diciptakan tepat seperti yang diperlukan: air.
Kesimpulan
Segala sesuatu yang sudah kita ketahui dalam bab ini sejak awal menunjukkan bahwa sifat termal, fisik, kimia, dan kekentalan air tepat seperti seharusnya demi keberadaan kehidupan. Air dirancang begitu sempurna untuk kehidupan, sehingga dalam beberapa kasus, hukum-hukum alam dilanggar demi tujuan tersebut. Contoh terbaik dari hal ini adalah pengembangan yang tidak terduga dan tidak dapat dipahami pada volume air ketika suhunya turun di bawah 4OC: Jika pengembangan tidak terjadi, es tidak akan mengambang, lautan akan membeku menjadi padatan total, dan kehidupan tidak mungkin ada.
Air “begitu tepat” untuk kehidupan, sampai-sampai tidak dapat di-bandingkan dengan zat cair lain. Sebagian besar planet ini, dunia dengan atribut lain (suhu, cahaya, spektrum elektromagnetik, atmosfer, permu-kaan, dan lain-lain) yang semuanya sesuai untuk kehidupan, telah diisi air dengan jumlah tepat untuk kehidupan. Jelaslah bahwa semua itu bukan kebetulan, dan sebaliknya pasti merupakan rancangan yang disengaja.
Untuk menguraikannya dengan cara lain, semua sifat fisik dan kimia air menunjukkan bahwa dia diciptakan khusus untuk kehidupan. Bumi, yang sengaja diciptakan untuk tempat hidup umat manusia, dihidupkan dengan air yang khusus diciptakan untuk membentuk dasar kehidupan manusia. Dalam air, Allah telah memberi kita kehidupan dan dengannya Dia menumbuhkan makanan yang kita makan dari tanah.
Akan tetapi, aspek terpenting dari semua ini adalah bahwa kebe-naran ini, yang telah ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, di-ungkapkan dalam Al Quran, yang diturunkan kepada umat manusia sebagai petunjuk empat belas abad yang lalu. Mengenai air dan umat manusia, dikemukakan firman Allah dalam Al Quran:
“Dialah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu meng-gembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An -Nahl, 16: 10-11) !
Picture Text
Tidak seperti zat cair lain, air mengembang ketika membeku. Karena itulah, es mengambang di air.
Karena air membeku dari atas ke bawah, samudra dunia tetap cair meskipun mungkin ada lapisan es di permukaan. Jika air tidak memiliki sifat “luar biasa” ini, hampir semua air di dunia membeku dan kehidupan di dalam laut tidak akan mungkin.
Sifat termal air memungkinkan kita membuang panas berlebihan dari tubuh dengan cara berkeringat.
Volume air yang sangat besar dalam lautan di bumi menjaga temperatur planet ini tetap seimbang. Itulah sebabnya, perbedaan temperatur antara siang dan malam sangat kecil di daerah dekat laut, terutama di sepanjang pantai. Di daerah gurun jauh dari laut, perbedaan temperatur antara siang dan malam bisa setinggi 40OC.
Tanaman dirancang untuk memanfaatkan tegangan permukaan air yang tinggi. Berkat sifat ini, air dapat naik bermeter-meter bahkan sampai ke dedaunan di puncak pepohonan di hutan.
Kekentalan air yang rendah sangat penting bagi kita. Jika air sedikit saja lebih kental, tidak akan mungkin darah dialirkan ke seluruh tubuh melalui sistem kapiler. Sebagai contoh, sistem pembuluh darah hati tubuh kita yang rumit (kiri) tidak akan pernah ada.
Kekentalan air yang rendah penting untuk semua makhluk hidup, bahkan tanaman. Pembuluh-pembuluh kecil daun yang tampak pada gambar di atas bisa mengangkut air karena air sangat cair.
BAB 8
UNSUR-UNSUR KEHIDUPAN YANG DIRANCANG KHUSUS
Ada pemikiran dan tujuan dibalik alam semesta. Ada isyarat kehadiran Tuhan dalam betapa abstraknya ilmu matematika menembus rahasia alam semesta, yang mengisyaratkan adanya sebuah pemikiran rasional menciptakan dunia ini. Alam disesuaikan untuk memungkinkan kehidupan dan kesadaran agar muncul.
John Polkinghorne, British Physicist 84
Sampai pada bab ini, kita telah mengamati betapa semua keseim-bangan fisik alam semesta tempat kita hidup telah dirancang seca-ra khusus sehingga kita bisa hidup. Kita telah melihat betapa struktur umum alam semesta ini, lokasi bumi di alam semesta, dan faktor-faktor seperti udara, cahaya, dan air telah dirancang secara tepat untuk memiliki sifat yang kita butuhkan. Di samping semua itu, kita juga perlu mencermati unsur-unsur yang menyusun tubuh kita. Unsur-unsur kimia tersebut, unsur pembentuk tangan, mata, rambut, dan organ-organ kita, seperti halnya semua makhluk hidup—tanaman dan binatang—yang merupakan sumber makanan kita, telah dirancang secara khusus untuk memenuhi tujuan mereka semestinya.
Fisikawan Robert E. D. Clark merujuk pada keberadaan rancangan khusus dan luar biasa dalam unsur pembentuk kehidupan ketika dia berkata: “Seolah Sang Pencipta telah memberi kita seperangkat bagian-bagian pracetak yang dibuat siap untuk bekerja.” 85
Di antara unsur-unsur pembentuk, karbon adalah unsur yang paling penting.
Rancangan pada Karbon
Pada bab sebelumnya kita menjelaskan proses yang luar biasa di mana karbon, unsur yang menduduki posisi keenam dalam tabel periodik, dihasilkan dalam pusat bintang yang sangat besar, yang disebut raksasa merah. Kita juga melihat bagaimana, setelah menemukan proses yang menarik ini, Fred Hoyle tergerak untuk mengatakan bahwa “hukum fisika nuklir telah dirancang secara sengaja dengan ber-dasar pada konsekuensi yang dihasilkan pada bintang.”86
Kalau kita mengamati karbon dengan lebih teliti, kita dapat melihat bahwa tidak hanya su-sunan fisik unsur ini saja namun juga sifat kimianya dirancang secara sengaja agar menjadi seperti seharusnya.
Karbon murni secara alamiah terjadi dalam dua bentuk: grafit dan berlian. Tetapi karbon juga membentuk senyawa dengan bermacam unsur lain dan hasilnya adalah berbagai jenis zat yang berbeda. Secara khusus benda organik kehidupan yang begitu beragam—membran sel dan kulit kayu, lensa mata dan tanduk rusa, bagian putih telur dan racun ular—semuanya tersusun oleh senyawa-senyawa yang berdasar karbon. Karbon, dicampur dengan hidrogen, oksigen, dan nitrogen dalam bera-gam jumlah dan susunan geometrik, menghasilkan begitu beragam materi dengan sifat-sifat yang jauh berbeda.
Beberapa molekul senyawa karbon mengandung hanya beberapa atom, yang lain mengandung ratusan atau bahkan jutaan atom. Lebih jauh lagi, tidak ada unsur lain yang memiliki manfaat seberagam karbon dalam pembentukan molekul dengan daya tahan dan stabilitas seperti itu. Mengutip pendapat David Burnie dalam bukunya yang berjudul Life:
Karbon merupakan unsur yang sangat tidak biasa. Tanpa adanya karbon dan sifat tidak biasanya, sepertinya tidak akan ada kehidupan di bumi. 87
Mengenai karbon, ahli kimia Inggris, Nevil Sidgwick, menulis dalam buku Chemical Elements and Their Compounds:
Karbon merupakan unsur unik dalam jumlah dan ragam senyawa yang dapat dibentuknya. Seperempat juta lebih telah diisolasikan dan dijelaskan, namun memberikan ide yang sangat tidak sempurna akan kekuatannya, karena karbon merupakan dasar dari semua benda hidup . 88
Baik ditinjau dari sisi fisika atau kimia, tidak mungkin kehidupan berdasarkan pada unsur selain karbon. Pada suatu saat, silikon dikemu-kakan sebagai unsur lain yang mungkin sebagai dasar kehidupan. Na-mun sekarang kita tahu bahwa dugaan ini tidak mungkin. Mengutip pendapat Sidgwick lagi:
Sekarang kami cukup tahu untuk meyakini bahwa ide akan sebuah dunia di mana silikon mengambil alih fungsi karbon sebagai dasar kehidupan tidaklah mungkin..... 89
Ikatan Kovalen
Ikatan kimia yang mengikat karbon ketika membentuk senyawa or-ganik disebut “ikatan kovalen”. Ikatan kovalen terjadi ketika dua atom berbagi elektronnya.
Elektron-elektron sebuah atom menempati lapisan orbit spesifik yang mengelilingi inti atom. Orbit yang terdekat dengan nukleus dapat ditempati tidak lebih dari dua elektron. Pada orbit berikutnya elektron terbanyak adalah delapan elektron. Pada orbit ketiga, dapat mencapai delapan belas. Jumlah elektron semakin meningkat dengan penambahan orbit. Lalu, sebuah aspek yang menarik dari skema tersebut adalah atom “ingin” melengkapi jumlah elektron dalam orbit. Misalnya, oksigen memiliki enam elektron pada orbit kedua (dan yang paling luar), dan ini membuatnya lebih “berani” membentuk kombinasi dengan atom lain-nya yang akan menyediakan dua kelebihan elektron yang diperlukan untuk menaikkan jumlahnya menjadi delapan. (Kenapa atom bertindak seperti itu adalah sebuah pertanyaan yang tidak terjawab. Namun dengan berperilaku seperti itu merupakan hal yang bagus: karena jika tidak, kehidupan tidak akan mungkin.)
Ikatan kovalen merupakan hasil dari kecenderungan atom untuk melengkapi elektron pada orbitnya. Dua atau lebih atom dapat mengisi kekurangan dalam orbitnya dengan saling berbagi elektron. Sebuah contoh yang bagus adalah molekul air (H2O), yang unsur pembentuknya (dua atom hidrogen dan satu atom oksigen) membentuk ikatan kovalen. Dalam senyawa ini, oksigen melengkapi jumlah elektron pada orbit kedua menjadi delapan dengan berbagi dua elektron (masing-masing satu elektron) dari orbit dua buah atom hidrogen; dengan cara yang sama, setiap atom hidrogen “meminjam” satu elektron dari atom oksigen untuk melengkapi kulitnya sendiri.
Karbon sangat piawai dalam membentuk ikatan kovalen dengan atom lain (termasuk atom karbon) yang memungkinkan terbentuknya sejumlah besar senyawa. Salah satu contoh dari senyawa ini yang paling sederhana adalah metana: gas biasa yang dibentuk dari ikatan kovalen empat atom hidrogen dan satu atom karbon. Hanya dengan enam elek-tron, orbit terluar karbon kekurangan empat elektron untuk menggenap-kan menjadi delapan, tidak seperti oksigen yang kekurangan dua, dan karena inilah, empat atom hidrogen diperlukan untuk melengkapinya.
Telah disebutkan bahwa karbon memiliki beragam kemampuan dalam membentuk ikatan dengan atom lain dan kemampuan inilah yang menghasilkan beragam senyawa. Kelompok senyawa yang dibentuk secara eksklusif dari karbon dan hidrogen disebut “hidrokarbon”. Kelompok ini merupakan kelompok senyawa yang sangat beragam yang meliputi gas alam, bensin, kero-sen, dan minyak oli. Hidrokar-bon seperti etilen dan propilen adalah dasar pembentuk in-dustri petrokimia modern. Hidrokarbon seperti benze-na, toluena, dan terpentin tidak asing lagi bagi siapa pun yang kerjanya berhu-bungan dengan cat. Naptalen yang melindungi pakaian kita dari ngengat adalah hidrokarbon lainnya. Dengan tambahan klorin da-lam senyawa, beberapa hidrokarbon menjadi zat bius; dengan tambahan florin, kita memiliki freon, gas yang banyak digunakan dalam AC.
Terdapat kelompok senyawa penting lain bentukan dari karbon, hi-drogen, dan oksigen yang berikatan kovalen satu dengan lainnya. Dalam kelom-pok ini kita temukan alkohol seperti etanol dan propanol, keton, aldehid, dan asam lemak, sebagai salah satu dari sekian banyak senyawa. Kelompok senyawa lain yang tersusun dari karbon, hidrogen, dan oksi-gen adalah gula, yang mencakup glukosa dan fruktosa.
Selulosa yang menyusun kerangka kayu dan bahan kertas mentah adalah karbohidrat. Begitu juga dengan cuka. Demikian pula lilin lebah dan asam formiat. Setiap senyawa dan bahan-bahan yang begitu beragam yang terbentuk alami di dunia kita ini “tidak lebih” merupakan susunan berbeda dari karbon, hidrogen, dan oksigen yang diikat ber-sama oleh ikatan kovalen.
Ketika karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen membentuk ikatan seperti itu, hasilnya adalah sekelompok molekul yang merupakan dasar dan struktur kehidupan itu sendiri: asam amino yang menyusun protein. Nukleotida yang menyusun DNA juga merupakan molekul yang di-bentuk dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen.
Singkatnya, ikatan kovalen yang mampu dibentuk oleh atom karbon sangat penting untuk keberadaan kehidupan. Andaikan hidrogen, kar-bon, nitrogen, dan oksigen tidak terlalu “berani” saling berbagi elektron, maka kehidupan tidak akan mungkin.
Yang memungkinkan karbon membentuk ikatan-ikatan tersebut adalah sebuah sifat yang disebut para ahli kimia sebagai “keadaan meta-stabil”, sebuah keadaan dengan ambang yang sangat tipis di atas stabil. Ahli biokimia, J. B. S. Haldane, menjelaskan keadaan metastabil sebagai:
Molekul metastabil berarti molekul yang mampu melepaskan energi bebas dengan transformasi, namun cukup stabil untuk bertahan lama kecuali diaktifkan oleh panas, radiasi, atau penyatuan dengan katalis.90
Istilah yang agak teknis ini berarti bahwa karbon memiliki struktur agak unik, oleh karenanya, sangat mudah bagi karbon membentuk ikatan kovalen dalam kondisi normal.
Akan tetapi, tepat di sinilah karbon mulai membuat penasaran ka-rena karbon metastabil hanya dalam kisaran suhu yang sangat sempit. Lebih tepatnya, senyawa karbon menjadi sangat tidak stabil jika suhu di atas 100OC.
Fakta ini sangat lumrah dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga sebagian besar dari kita tidak menganggapnya istimewa. Misalnya ketika kita memasak daging, yang kita lakukan sebenarnya adalah mengubah struktur senyawa karbonnya. Namun ada sesuatu yang perlu kita catat di sini: Daging matang menjadi benar-benar “mati”; yaitu struktur kimianya berbeda dengan yang dimiliki daging tersebut ketika masih merupakan bagian organisme hidup. Sesungguhnya sebagian besar senyawa karbon menjadi “tidak alami” pada suhu di atas 100OC: sebagian besar vitamin misalnya, terurai begitu saja; gula juga mengalami perubahan struktur dan kehilangan sebagian nilai gizi; dan pada suhu sekitar 150OC, senyawa karbon akan mulai terbakar.
Dengan kata lain, jika atom karbon harus melakukan ikatan kovalen dengan atom-atom lain dan jika senyawa yang dihasilkan harus tetap stabil, maka suhu lingkungan ha-rus tidak lebih dari 100OC. Seba-liknya batas bawah adalah sekitar 0OC: Jika suhu turun jauh di ba-wah 0OC, biokimia organik men-jadi tidak mungkin.
Dalam kasus senyawa lain, secara umum keadaan ini bukan-lah yang terjadi. Sebagian besar senyawa anorganik tidak meta-stabil; kestabilannya tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan su-hu. Untuk mengetahuinya mari kita lakukan sebuah percobaan. Tusuk sepotong daging di ujung sebatang logam panjang, misal-nya besi dan panaskan keduanya di atas api. Bersamaan suhu me-manas, daging akan menghitam dan akhirnya terbakar jauh sebe-lum terjadi apa-apa dengan logam tersebut. Hal yang sama akan terjadi juga jika Anda meng-ganti logam dengan batu atau kaca. Anda harus meningkatkan panas sampai beberapa ratus derajat sebelum struktur benda-benda tersebut berubah.
Saat ini, Anda tentu sudah mendapati kesamaan antara kisaran suhu yang diperlukan untuk pembentukan dan kestabilan ikatan kovalen se-nyawa karbon dan kisaran suhu yang umum pada planet kita. Seperti telah dibahas di bagian lain, di seluruh alam semesta, suhu berkisar dari jutaan derajat dalam pusat bintang sampai nol derajat mutlak (-273,15OC). Namun bumi, yang telah diciptakan untuk umat manusia agar hidup di dalamnya, memiliki kisaran suhu sempit yang mutlak diperlukan bagi pembentukan senyawa karbon sebagai unsur pembentuk kehidupan.
Namun “kebetulan” yang menarik tidak berakhir di sini. Kisaran suhu yang sama merupakan satu-satunya keadaan di mana air tetap cair. Seperti yang telah kita bahas pada bab sebelumnya, air yang cair meru-pakan salah satu syarat utama kehidupan, untuk tetap cair, air memerlu-kan suhu yang tepat sama dengan suhu senyawa karbon agar dapat ter-bentuk dan stabil. Tidak ada “hukum” fisika atau alam yang mengha-ruskan keadaan seperti ini, dan berdasarkan fakta ini, terbukti bahwa sifat fisik air dan karbon dan keadaan planet bumi diciptakan selaras antara satu dan lainnya.
Ikatan Lemah
Ikatan kovalen bukan satu-satunya bentuk ikatan kimia yang men-jaga kestabilan senyawa-senyawa bagi kehidupan. Terdapat jenis ikatan lain dan berbeda yang dikenal sebagai “ikatan lemah”.
Ikatan ini sekitar dua puluh kali lebih lemah daripada ikatan kovalen, dari sinilah asal namanya; namun ikatan tersebut tidak kurang penting bagi proses-proses kimia organik. Berkat ikatan yang lemah ini, protein yang membangun unsur pembentuk makhluk hidup mampu menjaga struktur tiga dimensi yang rumit dan sangat vital.
Untuk menerangkannya, kita harus membahas secara ringkas struk-tur protein. Protein biasanya digambarkan sebagai sebuah “rantai” asam amino. Pada dasarnya pengandaian ini benar, namun tidak lengkap. Pengandaian ini tidak lengkap, karena bagi kebanyakan orang sebuah “rantai asam amino” dibayangkan sebagai suatu untaian mutiara sedang-kan asam amino yang menyusun protein memiliki struktur tiga dimensi yang lebih menyerupai sebatang pohon dengan cabang-cabang berdaun.
Ikatan kovalen adalah ikatan yang menahan atom-atom asam amino untuk bersatu. Ikatan yang lemah adalah ikatan yang menjaga struktur tiga dimensi yang penting dari asam-asam tersebut. Tidak ada protein bisa bertahan tanpa ikatan yang lemah ini. Dan tentu saja tanpa protein, tidak akan ada kehidupan.
Sekarang yang menarik dari masalah ini adalah bahwa kisaran suhu yang memungkinkan ikatan lemah terbentuk sama dengan kisaran suhu yang terdapat di bumi. Hal ini agak aneh karena sifat fisik maupun kimia ikatan kovalen versus ikatan lemah merupakan hal yang sangat berbeda dan saling tidak berhubungan. Dengan kata lain, tidak ada alasan menga-pa ikatan-ikatan tersebut memerlukan kisaran suhu yang sama. Namun begitulah kedua ikatan tersebut: Kedua tipe ikatan tersebut hanya dapat terbentuk dan tetap stabil dalam kisaran suhu yang sempit itu. Andaikan tidak—andaikan ikatan kovalen memerlukan kisaran suhu yang sangat berbeda dari ikatan yang lemah, misalnya—maka ikatan tersebut tidak akan mungkin membentuk struktur tiga dimensi rumit yang dibutuhkan protein.
Segala sesuatu yang telah kita ketahui tentang keluarbiasaan sifat-sifat kimia atom karbon menunjukkan bahwa terdapat keselarasan di an-tara unsur ini, yang merupakan pembentuk dasar kehidupan, air yang juga penting bagi kehidupan, dan planet bumi yang merupakan tempat bernaung kehidupan tersebut. Dalam Nature's Destiny, Michael Denton menekankan keselarasan ini ketika mengatakan:
Dari kisaran suhu yang sangat besar di alam semesta, hanya terdapat satu pita sempit suhu yang didalamnya kita memiliki (1) air yang cair, (2) senyawa organik metastabil yang melimpah, dan (3) ikatan lemah untuk menstabilkan struktur tiga dimensi molekul yang rumit. 91
Dari seluruh benda di ruang angkasa yang kita amati, “pita sempit suhu” ini hanya ada di bumi. Demikian pula, hanya di bumi, dua pem-bentuk dasar kehidupan—karbon dan air—ditemukan dalam persediaan melimpah.
Semua itu menunjukkan bahwa atom karbon beserta sifat-sifat luar biasanya dirancang secara khusus untuk kehidupan dan bahwa planet kita diciptakan untuk menjadi tempat tinggal bagi kehidupan berbasis karbon.
Rancangan pada Oksigen
Kita telah mengetahui bagaimana karbon merupakan unsur pem-bentuk makhluk hidup yang paling penting dan bagaimana karbon diran-cang secara khusus untuk memenuhi fungsi tersebut. Tetapi keber-adaan semua bentuk kehidupan berbasis karbon mutlak bergantung pada hal kedua: energi. Energi adalah kebutuhan yang mutlak bagi kehidupan.
Tanaman hijau memperoleh energi mereka dari matahari melalui proses fotosintesis. Bagi makhluk hidup lain di bumi—termasuk kita—satu-satunya sumber energi adalah sebuah proses yang disebut “oksida-si”—kata keren dari “pembakaran”. Energi organisme penghirup oksigen diperoleh dari pembakaran makanan yang berasal dari tumbuhan dan binatang. Seperti yang Anda tebak dari istilah “oksidasi”, pembakaran tersebut merupakan reaksi kimia yang menjadikan zat-zat teroksidasi —dengan kata lain, zat-zat digabungkan dengan oksigen. Karena itulah oksigen sama mutlaknya bagi kehidupan seperti karbon dan hidrogen.
Rumus umum pembakaran (oksidasi) adalah sebagai berikut:
Senyawa karbon + oksigen > air + karbon dioksida + energi
Artinya bahwa ketika senyawa karbon dan oksigen bergabung (tentu di bawah kondisi yang tepat), sebuah reaksi berlangsung sehingga meng-hasilkan air dan karbon dioksida dan melepaskan energi yang besar. Reaksi ini paling mudah terjadi pada hidrokarbon (senyawa hidrogen dan karbon). Glukosa (sejenis gula yang juga hidrokarbon) adalah senyawa yang secara tetap dibakar dalam tubuh Anda untuk menjaga agar tubuh tetap mendapat pasokan energi.
Begitulah, hidrogen dan karbon yang menyusun hidrokarbon me-rupakan unsur yang paling sesuai untuk berlangsungnya oksidasi. Di antara semua atom lainnya, hidrogen paling mudah bergabung dengan oksigen dan melepaskan energi paling banyak dalam proses tersebut. Jika Anda memerlukan bahan bakar untuk membakar dalam oksigen, Anda tidak dapat menemukan yang lebih baik daripada hidrogen. Dari nilainya sebagai bahan bakar, karbon berada di urutan ketiga setelah hidrogen dan boron. Dalam buku The Fitness of the Environment, Lawrence Henderson mengomentari kesesuaian luar biasa yang tampak di sini:
Reaksi-reaksi kimia (tersebut di atas), yang karena banyak alasan lain tampak paling sesuai untuk proses fisiologi, ternyata merupakan reaksi yang mampu mengalirkan energi melimpah ke dalam arus kehidupan. 92
Rancangan pada Api
(atau Mengapa Anda Tidak Langsung Terbakar)
Sebagaimana kita ketahui, reaksi dasar yang melepaskan energi yang diperlukan bagi kelangsungan organisme penghirup oksigen adalah oksi-dasi hidrokarbon. Tetapi fakta sederhana ini menimbulkan pertanyaan menyulitkan: Jika tubuh kita tersusun terutama oleh hidrokarbon, me-ngapa hidrokarbon dalam tubuh tidak teroksidasi juga? Dengan kata lain, mengapa kita tidak langsung terbakar, seperti korek api digesekkan?
Tubuh kita secara terus-menerus berhubungan dengan oksigen da-lam udara namun tidak teroksidasi: tubuh tidak terbakar. Mengapa tidak?
Alasan bagi keadaan yang bertolak belakang ini adalah bahwa di bawah suhu dan tekanan normal, oksigen dalam bentuk molekul (O2) memiliki tingkat kelembaman (keengganan) atau “nobilitas” yang besar. (Arti dalam istilah kimia, “nobilitas” adalah keengganan atau ketidak-mampuan sebuah zat untuk melakukan reaksi kimia dengan zat lain). Na-mun hal ini menimbulkan pertanyaan lain. Jika molekul oksigen begitu “enggan” sampai menghindar dari membakar kita, bagaimana molekul yang sama berhasil melakukan reaksi kimia di dalam tubuh kita?
Jawaban untuk pertanyaan ini, yang membingungkan para ahli ki-mia pada awal abad ke-19, tidak diketahui sampai pertengahan kedua abad ke-20, ketika para peneliti biokimia menemukan keberadaan enzim dalam tubuh manusia yang berfungsi hanya untuk memaksa O2 di atmos-fer untuk memasuki reaksi kimia. Sebagai hasil serangkaian langkah yang sangat rumit, enzim tersebut menggunakan atom besi dan tembaga dalam tubuh kita sebagai katalis. Katalis adalah senyawa yang memulai sebuah reaksi kimia dan memungkinkan reaksi tersebut berlanjut dalam keadaan berbeda (misalnya suhu yang lebih rendah, dan lain-lain) yang mestinya tidak mungkin apabila tanpa katalis. 93
Dengan kata lain, terdapat hal yang sangat menarik: Oksigen meru-pakan unsur yang mendukung oksidasi dan pembakaran, dan wajar orang berharap oksigen akan membakar kita juga. Untuk mencegahnya, bentuk molekul O2 oksigen yang ada di atmosfer diberi sifat kelembaman kimia yang kuat. Karena itulah oksigen tidak mudah bereaksi. Namun di lain sisi, tubuh kita bergantung pada sifat pem-bakaran oksigen untuk energi tubuh dan karena alasan itulah sel-sel kita dilengkapi dengan sis-tem enzim yang sangat rumit yang membuat gas “enggan” tersebut sangat reaktif.
Selagi dalam bahasan ini, perlu ditunjukkan pula bahwa sistem en-zim merupakan contoh rancangan yang begitu mengagumkan sehingga teori evolusi yang menyatakan bahwa kehidupan muncul kebetulan tidak akan pernah mampu menjelaskannya. 94
Terdapat pencegahan lain agar tubuh kita tidak terbakar, yang dise-but ahli kimia Nevil Sidgwick sebagai “sifat kelembaman karbon”.95
Artinya, karbon tidak terlalu mudah juga dalam bereaksi dengan oksigen di bawah tekanan dan suhu normal. Dijelaskan dengan bahasa kimia, semua ini tampak agak sulit dimengerti, namun sebetulnya yang akan digambarkan di sini adalah sesuatu yang pasti sudah diketahui siapa pun yang pernah menyalakan perapian dengan tumpukan kayu atau tungku batubara pada musim dingin atau mengadakan barbecue pada musim panas. Agar api mulai menyala, Anda harus menyiapkan banyak perlengkapan (bahan bakar, pemantik dan lain-lain) atau meningkatkan dengan tiba-ti-ba suhu bahan bakar sampai derajat sangat tinggi (seperti dengan obor). Tetapi sekali bahan bakar itu terbakar, karbon di dalamnya bereaksi de-ngan oksigen dengan cepat dan energi dilepas-kan dalam jumlah besar. Itulah sebabnya sangat sulit menyalakan api tanpa sumber panas lain. Namun setelah pembakaran dimulai, panas yang tinggi dihasilkan dan menyebabkan senya-wa karbon lain yang terdekat ikut terbakar sehingga api menyebar.
Jika kita mencermati masalah ini, kita dapat melihat bahwa api itu sendiri adalah contoh rancangan paling menarik. Sifat kimia oksigen dan karbon telah dirancang sedemikan rupa sehingga kedua unsur ter-sebut saling bereaksi (pembakaran) hanya ketika terdapat panas tinggi. Ini juga bagus karena jika sebaliknya, kehidupan di planet ini tidak akan menyenangkan atau bahkan tidak mungkin. Andaikan oksigen dan kar-bon hanya sedikit lebih mudah saling bereaksi, pembakaran spontan — penyalaan dengan sendirinya — dari manusia, pohon, dan binatang akan menjadi kejadian yang lumrah ketika cuaca terlalu hangat. Misalnya, se-orang yang berjalan melalui gurun bisa secara tiba-tiba terbakar di siang hari sangat terik; tanaman dan binatang akan dihadapkan pada risiko yang sama. Bahkan andaikan kehidupan mungkin ada dalam dunia seperti itu, benar-benar tidak akan menyenangkan.
Sebaliknya, andaikan karbon dan oksigen sedikit lebih lembam (yaitu agak kurang reaktif) dari sekarang ini, akan lebih sulit menyalakan api: bahkan mungkin mustahil. Dan tanpa api, kita bukan saja tak mampu menjaga tubuh tetap hangat: besar kemungkinan bahwa tidak akan ada kemajuan teknologi di planet kita, karena kemajuan tersebut bergantung pada kemampuan mengolah bahan-bahan seperti logam; dan tanpa pa-nas yang disediakan oleh api, pemurnian dan pengolahan logam menjadi mustahil.
Semua hal tersebut menunjukkan bahwa sifat-sifat kimia karbon dan oksigen disusun agar sangat sesuai bagi kebutuhan umat manusia. Berke-naan dengan hal ini, Michael Denton mengatakan:
Ketidak-reaktifan atom karbon dan oksigen pada suhu lingkungan, diga-bungkan dengan energi sangat besar yang dilepaskan begitu pembakaran dimulai, benar-benar cocok bagi kehidupan di bumi. Kombinasi aneh ini tidak hanya menyediakan energi melimpah bagi kehidupan tingkat tinggi dari ok-sidasi yang terkendali dan teratur, namun juga memungkinkan penggunaan api terkendali oleh umat manusia, serta memungkinkan pe-manfaatan energi pembakaran yang melimpah bagi kemajuan teknologi. 96
Dengan kata lain, karbon dan oksigen telah diciptakan dengan sifat-sifat yang paling sesuai untuk kehidupan manusia. Sifat-sifat kedua un-sur ini memungkinkan kita menyalakan api dan memanfaatkannya se-nyaman mungkin. Lebih jauh lagi, dunia penuh dengan sumber karbon (misalnya kayu) yang sesuai bagi pembakaran. Semua itu merupakan petunjuk bahwa api dan bahan-bahan untuk memulai dan memper-tahankannya diciptakan khusus sesuai bagi kehidupan manusia. Dalam Al Quran, Allah berfirman kepada umat manusia:
Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu. (QS. Yaasiin, 36: 80) !
Daya Larut Ideal Oksigen
Penggunaan oksigen oleh tubuh sangat bergantung pada sifat gas un-tuk larut dalam air. Oksigen yang masuk ke dalam paru-paru kita saat kita menarik napas segera dilarutkan dalam darah. Protein yang disebut he-moglobin menangkap molekul-molekul oksigen dan membawanya ke sel tubuh lainnya di mana, berkat sistem enzim khusus yang dijelaskan sebelumnya, oksigen digunakan untuk mengoksidasi senyawa karbon yang disebut ATP untuk melepaskan energinya.
Semua organisme kompleks memperoleh energi mereka dengan cara ini. Tetapi operasi sistem ini bergantung terutama pada daya larut ok-sigen. Jika oksigen tidak cukup larut, oksigen yang akan memasuki darah dan sel tidak akan cukup dan tidak akan bisa menghasilkan energi yang mereka butuhkan; di lain sisi, jika oksigen sangat larut, darah akan kele-bihan oksigen dan menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai keracunan oksigen.
Perbedaan daya larut dalam air dari gas yang berbeda bervariasi de-ngan faktor mencapai sejuta. Yaitu, gas yang paling mudah larut sejuta kali lebih gampang terlarut dalam air daripada gas yang paling tidak mudah larut, dan sangat sulit menemukan gas-gas dengan daya larut sama. Misalnya, karbon dioksida larut dua puluh kali lebih mudah dalam air daripada oksigen. Tetapi di antara kisaran daya larut yang mungkin dimiliki, daya larut oksigen benar-benar sesuai untuk kebutuhan kehi-dupan manusia.
Apa yang akan terjadi jika daya larut oksigen dalam air berbeda: sedikit lebih rendah atau sedikit lebih tinggi?
Mari kita cermati kemungkinan pertama. Jika oksigen kurang larut dalam air (dan juga dalam darah), oksigen yang masuk ke aliran darah hanya sedikit dan sel-sel tubuh akan kekurangan oksigen. Ini akan mem-buat kehidupan sangat sulit bagi organisme bermetabolisme aktif seperti manusia. Betapapun hebatnya Anda bernapas, Anda secara terus-mene-rus akan menghadapi bahaya mati lemas karena tidak cukup oksigen yang sampai ke dalam sel-sel tubuh Anda.
Sebaliknya, jika daya larut oksigen dalam air lebih tinggi, Anda akan dihadapkan pada ancaman keracunan oksigen, yang dijelaskan di atas. Sebetulnya, oksigen merupakan zat yang berbahaya: Jika sebuah organis-me mendapatkan terlalu banyak oksigen, akibatnya bisa fatal. Sebagian oksigen dalam darah bereaksi dengan air darah. Jika jumlah oksigen yang terlarut terlalu tinggi, maka dihasilkan zat yang sangat reaktif dan merusak. Salah satu fungsi sistem enzim darah yang rumit adalah untuk mencegah keracunan itu terjadi. Namun jika jumlah oksigen terlarut terlalu tinggi, enzim tersebut tidak bisa mengerjakan tugasnya. Sebagai akibatnya, setiap napas yang kita hirup akan meracuni kita dan meng-akibatkan kematian dengan cepat. Ahli kimia, Irwin Fridovich mengo-mentari masalah ini:
Semua organisme yang bernapas terjebak dalam perangkap berbahaya. Oksigen yang mendukung kehidupannya justru racun bagi mereka, dan mereka bertahan hidup di bawah ancaman bahaya, hanya dengan ber-gantung pada mekanisme pertahanan yang rumit. 97
Yang menyelamatkan kita dari perangkap ini—dari keracunan akibat terlalu banyak oksigen atau dari kematian yang disebabkan tidak cukup-nya oksigen merupakan fakta bahwa daya larut oksigen dan sistem enzim yang rumit dari tubuh telah dirancang secara cermat dan diciptakan seba-gaimana seharusnya. Gamblangnya, Allah tidak hanya telah mencipta-kan udara yang kita hirup, namun juga sistem yang memungkinkan menggunakan udara itu dalam keselarasan sempurna dengan yang lainnya.
Unsur-Unsur Lain
Karbon dan oksigen tentu saja bukan satu-satunya unsur yang diran-cang dengan sengaja untuk memungkinkan kehidupan. Unsur-unsur seperti hidrogen dan nitrogen, yang menyusun sebagian besar tubuh makhluk hidup, juga memiliki sifat-sifat yang memungkinkan kehi-dupan. Kenyataannya, tidak terdapat satu pun unsur dalam tabel perio-dik yang tidak berperan dalam mendukung kehidupan.
Dalam tabel periodik dasar terdapat sembilan puluh dua unsur mulai dari hidrogen (paling ringan) sampai uranium (paling berat). (Tentu saja terdapat unsur-unsur lain di luar uranium, namun unsur-unsur tersebut tidak terbentuk secara alamiah dan semuanya dibuat dalam kondisi laboratorium. Tidak satu pun dari unsur-unsur tersebut stabil). Dari kesembilan puluh dua unsur tersebut, dua puluh lima di antaranya secara langsung berperan penting untuk kehidupan, dan di antaranya, hanya sebelas – hidrogen, karbon, oksigen, nitrogen, sodium, magnesium, fosfor, belerang, klorin, potasium, dan kalsium—yang menyusun sekitar 99% berat badan hampir semua jenis makhluk hidup. Empat belas unsur lainnya (vanadium, kromium, mangan, besi, kobalt, nikel, tembaga, seng, molibdenum, boron, silikon, selenium, flurin, dan iodin) muncul dalam organisme kehidupan hanya dalam jumlah yang sangat kecil, meskipun begitu unsur-unsur tersebut memiliki fungsi-fungsi yang sangat penting. Tiga unsur—arsenik, timah, dan tungsten—ditemukan pada beberapa makhluk hidup di mana unsur-unsur tersebut melakukan fungsi yang tidak bisa benar-benar dipahami. Tiga unsur lain—bromin, strontium, dan barium— diketahui terdapat pada kebanyakan organisme, tetapi fungsi-fungsinya masih merupakan misteri. 98
Spektrum lebar ini mencakup atom-atom dari setiap rangkaian yang berbeda pada tabel periodik, yang unsur-unsurnya dikelompokkan ber-dasarkan sifat-sifat atomnya. Ini menunjukkan bahwa seluruh kelompok unsur dalam tabel periodik penting untuk kehidupan, dengan cara bagai-manapun. Dalam buku The Biological Chemistry of the Elements, J. J. R. Frausto da Silva dan R. J. P. William mengatakan bahwa:
Unsur-unsur biologi tampaknya telah diseleksi dari hampir semua kelompok dan subkelompok tabel periodik... dan ini berarti bahwa hampir semua jenis sifat kimia berkaitan dengan proses kehidupan dalam batasan-batasan yang ditentukan oleh lingkungan.99
Bahkan unsur radioaktif berat pada bagian akhir tabel periodik telah dirancang untuk berperan bagi kehidupan manusia. Dalam buku Nature's Destiny, Michael Denton menggambarkan secara terperinci peran penting yang dimainkan unsur-unsur radioaktif, seperti uranium, dalam pemben-tukan struktur geologis bumi. Radioaktif alamiah sangat berkaitan de-ngan kenyataan bahwa inti bumi mampu mempertahankan panasnya. Panas tersebut menahan inti, yang terdiri dari besi dan nikel, agar tetap cair. Inti cair ini merupakan sumber medan magnet bumi yang, seperti telah diterangkan di bagian lain, membantu melindungi planet dari radi-asi dan partikel berbahaya dari luar angkasa, di samping melakukan fungsi-fungsi lain. Bahkan gas dan unsur lembam seperti logam-logam rare-earth, yang tampaknya tidak satu pun mendukung kehidupan, jelas ada disebabkan oleh tuntutan untuk memastikan bahwa rangkaian unsur bentukan-alami hanya sampai pada uranium.100
Singkatnya, bisa dikatakan bahwa semua unsur yang kita ketahui keberadaannya memiliki suatu peran bagi kehidupan manusia. Tidak satu pun dari unsur-unsur tersebut yang keberadaannya berlebihan ataupun tidak bertujuan. Situasi ini merupakan bukti lebih jauh bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah untuk umat manusia.
Kesimpulan
Setiap sifat fisik dan kimia alam semesta yang telah kita kaji ternyata tepat sesuai dengan yang diperlukan bagi keberadaan kehidupan. Na-mun, dalam buku ini kita hanya mengorek permukaan dari bukti yang berlimpah untuk fakta tersebut. Betapapun dalamnya Anda menyelidiki detail atau memperluas penelitian, pengamatan umum ini tetap berlaku; dalam setiap detail alam semesta, ada satu tujuan demi kehidupan manu-sia, dan setiap detail dirancang secara sempurna, seimbang, dan harmonis untuk mencapai tujuan itu.
Tentu saja ini merupakan bukti keberadaan Sang Pencipta yang men-jadikan alam semesta untuk tujuan ini. Apa pun sifat materi yang kita kaji, kita menyaksikan di dalamnya pengetahuan, kebijaksanaan, dan kekua-tan tidak terbatas dari Sang Pencipta. Allah menciptakan benda-benda tersebut dari ketiadaan. Setiap benda tunduk pada kehendak-Nya, dan itulah sebabnya setiap dan segala sesuatu berada dalam keharmonisan yang sempurna satu sama lain.
Inilah kesimpulan yang akhirnya dicapai ilmu pengetahuan abad ke-20. Meskipun demikian, ini merupakan sekadar pengakuan terhadap fakta yang telah dipaparkan Al Quran empat belas abad lalu kepada umat manusia: Allah telah menciptakan setiap detail alam semesta untuk menampakkan kesempurnaan ciptaan-Nya sendiri:
“Maha suci Allah yang ditangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatan-mu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (QS. Al Mulk, 67: 1-4) !
Picture Text
Salah satu bentuk alamiah karbon murni adalah grafit. Namun, unsur ini mampu membentuk zat-zat yang sangat berbeda jika bergabung dengan atom-atom unsur lain. Struktur utama tubuh manusia merupakan hasil ikatan kimia berbeda-beda yang mampu dibentuk karbon.
Struktur metana: empat atom hidrogen membagi setiap satu elektron dengan sebuah atom karbon.
Minyak zaitun, daging, dan gula merah: Segala sesuatu yang kita makan terbuat dari susunan hirogen, oksigen, dan karbon dengan penambahan atom lain seperti nitrogen.
AIR DAN METANA: DUA CONTOH
IKATAN KOVALEN YANG BERBEDA
Dalam molekul air (atas), terdapat ikatan kovalen antara dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Dalam molekul metana (bawah), empat atom hidrogen membentuk ikatan kovalen dengan sebuah atom karbon.
Ikatan Kovalen: Atom secara kuat diikat ke atom lain
Ikatan yang lemah: sebuah senyawa organik dibentuk dalam sebuah struktur tiga dimensi oleh ikatan (garis putus) yang lemah (ikatan non-kovalen)
KESIMPULAN : SEBUAH ARGUMEN
Kepercayaan bahwa alam semesta kita yang menakjubkan ini bisa tersusun oleh kesempatan adalah gila. Dan saya tidak sepenuhnya bermaksud mengatakan gila dalam arti makian pada umumnya namun lebih dalam makna orang gila secara teknis. Meskipun pandangan seperti itu secara umum memiliki banyak aspek pemikiran yang menderita schizofrenia.
Karl Stern, University of Montreal Psychiatrist 101
Pada awal buku ini, telah disebutkan prinsip antropik dan bahwa prinsip ini telah diterima secara luas dalam dunia ilmu penge-tahuan. Kemudian seperti yang telah dijelaskan, prinsip antropik menyatakan bahwa alam semesta ini bukan merupakan benda-benda yang terkumpul acak, tidak bertujuan, tidak berarah, dan bahwa sebalik-nya, alam semesta ini dirancang dengan sengaja sebagai tempat tinggal bagi kehidupan manusia.
Sejak itu kita telah melihat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa prinsip antropik benar-benar sebuah fakta: bukti yang dimulai dari kece-patan perluasan Ledakan Besar hingga keseimbangan fisik atom, dari kekuatan relatif empat gaya fundamental hingga alkimia bintang-bin-tang, dari misteri bentuk ruang angkasa hingga ke susunan tata surya. Dan ke mana pun melihat, kita menyaksikan pengaturan luar biasa tepat dalam struktur alam semesta ini. Kita melihat bagaimana penyusunan dan ukuran bumi tempat kita hidup dan bahkan atmosfernya benar-benar seperti yang dibutuhkan. Kita menyaksikan bagaimana cahaya dikirimkan kepada kita dari matahari, air yang kita minum, dan atom-atom yang menyusun tubuh kita, serta udara yang terus-menerus kita hirup ke dalam paru-paru kita, semuanya luar biasa sesuai bagi kehidupan.
Singkatnya, setiap kali kita mengamati segala sesuatu di alam semest-a, kita akan mendapati rancangan luar biasa yang tujuannya adalah memupuk kehidupan manusia. Mengingkari kenyataan rancangan ini berarti, seperti yang dikemukakan oleh psikiater Karl Sterm, melanggar batas pemikiran.
Implikasi rancangan ini juga jelas. Rancangan tersembunyi dalam setiap detail alam semesta merupakan bukti paling meyakinkan akan keberadaan Sang Pencipta, yang mengendalikan setiap detail dan memi-liki kekuatan dan kebijaksanaan tidak terbatas. Seperti yang telah diung-kapkan teori Ledakan Besar, Sang Pencipta yang sama telah menciptakan alam semesta dari kehampaan.
Kesimpulan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan modern ini meru-pakan sebuah fakta yang difirmankan kepada kita dalam Al Quran: Allah menciptakan alam semesta dari ketiadaan dan memberinya keter-aturan:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah, Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan kemudian, Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikuti-nya degan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari dan bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al A’raaf, 7: 54) !
Tidak aneh kalau kebenaran yang diungkap ilmu pengetahuan ini mengecewakan sebagian ilmuwan dan akan terus demikian. Mereka adalah ilmuwan yang menyamakan ilmu pengetahuan dengan materia-lisme; mereka adalah orang-orang yang meyakini bahwa ilmu pengeta-huan dan agama tidak dapat seiring, dan menjadi orang yang “berilmu pengetahuan” sama dengan menjadi ateis. Mereka telah dilatih untuk percaya bahwa alam semesta dan semua kehidupan di dalamnya dapat dijelaskan sebagai kejadian kebetulan, sekali tanpa adanya kehendak atau rancangan. Ketika orang-orang itu menemui fakta penciptaan yang jelas, ketidakpercayaan dan kebingungan mereka merupakan hal yang wajar.
Untuk memahami ketidakpercayaan kaum materialis, kita perlu mengupas sekilas pertanyaan tentang asal kehidupan.
Asal Kehidupan
Asal kehidupan, atau dengan kata lain, pertanyaan tentang bagai-mana makhluk hidup pertama hidup di bumi, merupakan salah satu dilema terbesar yang dihadapi kaum materialis pada satu setengah abad terakhir. Kenapa harus seperti itu? Ini karena bahkan sebuah sel hidup, unit terkecil kehidupan, jauh lebih rumit dan tak tertandingi bahkan oleh pencapaian terbesar teknologi manusia. Hukum probabili-tas membuat jelas bahwa tidak ada sebuah protein pun dapat terbentuk secara kebe-tulan; dan andaikan protein—unsur pembentuk sel yang paling menda-sar—terbentuk secara kebetulan, kemungkinan terbentuk-nya sel utuh secara kebetulan bahkan sama sekali tidak terpikirkan. Tentu saja ini merupakan bukti penciptaan.
Karena ini merupakan topik yang dibahas secara lebih terperinci dalam buku lain, kami hanya akan menyuguhkan sedikit contoh di sini.
Sebelumnya dalam buku ini, kami menunjukkan bagai-mana keseimbangan di alam semesta tidak mungkin ter-bentuk secara kebetulan. Sekarang kami akan menunjuk-kan bagaimana hal yang sama juga berlaku bahkan untuk pembentukan secara kebetulan kehidupan paling seder-hana. Sebuah penyelidikan pada topik ini yang dapat kita jadikan acuan adalah perhitungan yang dibuat oleh Robert Shapiro, seorang dosen ilmu kimia dan pakar dalam bidang DNA di Universitas New York. Shapiro, seorang penganut Darwinisme dan evolusionisme, menghitung peluang pembentukan secara kebetulan 2.000 jenis protein berbeda yang diperlukan untuk menyusun sekadar bakteri seder-hana (tubuh manusia mengandung 200.000 bentuk protein berbeda). Menurut Shapiro, peluang tersebut adalah satu banding 1040.000 (Angka tersebut adalah “1” diikuti oleh 40. 000 nol, dan itu tidak ada persamaannya di alam semesta).102
Tentu saja, arti angka Shapiro sederhana: Penjelasan kaum materialis (beserta rekannya, Darwinis) bahwa kehidupan tersusun kebetulan benar-benar tidak berlaku. Chandra Wickramasinghe, seorang dosen matematika dan astronomi terapan di Universitas Cardiff mengomentari hasil penghitungan Shapiro:
Kemungkinan pembentukan kehidupan dengan sendirinya dari benda mati merupakan satu berbanding dengan angka yang diikuti 1040.000 buah nol... Ini cukup besar untuk mengubur Darwin dan keseluruhan teori evolusi. Tidak ada cairan sumber kehidupan, baik di planet ini atau planet lain, dan jika permulaan kehidupan tidak terjadi secara acak, maka permulaan tersebut merupakan hasil dari kecerdasan yang bertujuan. 103
Astronomer Fred Hoyle menyimpulkan hal yang sama:
Sesungguhnya, teori semacam itu (bahwa kehidupan dirancang oleh suatu kecerdasan) sangat jelas sehingga membuat orang bertanya-tanya mengapa itu tidak diterima sebagai bukti dengan sendirinya. Alasannya lebih bersifat psikologis daripada ilmiah.104
Baik Wickramasinghe dan Hoyle adalah orang-orang yang, hampir sepanjang karier mereka, memahami ilmu pengetahuan dengan pende-katan materialisme; namun kebenaran yang mereka temui adalah bahwa kehidupan diciptakan, dan mereka memiliki keberanian untuk meng-akuinya. Sekarang, lebih banyak ahli biologi dan biokimia telah menge-sampingkan dongeng bahwa kehidupan dapat muncul secara kebetulan.
Orang-orang yang masih setia menganut Darwinisme—orang-orang yang masih bersikukuh bahwa kehidupan muncul kebetulan—sungguh dalam keadaan ketakuan seperti yang sudah kami katakan pada awal bab ini. Tepat seperti yang dimaksud ahli biokimia Michael Behe ketika dia mengatakan, “Kenyataan bahwa kehidupan dirancang oleh suatu kecerdasan merupakan guncangan bagi kami pada abad ke-20 yang telah terbiasa memikirkan kehidupan sebagai hasil hukum alam yang sederhana”105. Guncangan yang di-rasakan oleh orang-orang seperti itu merupakan guncangan karena harus menghadapi kenyataan keberadaan Allah, yang menciptakan mereka.
Para pengikut paham materialis jatuh ke dalam dilema tak terelak-kan karena mereka berkutat untuk mengingkari kenyataan yang dapat mereka lihat dengan jelas. Dalam Al Quran, Allah menggambarkan kebi-ngungan penganut materialisme sebagai berikut:
“Demi langit yang mempunyai jalan-jalan, sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat, dipalingkan dari padanya (Rasul dan Al Quran) orang yang dipalingkan. Terku-tuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebohongan lagi lalai.” (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 7-11) !
Pada poin ini, tugas kita adalah mengajak mereka yang karena terpe-ngaruh oleh filosofi materialisme, telah melewati batas-batas rasionalitas, untuk berpikir dan menggunakan akal sehat. Kita harus mengajak mere-ka untuk membuang semua prasangka mereka, berpikir, dan memper-timbangkan dengan cermat rancangan alam semesta beserta kehidupan di dalamya yang luar biasa, serta untuk menerimanya sebagai bukti se-derhana akan kenyataan penciptaan Allah.
Akan tetapi, penyeru panggilan ini sebenarnya bukan kita sendiri melainkan Allah. Allah, Sang Pencipta langit dan bumi dari ketiadaan, memanggil manusia yang Dia ciptakan untuk menggunakan akal mereka:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Ma-ka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus, 10: 3) !
Pada ayat lain manusia diberitahu:
“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. An-Nahl, 16: 17) !
Ilmu pengetahuan modern telah membuktikan kebenaran pencip-taan. Sekarang waktunya bagi dunia ilmu pengetahuan untuk melihat kebenaran ini dan mengambil pelajaran darinya. Orang yang menging-kari atau menolak keberadaan Allah, terutama orang yang berpura-pura bahwa mereka melakukannya atas nama ilmu pengetahuan, sebaiknya menyadari betapa jauh mereka tersesat dan berbelok dari arah yang benar ini.
Di sisi lain, kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan memiliki pelajaran lain bagi orang yang telah mengatakan bahwa mere-ka mempercayai keberadaan Allah dan bahwa alam semesta diciptakan oleh-Nya. Pelajaran tersebut adalah bahwa kepercayaan mereka mung-kin dangkal, bahwa mereka tidak sepenuhnya memikirkan bukti ciptaan Allah atau tentang konsekuensi-konsekuensinya, bahwa, karena alasan ini, mereka mungkin tidak memenuhi semua kewajiban atas kepercaya-an mereka. Dalam Al Quran Allah menggambarkan orang seperti itu dengan:
“Katakan: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Ke-punyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “Ke-punyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertak-wa?” Katakanlah: “Siapakah yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu me-ngetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. Al Mu’minuun, 23: 84-89) !
Orang yang telah menyadari bahwa Allah itu ada, dan Dia mencipta-kan segala sesuatu, namun tetap mengingkari kebenaran ini, sesungguh-nya seperti “tertipu”. Adalah Allah yang menciptakan alam semesta dan bumi tempat kita hidup secara sempurna bagi kita dan kemudian men-ciptakan kita pula. Tugas setiap orang adalah untuk menganggapnya se-bagai fakta terpenting dalam kehidupannya. Langit dan bumi dan segala sesuatu di antaranya adalah milik Allah Yang Mahaagung. Umat manu-sia harus menganggap Allah sebagai Tuhan dan Penguasa dan mengabdi kepada-Nya. Kebenaran ini diungkapkan kepada kita oleh Allah dalam firman:
“Tuhan (Yang menguasai langit) dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam, 19: 65) !
Picture Text
Terdapat 2.000 jenis protein dalam bakteri sederhana. Kemungkinan semua ini ada secara kebetulan adalah 1 banding 1040.000. Pada manusia terdapat 200.000 bentuk protein. Kata “tidak mungkin” terlalu halus untuk menggambarkan peluang kejadian seperti itu hanya karena kebetulan.
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ghaafir, 40: 57) !
"Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS. Al Baqarah, 2: 32) !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar